23. Super Bencana

141K 11.8K 74
                                    

Haii, dipenghujung pukul 24.00 Emak pengen update.

Selamat membaca ya 😁

Keesokan harinya Mas Adi merealisasikan ucapannya. Kami akan kembali ke Jakarta sore ini, aku juga tak berani membantah.

Kalau pun aku bersuara belum tentu juga Mas Adi mau mendengarkan sebab dia sudah terniat sekali untuk kembali membawaku ke Jakarta.

"Jam berapa berangkatnya?" tanya Mama.

"Jam 3 atau jam 4 gitu besan," jawab Mami.

Kami sedang bersantai di depan rumah pagi itu, sedang para lelaki lagi jogging di sekitaran kompleks sekalian beliin aku mangga, lagi ngidam kayaknya aku.

Namun sampai hampir pukul 9 gini mereka belum balik, kata Mama kalau bukan singgah di rumah pak RT paling liatin orang-orang mancing di kolam ikan besar milik pak lurah. Masuk bayar 5000 ribu mau dapat banyak atau nggak tetap bayarnya segitu.

Ya, biarlah mereka senang-senang sejenak, lagi pula aku tahu Papi itu kalau udah balik Jakarta ya sibuk dan banyak kerjaan, sekali-kali kayak gini malah termasuk langka.

"Selamat pagi."

Terdengar suara perempuan dari arah depan gerbang rumah kami. Aku sangat kenal dengan suara itu, siapa lagi kalau bukan sepupuku yang cerewet bernama Nadia.

"Pagi Nadia, masuk nak," ucap Mama.

Tidak heran sih kalau Nadia berkunjung, kebiasaannya memang seperti itu, ada aku atau tidak di tetap akan datang berkunjung.

Namun, ini super bencana.Nadia tidak datang sendiri, dia membawa Dito bersamanya. Bagaimana kalau Mas Adi pulang? Bencana pasti akan terjadi, Nadia astaga.

"Kok nggak bilang kalau ada mertua kamu di sini?" bisik Nadia.

Perempuan itu sepertinya terkejut dengan keberadaan Mami dan Papi di sini.

"Ya kamu nggak nanya, lagi pula aku kan pikirnya kamu bakal datang sendirian."

"Terus ngapain mertua kamu di sini?"

"Ya suka aja, Mas Adi juga ada."

Ku lihat Nadia melotot.

"Kalian rujuk?"

Aku menganggukkan kepala.

"Sialan Nes, Aku berencana bawa Dito kemari mau pedekatean sama kamu juga sama Mama dan Papa."

Kali ini Aku yang melotot horor mendengar pengakuan Nadia.

"Pokoknya nggak mau tahu, gimana caranya kamu bawa Dito pergi dari sini sebelum Mas Adi kembali dari jogging," tekanku.

"Kalian ngapain sih di depan pintu, ayuk masuk," tegur Mama.

Aku dan Nadia kemudian masuk ke dalam rumah.

"Dit, masuk," ajak Nadia sementara aku hanya memelototinya.

"Nggak mungkinlah aku langsung panggil pulang, baru nyampe juga," bisik Nadia.

Aku hanya menghela napas sembari berdoa semoga saja Mas Adi dan para bapak tidak segera pulang. Aku tahu sifat Mas Adi akhir-akhir ini, selain menyebalkan, bucin, manja dia juga emosian. Cermin aja ditonjok apalagi manusia.

"Ini siapa?" tanya Mama bingung.

"Eh ini temen Nadia Ma, Dito namanya. Kebetulan kenal dengan Nesa juga. Sengaja Nadia ajak kemari karena katanya Nesa mau periksa kandungan, Dito ini dokter kandungan."

Periksa kandungan pantatnya? Astaga Nadia. Kenapa juga aku menceritakan kehamilanku padanya via telpon, kini hal itu dia gunakan sebagai alasan yang tidak masuk akal.

Oh iya sampai sekarang aku masih bingung dengan laki-laki bernama Dito itu. Dia mengatakan padaku usianya 27 tahun tapi dia sudah jadi dokter kandungan. Aneh, itu terlalu muda. Aku jadi waspada dengannya.

"Halo Tante, saya Dito," tutur Dito sembari menyalami tangan Mama dan Mami secara bergantian.

Sementara Aku menginjak kaki Nadia di balik meja hingga membuat perempuan itu menutup matanya dan meringis. Gila saja dia bilang aku mau periksa kandungan, iya aku tahu bahwa Dito itu dokter kandungan tapi memeriksakan diri pada lelaki itu hanya akan menghantar amarah Mas Adi nantinya.

"Kenapa Nes, perut kamu nggak enak? Nggak nyaman?" tanya Mama yang tiba-tiba panik.

"Nes, kamu baik-baik aja kan? Ya udah kamu periksa dulu deh," imbuh Mami.

Rasanya aku ingin pergi menceburkan diri ke kolam yang dipenuhi lumpur. Sementara ku lihat Dito yang duduk di antara kami nampak bingung.

"Ehm, iya tadi pagi-pagi sekali perut aku agak nyeri dan kurang nyaman, tapi kayaknya sekarang udah mendingan," dustaku.

Kemarin anaknya pak lurah aja diusir sama Mas Adi apalagi ini Dito, aku yakin bukan hanya mengusir, Mas Adi bakal nonjok deh kayaknya.

"Periksa aja, mumpung teman Nadia udah di sini," saran Mama.

Aku menjerit dalam hati.

Oke, semoga Mas Adi nggak pulang dalam 10 menit ke depan.

"Ya udah deh, ke ruang tamu di lantai atas aja. Nad, temenin dong."

Nadia menganggukkan kepala kemudian memanggil Dito ikut dengan kami.

Sesampainya di ruang tamu, Aku langsung mengumbar rasa kesalku.

"Nad, Kamu ih!" kesalku.

"Ada apa sih ini?"

Kami menatap Dito dan langsung bingung menjelaskannya dari arah mana.

"Mbak Nesa hamil? Eh bukannya udah cerai ya? Maaf kalau saya lancang."

"Nggak jadi cerai To, udah rujuk."

Jawaban itu seketika membuat raut wajah Dito yang ku perhatikan tampak berubah, tidak seramah seperti awal tadi.

"Beneran Mbak?" tanyanya.

Aku hanya menganggukkan kepala, untuk apa juga berbohong.

"Yang tadi itu mertuanya," tambah Nadia.

Rasanya aku ingin sekali menghentikan situasi ini. Sebentar lagi Mas Adi mungkin akan pulang.

"Ah jadi batal ya saya pedekatenya dengan Mbak Nesa."

"Maaf Dito," sahutku.

Dito tertawa.

"Nggak apa-apa kali Mbak, tenang aja, entar saya minta dikenalin sama teman-teman mbak Nadia yang lain."

Dito mengulas senyum, namun senyum itu tidak lantas langsung membuatku lega.

"Ya udah To, entar ngomong aja kalau kandungan Nesa baik-baik aja di depan para orang tua. Kamu juga nggak lagi bawa alatkan?"

Dito mengangguk.

Benar-benar situasi yang melegakan tapi tidak sepenuhnya demikian, aku masih harus segera mengusir Dito dari sini secara halus sebelum Mas Adi kembali.

***

Setelah beberapa saat akhirnya kami memutuskan turun.

"Gimana hasilnya?" tanya Mami kepo.

"Iya Gimana Nes?"

Kali ini suara Mama.

"Semuanya baik-baik saja Ma, Mi."

"Iya Tante, kandungannya cukup sehat, namun udah mulai muncul stretchmark."

Pandai sekali Dito mengarang, dia bahkan tidak memeriksa apapun dari bagian tubuhku. Lagi pula di perutku tidak muncul stretchmark.

Tuhan, ampuni kami yang suka berbohong ini.

"Bagus deh kalau gitu," tutur Mami dengan senyum sumringah.

"Eh Tante, katanya tadi ada pasien mendadak di rumah sakit. Dito kayaknya harus segera pulang," ucap Nadia dengan kerlingan mata.

"Eh iya? Ya, udah deh."

Beberapa saat kemudian Nadia dan Dito bergegas pergi dari sana. Aku mengantar Nadia dan Dito di depan gerbang. Hingga mataku melotot melihat sosok Mas Adi di sana.

Kacau.

Kacaulah dunia ini.

Mas AdiWhere stories live. Discover now