8. Margarita

194K 18.9K 354
                                    

Halo selamat malam, udah sampai ke bagian 8. Sampai sini gimana tanggapan kalian sama cerita ini?

Bagus?
Biasa aja?
Nggak suka?

Silakan memberikan komentar ya, emak suka banget kalau ada memberi kritik dan saran 😊

Oke deh, selamat membaca 🤗

Seharian menjelajahi indahnya pulau Komodo tidak lantas membuat pikiranku nyaman, tentram dan senang. Ya, masalahnya karena keberadaan Mas Adi di sekitarku.

Lelaki menyebalkan itu terus mengikutiku dengan alasan bahwa dia juga datang berlibur di sini. Dari sekian banyak tempat di Indonesia kenapa dia malah memilih pulau Komodo juga sebagai destinasi liburan?

Lagi pula kenapa dia malah liburan di sini sementara pekerjaannya di kantor sangat banyak. Oh aku sadar, kantor itu miliknya jadi dia bisa saja menciptakan hari liburannya sendiri. Toh siapa yang melarang, tidak ada.

Oh, rasanya aku ingin gila.

Bermaksud liburan untuk menghilangkan stress, aku malah semakin merasa frustrasi. Aku tidak tahu apa yang menjadi tujuan utamanya datang ke sini, tapi aku berharap kalau itu bukan karena aku. Kami sudah bercerai sejak 2 bulan yang lalu. Saat aku memilih untuk pergi ke Bali untuk menjernikan pikiranku pengacaraku yang mengurus semuanya.

Saat itulah aku mereka kehilangan segalanya, anak, suami dan kedudukanku sebagai seorang istri. Tapi aku mencoba untuk lebih tegar dengan mengatakan pada diriku bahwa Aku dan Mas Adi memang tidaklah berjodoh.

***

Setelah membersihkan diri, aku keluar dari kamar hotel kemudian naik ke lantai paling atas bermaksud menikmati langit malam di Labuan Bajo. Hotel tempatku menginap memiliki 6 lantai, lantai atasnya didesain terbuka alias tanpa atap dengan mini bar yang siap memanjakan lidah bagi mereka para penikmat alkohol. Namun kalian juga bisa menikmati langit malam tanpa alkohol karena ada minuman lain yang tidak mengandung alkohol alias minuman yang lebih waras.

Aku duduk di salah satu kursi tepat di depan seorang pelayan perempuan.

"Pesan apa?" tanyanya.

Aku sendiri bingung mau pesan apa, aku bukan seorang penikmat alkohol makanya tidak tahu apa yang harus ku minum. Namun aku juga bukan tidak pernah meminum alkohol. Beberapa kali aku mencoba Wiski dan Wine di beberapa acara. Hanya sekadar mencicipi tidak sampai seteguk karena rasanya yang tidak dapat diterima oleh lidahku.

"Saya pesan yang biasa di pesan wanita," ucapku setelah memikirkan jawaban yang tepat.

"Siap Mbak," seru pelayan itu dengan nada semangat.

Tak lama kemudian pelayan itu menyajikan di depanku segelas minuman yang tidak kuketahui apa namanya namun dia berwarna sedikit kuning. Dalam hati aku memohon agar kadar alkoholnya tidak terlalu tinggi.

"Silakan menikmati "

Ku angkat gelas berkaki itu dan mencicipinya sedikit, aku hanya membasahi ujung bibirku. Hal itu kulakukan untuk mencoba mengetahui rasa minuman itu. Dan rasanya enak. Tidak seperti beberapa minuman yang sudah pernah kucicipi, kali ini berbeda, tidak ada rasa pahitnya sama sekali.

"Permisi, minuman ini apa namanya?" tanyaku pada pelayan yang tadi.

"Oh, Margarita Mbak," jawabnya ramah.

Margarita, aku belum pernah dengan namanya. Baru saja aku akan bertanya kadar alkoholnya, pelayan perempuan itu sudah berlalu mengantarkan pesanan minuman untuk beberapa orang yang duduk di taman hotel di belakangku.

Sudahlah, yang pastinya ini adalah salah satu jenis minuman keras.

Aku meneguk beberapa kali, sampai tidak terasa minuman itu telah tandas. Karena rasanya yang unik dan enak, aku memesan segelas lagi. Aku bebas, di sini tidak ada mama dan papa yang melarang apalagi Mas Adi, si mantan suamiku yang super marah kalau tahu aku minum alkohol.

Eh, kenapa aku malah membahas lelaki itu?

"Mbak, satu lagi," seruku untuk gelas ketiga.

Meskipun aku merasa kepala sudah sedikit pusing namun rasa enak pada minuman itu membuatku ketagihan mencobanya.

Pelayan itu tersenyum dan memberiku lagi minuman yang tadinya dia bilang bernama Margarita.

Belum sampai gelas itu menyentuh bibirku, sudah ada tangan lain yang meraihnya terlebih dahulu. Aku langsung menoleh kesal, ingin mengumpat namun tertahan di tenggorokanku saat melihat siapa pelakunya.

"Aku udah pernah bilang jangan minum Fira, Kamu itu perempuan," sahutnya penuh penekanan.

Aku menatap remeh lalu berucap, "Memangnya ada larangan perempuan minum alkohol?"

Mendengar ucapanku, mata Mas Adi semakin menajam.

"Kamu mabuk, kembali ke kamar," teriaknya sembari menarik kasar kedua tanganku yang langsung saja ku tepis.

"Jangan sentuh saya, saya masih ingin Margarita."

"Balik ke kamar."

"Berhenti mengurus urusan saya, Bapak Refaldi Tano yang terhormat."

Bukannya pergi, namun yang dilakukannya adalah tanpa aba-aba, Mas Adi malah menggendongku dipundaknya layaknya dengan memikul beras sekarung. Sepanjang jalan aku memukul-mukul pundaknya dan meminta untuk diturunkan namun bukan Mas Adi kalau sampai dia menuruti ucapanku. Entah dari mana Mas Adi tahu dengan kamar hotelku dan dari mana dia menemukan kunci hotelnya namun yang pasti sekarang lelaki itu sudah menurunkanku di atas tempat tidur.

"Tidur," perintahnya.

Dia pikir aku ini anak kecil yang harus diperintah sana sini untuk tidur.

"Keluar!" usirku.

Kepalaku semakin berdenyut dan aku ingin muntah. Aku menutup mulutku sambil menunjuk pintu keluar berharap setelah itu Mas Adi mengerti dan segera keluar dari kamar hotelku.

Bukannya keluar Mas adi malah menuntunku menuju toilet dan berhenti di depan wastafel.

"Muntahlah," perintahnya.

Sebenarnya tanpa dimintapun aku sudah pasti akan muntah sekarang karena ada sesuatu di dalam perutku yang membuatnya bergejolak.

Margarita sialan! Manisnya cuma di awal saja.

***

Setelah kusiram kepalaku dengan air dingin, rasanya sudah mulai lumayan segar, tidak ada lagi rasa pusing dan semacamnya.

"Aku udah ngomong untuk keluar dari sini sejak tadi."

Keluar dari kamar mandi aku bahkan masih melihat batang hidung Mas Adi. Lelaki itu duduk di pinggiran kasur dengan ponselnya di tangannya.

"Kamu sudah baikan?"

Mengabaikan ucapanku, lelaki itu mulai bertanya.

"Sudah dan silakan pergi," seruku.

Bukannya pergi, Mas adi malah berdiri mendekatiku.

"Kalau aku cium kamu sekarang, apa kamu akan marah?"

Aku melotot mendengar pertanyaanya namun belum sempat membalas lelaki itu sudah mendorongku bersandar dinding dan memangut bibirku.

Aku terkejut, diam dan tidak melakukan apa-apa. Hingga akhirnya aku sadar akan kegilaan yang coba dilakukan Mas Adi. Aku mendorong tubuh tegapnya dengan sekuat tenaga namun lelaki itu malah semakin menghimpitku ke dinding.

"Saya bakal melakukan apa yang ingin saya lakukan Fira dan kamu tidak akan bisa menghentikannya," bisiknya penuh penekanan.

Dan setelahnya aku bahkan tak bisa menolak lagi.

Aku wanita payah yang cepat luluh hanya karena sebuah ciuman. Sialan.

Mas AdiWhere stories live. Discover now