13. Sebuah Nyawa

207K 19.2K 172
                                    

1 bulan kemudian.

Sudah sebulan aku berada di Bandung dan semuanya berjalan cukup lancar. Aku juga masih sering berkomunikasi dengan anak-anak kantor, Mami, Papi dan Gisha. Tapi tidak dengan Mas Adi, lelaki itu sudah ku blokir nomor ponselnya karena sejak pulang dari Labuan Bajo, lelaki itu terus menghubungiku tiada henti.

Aku cukup bersemangat menjalani kehidupan di sini tanpa ada yang berpontensi menyakitiku. Namun akhir- akhir aku merasa begitu lelah, padahal kerjaku tidaklah terlalu berat. Aku hanya memantau kelacaran toko roti papa yang ada di daerah Bandung.

Aku merasa perutku bergejolak dan dengan cepat aku berlari memasuki kamar mandi yang ada di kamarku. Aku muntah di atas wastafel, namun yang kumuntahkan hanyalah air. Mungkin aku sedang masuk angin? Tapi semalaman aku bahkan tak menyalakan AC. Siklus muntahku juga hanya pagi hari.

Tunggu.

Aku menatap wajahku di depan cermin dan mulai panik. Tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin hamil kan? Astaga. Aku semakin panik karena menyadari bahwa setelah hari itu aku bahkan tak meminum apapun untuk mencegah kehamilan. Bukannya tidak ingin tapi benar-benar melupakannya.

My god! Apa yang harus kulakukan kalau aku benar-benar hamil? Sebelum pikiranku semakin tidak tenang aku harus pergi membeli testpack, ya aku harus membelinya. Siapa tahu aku memang hanya tidak enak badan atau sakit biasa.

***

Setelah membuat alasan yang tepat untuk keluar rumah, aku memberanikan diri untuk pergi ke apotek yang cukup jauh dari tempat tinggalku. Alasan membelinya di tempat yang jauh agar tidak ada orang yang mengenaliku, untuk sekarang cukup aku sendiri yang tahu.

Mengabaikan pandangan aneh pejaga tokoh, aku menyebutkan beberapa merek testpack yang ku ketahui.

"Berapa semuanya?"tanyaku.

"Rp115.000, sudah ada 5 testpack kak," jawab sang penjaga apotek.

Aku menganggukkan kepala lalu mengambil uang dari dompet dan membayarnya. Setelah itu aku pergi ke salah satu supermarket yang ada di dekat sana sekadar membeli sesuatu agar ketika pulang tidak terlalu aneh.

"Hai Nes," sapa seseorang ketika aku baru saja mengganti sepatuku dengan sandal rumah.

"Halo Nad," teriakku antusias saat menyadari keberadaan sepupuku itu di dalam rumahku.

"Pelan-pelan say, aku lagi hamil," sahutnya dengan wajah sedikit panik karena aku memang memeluknya dengan kencang.

Setelah mendengar ucapannya aku langsung bergegas melepaskan pelukanku.

"Wah gila hamil anak ketiga?" tanyaku tak percaya.

Perempuan itu hanya mengulas senyum untuk menanggapi ucapanku. Oh iya, Nadia ini sudah menikah sejak lima tahun lalu bersama sang kekasih yang sudah dipacarinya sejak masa SMA. Dia sudah punya 2 anak, eh sudah mau 3. Anak pertama kembar cowok dan entah yang diperut sekarang jenis kelaminnya apa aku sendiri tidak tahu. Mendapatkan informasinya sedang hamil saja baru hari ini.

"Eh sudah pulang kamu."

Mama dari arah dapur membawa nampan berisi teh dan camilan. Sementara itu aku menarik Nadia duduk, sementara kedua anak kembarnya malah langsung berlari ke arah kolam ikan Papa. Mereka suka sekali ke sana.

Mas AdiWhere stories live. Discover now