51. Hadiah dari Om Farhan

59K 6.7K 310
                                    

Selamat Sore Semuanya..

Emak kira updatenya malam, ternyata hujan-hujan gini imajinasinya lancar jaya 😁

Mudah-mudah sampai entar malam imajinasinya, biar bisa double update 😆😆

Jangan lupa tandai kalau ada kata/kalimat yang penulisannya salah ya.

Selamat membaca 🤗🤗

Sekitar dua hari kami di rumah sakit, Papa dan Mama sudah pulang sejak pagi tadi ke Bandung karena ada beberapa masalah di Toko Roti kami.

Hari ini dokter sudah mengizinkan pulang, tanpa bayiku tentunya. Ya, Rafka masih harus tinggal di ruang NICU sampai keadaannya cukup baik dan berat badannya sudah cukup normal.

Segala admistrasi kepulangan kami sudah selesai diurus. Sebenarnya aku tidak rela kalau harus pulang tapi aku juga tidak boleh egois, masih banyak pasien yang lain yang membutuhkan ruang rawat. Sementara aku tidak sakit lagi kan.

"Mi, Mas Adi di mana?" tanyaku.

Ya, kami sudah siap berangkat pulang ke rumah sementara Mas Adi menghilang entah ke mana.

"Nggak usah ditanya Nes, Adi lagi di ruang NICU lah nunggu Rafka sambil senyam-senyum nggak jelas!" sahut Mami agak kesal.

"Tahu nggak Nes, Mami ini malu banget. Hampir semua perawat bicarain si Adi karena penyakit sarafnya itu."

Aku terbahak, kenapa Mami juga malah mengatakan Mas Adi kena penyakit saraf? Ya astaga. Padahal kan suamiku itu hanya kena sindrom ayah baru. Kasian sekali Mas Adi.

Tumben juga Mami tahu malu, biasanya nggak tahu malu kan.

Kami pun menyusul Mas Adi setelah menyuruh Mas Frangki membawa semua bawaan kami ke mobil. Seperti dugaan Mami, Mas Adi berdiri di depan ruang NICU.

"Mas," panggilku.

Lelaki itu menoleh.

"Udah mau pulang?" tanyanya.

Aku menganggukkan kepalaku.

"Emang nggak bisa ya bawa Rafka pulang?" tanyanya dengan nada sedih sembari melihat ke arah jendela kaca. Tadi pagi dia sudah masuk ke dalam tapi sepertinya Mas Adi belum puas hingga menatapi Rafka lagi dari luar berjam-jam.

"Ya nggak bisalah Mas, Rafka masih butuh perawatan lho."

Mas Adi menatapku dengan kecewa.

"Apa aku tinggal di rumah sakit aja ya?"

Aku melotot.

"Terus yang kerja siapa Mas? Kita makan nasi Mas, bukan makan batu. Lagi pula kan kita bisa datang kesini buat ngatarin Asi sekalian lihat Rafka."

Jujur aku sedikit kesal dengan tingkah Mas Adi. Lagi pula kami kan akan setiap hari datang melihat Rafka. Aku harus mengantar ASI untuknya karena menurut pemeriksaan dokter Rafka Alergi susu formula, kemarin sempat dicoba ketika ASIku belum keluar, Rafka malah muntah-muntah dan kata dokter perutnya kembung.

Jadi dokter menyarankanku untuk memberi ASI ke Rafka untuk sementara waktu sampai alerginya sembuh. Lagi pula, Rafka adalah bayi prematur, baik baginya untuk minum ASI.

"Aku cuti aja ya."

Aku semakin melotot.

"Yang melahirkan aku Mas, kenapa malah kamu yang mau cuti? Cuti apa? Cuti melahirkan juga?"

Memang tidak habis pikir dengan jalan pikiran Mas Adi.

"Tapi kan-"

"Kamu mau pulang atau Mami sama Nesa seret kamu kek narik sapi gila?"

Mas AdiWhere stories live. Discover now