24. Gagal Ngambek

128K 12.1K 77
                                    

Selamat malam semua anak-anak emak.

Udah pada tidur belum? Semoga belum ya.

Ini buat kalian yang kangen sama Mas Adi dan Kanesa juga kekonyolan keluarga Tano.

Enjoy 😊

Dengan hati was-was aku tersenyum ke arah Mas Adi. Setidaknya mungkin dengan senyumanku dia sedikit luluh dan kalau mau marah pun tidak jadi.

"Mas," sapaku.

Sementara Nadia terdiam kaku. Aku tahu dia panik.

"Oh hai Nadia dan-"

Mas Adi tidak membalas sapaan ku tapi mengulurkan tangannya di depan Nadia dan Dito. Demi apapun ini sangat menegangkan. Tidak biasanya dia seperti itu, dalam bayanganku tadi ku pikir Mas Adi akan maju dan menonjok Dito tanpa bertanya dulu tujuannya ada di rumah keluargaku.

"Dito."

Dito membalas uluran tangan Mas Adi.

Dan tumbennya, Mas Adi malah mengulas senyum. Astaga ini super gila, ku pikir.

"Ah maaf saya lupa, kamu yang pernah bertemu dengan saya dan istri saat di Labuan Bajo kan?" tanya Mas Adi dengan suara yang masih sangat normal.

Tidak ada nada marah seperti biasanya.

Ku lihat Dito hanya menganggukkan kepalanya.

"Ya udah Mas, kami pami ya."

Nadia sudah langsung dengan cepat bertindak.

"Oh sudah mau pulang? Oh ya sudah, hati-hati di jalan ya," ucap Mas Adi lagi-lagi dengan senyum yang mengembang. Tak lama setelah itu Nadia benar-benar menyeret Dito pulang dari sana sebelum terjadi perang dunia.

"Mas, Aku-"

Belum selesai berucap, Mas Adi malah pergi meninggalkanku tanpa kata. Ku pastikan lelaki itu marah.

***

Saat ini kami sudah dalam perjalanan pulang ke rumah di Jakarta. Sejak pagi tadi setelah kedatangan Nadia dan Dito, Mas Adi tak pernah sekalipun membuka mulutnya, untuk bicara denganku.

Sepertinya dia mogok bicara.

"Kalian berdua kenapa sih? Diam-diam gitu, biasa udah kek mentega sama roti yang tempel-tempel juga kayak perangko."

Mami membuka suara, mungkin karena melihat situasi Aku dan Mas Adi yang bungkam sejak tadi.

"Enggak Mi."

Aku yang pertama bersuara.

"Aku lagi sariawan Mi," balas Mas Adi.

Bohong.

Dia marah padaku dan menjadikan sariawan sebagai alasan saja. Mas Adi itu bucin dan cemburuan tapi kalau sudah merajuk seperti ini akan jadi lebih menyebalkan.

"Udah dewasa lho. Mama nggak bakal ikut campur," tutur Mami sembari mengangkat tangannya ke atas memberi tahu bahwa dia tidak akan peduli dengan situasi kami saat ini.

"Yah kurang lebih begitulah Mi, kalau singa lapar yang udah dua hari nggak makan malah dikasi daging semangkuk kecil," tambah Papi.

Papa mertuaku itu kali ini seperti menjadi tukang pemanas ruangan.

"Aku bukan singa Pi," sahut Mas Adi yang mungkin merasa tersinggung.

"Ya Papi nggak ngomong kalo kamu singa kan? Kamu kan anaknya singa."

Aku menahan tawaku.

"Jadi Papi ngomong kalo Mami induknya singa?"

Papi nampak melotot dan menyadari ucapannya, sementara Mami di depan sana sudah menunjukkan tanduknya.

Mas Frangki juga terlihat menahan senyumannya.

Hanya Mas Adi saja yang masih diam bagai kanebo kering.

"Bukan begitu maksud aku Mi," rayu Papi dengan nada lembut.

"Entar malam kamu tidur di ruang kerja aja," tegas Mami.

Aku seperti sedang menonton drama rumah tangga secara langsung.

***

Nesa dan keluarga mertuanya sampai di Jakarta cukup larut, tadi sangat macet. Nesa sampai tertidur di Mobil.

"Di, istri kamu nggak usah dibangunin, diangkat aja. Toh dia juga masih kurus. Kelihatan lelah banget, lelah dalam perjalanan juga lelah ngadepin kamu yang ngambek," seru Mami ketika mobil mereka berhenti di halaman depan rumah tepat di samping garasi.

"Apaan sih Mi."

"Nggak usah nyangkal. Kamu kira Mami nggak tahu kamu ngambek gegara ada teman laki Nesa yang datang ke rumah, si dokter yang tampan."

Adi diam tak membalas ucapan ibunya.

"Kayaknya cocok sama Nesa tuh," cerocos Mami.

"Mi!" teriak Adi kesal.

Lelaki itu kesal karena ibunya selalu punya cara untuk menggoda ataupun mengejeknya.

"Ya udah sana, istrinya digendong," perintah Mami.

"Iya Mi, Iya."

Adi kemudian memutuskan untuk mengendong Nesa dan membawanya ke lantai atas tepat kamar mereka berada. Sejujurnya, Nesa memang kurus tapi beratnya dapat membuat pinggang nyeri saat menggendong. Perempuan yang tengah berbadan dua itu benar-benar luar biasa.

Saat akan meletakan perempuan itu di atas tempat tidur, Nesa malah terbangun.

"Mas," kagetnya.

Sementara Adi juga kaget dan langsung melepaskan rangkulannya hingga Nesa terduduk di atas tempat tidur.

"Tidur. Aku mau mandi," tuturnya dengan nada dingin.

"Mas, kamu marah?" tanya Nesa sembari menatap punggung Adi yang sementara hendak melepaskan pakaiannya.

"Coba kamu pikirkan sendiri," sahutnya.

Balasan itu semakin membuat Nesa yakin bahwa Adi memang sedang marah padanya.

"Dito itu teman aku Mas."

Adi berbalik dan tersenyum sinis.

"Iya tapi dia suka sama kamu. Pandangannya sama kamu itu penuh cinta."

Adi menaikan nada ucapannya.

"Tapi aku kan nggak suka Dia, Mas."

"Kamu kok makin hari cemburuannya berlebihan. Kamu tahu kan, aku cinta kamu. Ya mana mungkin aku ada main sama laki-laki lain. Kamu nggak percaya sama aku?"

Nesa juga menaikan nada ucapannya.

"Aku percaya kamu. Tapi aku nggak percaya sama laki-laki lain."

Adi berbalik lagi dan melanjutkan langkahnya yang hendak ke kamar mandi. Meninggalkan Nesa sendirian yang menggerutu kesal.

***

Selesai membersihkan diri Adi keluar dari kamar dengan kepala yang terasa dingin dan kesal yang berkurang.

Hingga matanya dibuat melotot dengan pandangan yang ada di depannya. Tadinya dia pikir saat keluar dari kamar mandi dia akan menemukan istrinya sudah tertidur pulas di atas tempat tidur, atau paling tidak sedang memainkan ponsel. Namun pandangan di depannya itu jauh berbeda dengan apa yang dia bayangkan. Sungguh di luar ekspetasinya.

"Kamu ngapain pakai begituan?" tanya Adi dengan wajah shock.

Bagaimana dia tidak shok sekarang di depannya ada Nesa sang istri yang memakai pakaian tidur super sexy entah apa tujuannya. Tapi Adi tahu ini sangat menggoda iman. Oke, Adi itu laki-laki super normal. Namanya juga singa, diberikan daging segar yang tentu tidak akan menolak.

Tapi posisinya sekarang dia lagi dalam mode ngambek. Pilihannya, berhenti atau melanjutkan.

"Lagi pengen aja, kenapa sih Mas? Kamu risih? Kalau gitu tidur di ruang kerja sana temenin Papi."

Adi menghela napas.

"Kamu emang nyari mati ya? Oke aku berhenti ngambek tapi gantinya kamu harus temenin begadang."

Adi menyerah dengan rasa kesalnya, dia tidak bisa melakukan itu saat ini dengan penampilan sang istri yang menggoda iman.

Mas AdiWhere stories live. Discover now