17. Yang Sebenarnya

200K 16.7K 934
                                    

Hai.

Tiba-tiba aku dapat ide, ya udah mending di-update aja, siapa tahu aja ada yang nungguin ya kan 😂

Oke deh, selamat membaca 😊

"Kamu bukan hanya berpelukan sama Tatiana, kamu bercumbu Mas,"ucapku pada Mas Adi yang sedang berbicara.

Sepertinya aku mulai tidak peduli dengan keberadaan Mama dan Papa karena sudah terlanjur emosi.

"Nesa, pelankan nada suaramu," peringat Papa.

"Aku nggak pernah bercumbu Fir. Posisi kamu di belakang kami yang membuatnya kelihatan seperti itu."

Mata mas Adi menatap nyalang ke arahku. Laki-laki itu sepertinya tidak terima dengan tuduhanku, sama seperti pertama kali aku menuduhnya. Dia berkeras untuk tidak menceraikanku.

Aku tertawa.

"Kamu nggak punya bukti untuk meyakinkanku Mas. Sekarang pulang, aku tidak ingin kamu bertanggungjawab."

"Nesa!!"

Bukan suara Mas Adi, melainkan Mama. Sepertinya Mama dan Papa juga mulai kesal dengan tingkahku.

"Celana dalam yang kudapati di laci meja kerjamu tidak mungkin berbohong. Aku tidak pernah memilikinya Mas."

Mama dan Papa menatap dengan tidak percaya padaku yang sudah mulai kehilangan rasa malu. Biar saja semua terkuak, lagi pula Mama dan Papa juga harus tahu kegilaan yang pernah Mas Adi lakukan padaku di masa lalu.
Kulihat Mas Adi mengurut pelipisnya.

"Itu untukmu sebagai hadiah anniversary."

Mama dan Papa kembali melotot ketika mendengar ucapan Mas Adi. Aku dan Mas Adi benar-benar sudah gila.

Aku tertawa lagi.

"Kamu pikir aku percaya? Bagaimana bisa dikatakan hadiah sementara bentuknya kelihatan sedikit kusut dan sudah tidak terbungkus. Dan lagi dari sekian banyak hadiah kenapa kamu malah memilih celana dalam Mas? Kamu udah sinting."

"Mama dan Papa tinggalkan kalian untuk bicara secara pribadi. Ingat Nesa, Mama dan Papa tidak akan setuju kamu mengambil keputusaan sendiri. Pikirkan juga bayi kalian."

Mama dan Papa meninggalkan kami sendirian di ruang tamu, mungkin merasa tidak sanggup lagi mendengarkan obrolan gilaku bersama Mas Adi.

"Panjang ceritanya, aku butuh kamu untuk mendengar."

"Mendengar karangan cerita yang kamu buat Mas? Tidak, terima kasih."

"Sekarang pulanglah, aku tidak akan berubah pikiran kalau tidak ada bukti."

"Segitu tidak percayakah kamu padaku hingga meminta bukti seperti itu?"

Kulihat mata Mas Adi memerah. Aku diam tak menanggapi hingga lelaki itu mengambil tanganku dan meletakan sesuatu di atas telapak tanganku.

"Inilah yang harusnya ku berikan paginya setelah kejadian malam itu, tapi aku menunggu hingga beberapa bulan untuk menyerahkannya karena sepertinya kamu memang tidak berniat untuk mempercayaiku."

"Banyak waktu yang kita habiskan tak juga membuatmu benar-benar mengenalku Kanesa Alfira."

Aku terdiam mendengar ucapan Mas Adi.

"Tontonlah, hubungi aku kalau berubah pikiran."

Mas Adi beranjak dari sana, aku tidak menahannya karena aku memang tidak berniat melakukannya. Melihat kepergian Mas Adi, ada rasa bersalah yang menggerogoti perasaanku.

Apakah aku sudah begitu keterlaluan?

***

4 jam setelah kepergian Mas Adi, aku memberanikan diri untuk mengunci diri di dalam kamar dan menonton video yang tadi diberikan Mas Adi.

Mas AdiWhere stories live. Discover now