31. Menebus Dosa

87.4K 6.5K 68
                                    

Selamat sore.

Gimana hari kalian?

Di Manado seharian hujan, emak mager dan lebih banyak mengantuk daripada mendapatkan ide.

Tapi karena ingat kalian yang selalu menunggu, emak coba kembangkan idenya.

Semoga episode kali ini tetap menghibur ya.

Oh iya, tolong tandai kalau ada penulisan yang salah ya.

Selamat membaca 😊

"Aduh kenyang banget," seruku sembari mengusap-usap perutku yang buncit.

Sementara Mas Adi menatapku tanpa berkedip. Ya, kami baru saja selesai makan siang. Makan, makanan yang kubawa tadi.

"Katanya mau bawain aku makanan, kok malah kamu yang makan semuanya Fir?" tanyanya dengan nada tidak percaya.

Oh oke, akan aku ceritakan sedikit.

Di tengah perdebatan kami aku mengalami kelaparan, jadi aku putuskan menghentikan sebentar perdebatan kami untuk makan siang. Saking laparnya aku bahkan hanya memberi nasi dan lauk pada Mas Adi sebanyak dua sendok sementara yang lain kuhabiskan sendiri.

Aku tertawa jahat dalam hati.

Biarkan laki-laki itu kelaparan. Salahnya mengajak singa lapar untuk beradu mulut. Lagi pula dia pasti sudah kenyang.

"Kamu kan udah kenyang ngobrol sama mantan kan Mas, jadi makanannya untuk aku sama dedek bayi aja," tandasku dengan nada super emosi.

"Ya udah, aku pasrah yang penting kamu dan anak kita kenyang," balas Mas Adi.

Aku kembali tertawa jahat dalam hati. Senang sekali ya memarahi suami sendiri.

"Kamu harus rasain kemarahanku hari ini Mas." seruku dengan mata tajam.

Aku berdiri dan menghampiri Mas Adi yang bingung apa yang akan aku lakukan.

"Kamu mau KDRT Fir?" tanya Mas Adi dengan nada was-was.

Aku memasang senyum tipis.

"Iya Mas, aku mukulin kamu sampai tuli."

Kuarahkan jari-jariku ke kepala Mas Adi dan menarik-narik rambutnya hingga aku merasakan ada beberapa helai yang terbawa oleh jariku. Astaga kasihan, tapi ini menyenangkan. Aku tidak bisa menghentikannya.

"Fira!"

Mas Adi berteriak dengan wajah kesakitan.

Bukan lagi menjambak, aku malah sudah memukul dengan telapak tangan. Memukul ke sembarang arah, yang pasti aku tahu pukulan itu mengenai wajah Mas Adi.

"Tahan pukulan kamu Fir, aku bisa jelaskan," sahut Mas Adi.

Lelaki itu itu mencoba mengangkat tangannya dan mencoba menahan amarahku yang sudah meledak-ledak.

Astaga, kalau kalian boleh membayangkan. Aku sudah seperti sapi gila yang tidak terima menjadi bahan kurban.

"Aw Fir, rambutku," raung Mas Adi.

"Sayang, hidungku!" teriaknya lagi.

Setelah berhasil melampiaskan amarahku, aku berhenti dan mengatur nafas yang tidak beraturan. Ternyata memukuli suami itu menyenangkan dan melelahkan di saat bersamaan.

""Fir udah ya, aku minta maaf, nggak bakal ngulangin deh," sahut Mas Adi dengan nada lemah.

"Iya aku maafin, tapi ada syaratnya."

Mas AdiWhere stories live. Discover now