32. Lamaran Ala-Ala + Rahasia Berikutnya

88.3K 7.2K 155
                                    

Selamat sore sayang-sayangnya emak.

Apa kabar? Semoga selalu sehat ya, apalagi ditengah pandemi gini.

Ya udah pengen lanjutan kisah Mas Adi, ini emak persembahkan buat kalian sebagian ide di tengah guyuran hujan dan suhu yang dingin di kota Manado ini.

Semoga kalian terhibur ya.

Oh iya, jangan lupa tandai/komen kalau ada salah penulisan dan sebagainya berkaitan dengan isi cerita.

Jangan ragu untuk memberikan saran dan kritik ya

Selamat membaca 🤗

Setelah bernyanyi dengan suara pas-pasan yang bahkan lebih cocok menyakiti telinga, Mas Adi berhenti dan menatapku. Laki-laki itu terlihat tampan di depan sana. Namun jika kalian ada di sini dan mendengarkan suaranya aku yakin penilaian kalian tentang Mas Adi berkurang 60%.

Ya, jika kalian membayangkan suara Mas Adi seperti penyanyi Popular Indonesia sekelas Judika kalian keterlaluan. Mas Adi tidak pandai menyanyi, suaranya cenderung fals. Bahkan kalau boleh memilih aku ingin menjadi tuli sebentar.

Tapi setidaknya tidak memalukan bangetlah karena ditopang dengan wajahnya yang tampan.

"Fir, udah lama kita bersama, berbagi sayang, cinta serta rasa. Maaf membuatmu selalu terluka selama ini. Sejujurnya aku telah berusaha untuk tidak menyakitimu tapi selalu saja aku mengingkari."

Mas Adi terlihat menjeda ucapannya namun dia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun dariku yang menatapnya sedikit serius. Aku rasa dia sedang menghapal ucapan yang disalinnya dari google.

"Malam ini aku merasa sangat antusias."

"Kanesa Alfira, maukah kau menikah denganku?"

Aku terbengong, Mas Adi benar-benar melakukan sesuai keinginanku. Dia menyediakan makan malam romantis dan melamarku.

"Mas, aku nggak bisa."

Aku menjawab dengan nada iseng.

"Tidak bisa?" tanya Mas dengan tidak percaya.

"Aku lelah Mas."

"Lelah?" tanyanya lagi dengan wajah shok.

"Apa yang membuatmu lelah?"

Mas Adi bertanya dengan sangat cepat, dia tidak percaya akan mendapatkan jawaban seperti ini. Alasannya? Karena tadi aku yang meminta dilamar jadi Mas Adi pasti berpikir aku akan menjawab 'ya'.

"Aku lelah dengan hubungan ini."

Aku menunduk, mencoba menahan tawaku.

"Udah gila kamu?"

Pecahlah tawaku mendengar umpatan Mas Adi di depan sana. Bukan hanya aku yang tertawa namun orang-orang di sekitar kami juga melakukan hal demikian.

Mas Adi turun dari panggung, sementara aku belum berhenti tertawa.

"Mas, lucu kamu."

Aku memukul-mukul pundaknya sembari mengusap perut buncitku yang terasa nyeri karena terlalu banyak tertawa.

Astaga, lucu sekali ekspresi Mas Adi.

"Udah puas bikin aku malu Fir?" tanyanya dengan nada dongkol sembari menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Aku berhenti tertawa dan memasang wajah marah.

"Itu belum cukup ya Mas dengan sakit hati aku," tandasku.

Ya, memang belum cukup kan?

"Iya deh iya, makan makananmu Fir. Seharian ini kamu banyak kali kelaparan," ucapnya.

Mas AdiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang