29. Perkara Interview

83.6K 8.1K 64
                                    

Halo, selamat sore.

Emak baru pulang kerja dan belum mandi tapi ngetik dulu, mumpung idenya lancar gitu hehehe.

Ya udah emak mandi dulu dan selamat membaca untuk kalian 😁🤗

Adi menyugar rambutnya.

Kenapa juga si Friska harus melamar pekerjaan di perusahaannya? Apakah tidak ada tempat lain yang dapat dia kunjungi, ayolah Jakarta kan tidak sesempit daun kelor. Friska bisa mencari tempat kerja di perusahaan lain.

Beberapa menit yang lalu Tatiana keluar dari ruangan tanpa memberi masukan yang berarti. Sekretarisnya itu hanya mengatakan, "Kalau kamu rasa dia nggak akan bawa masalah untuk hubungan kamu sama Nesa yang silakan terima"

Adi ragu, dia juga kasihan. Karena berdasarkan cerita Tatiana, si Friska ini tidak bahagia dengan pernikahannya meskipun mereka sudah memiliki anak.

Tapi semisal dia menerima, nanti kedepannya mungkin akan jadi masalah. Astaga kenapa rumit sekali.

"Permisi Pak."

Ketukan di pintu membuat Adi tersadar.

"Masuk."

Lelaki itu berteriak.

Pintu terbuka dan menampilkan Gibran dengan wajah gugup.

"Kenapa kamu?" tanya Adi dengan wajah sinis.

Dia seperti ingin memakan Gibran yang berdiri di ujung sana.

"Mau ngantar berkas Pak," jawab Gibran sopan.

Ya, meskipun si atasan sudah salah paham dengannya beberapa waktu lalu, dia tetap tidak berani menyalahkan.

Nasib ya, jadi bawahan.

"Taruh sini," balas Adi agak kurang sopan.

Sejujurnya laki-laki itu masih kesal dengan Gibran, seseorang yang dekat dengan istrinya.

Gibran mengikuti aba-aba Adi untuk meletakan dokumen yang dibawanya dengan cukup hati-hati di atas meja sang bos. Gibran mengantisipasi saja kalau misalnya Pak Adi meraihnya dan memukul. Hanya pemisalan karena sepertinya Gibran tahu bahwa Adi tidak mungkin memukulnya sekarang.

Setelah meletakkan dokumen itu Gibran hendak pamit keluar dari ruangan mencekam itu.

"Saya permisi pak," ucapnya lalu mulai melangkah mundur.

"Eh tunggu-tunggu," sahut Adi sembari mengarahkan tangannya agar Gibran kembali mendekat.

Gibran mendekat namun tetap memperhatikan jarak aman untuk dirinya.

"Kenapa pak?" tanyanya.

"Pokoknya saya nggak mau lihat lagi kamu atau teman-teman lelaki kamu yang lain menyentuh istri saya. Tolong setelah ini kamu ingatkan mereka karena kalau sampai terjadi lagi, gaji kamu yang saya potong."

Gibran melotot.

"Eh kok saya pak?"

Tanyanya dengan nada tidak terima.

"Ya karena kamu yang memulai, ya sudah sana kembali ke ruangan kamu! Ruangan saya jadi sumpek karena ada kamu di sini."

Gibran memaki dalam hati.

Mas AdiWhere stories live. Discover now