36 - Musibah

2.3K 319 5
                                    

Katakan jika hari ini Yuta dilanda apes, karena siang ini di bawah terik sinar matahari Yuta harus berdiri di tengah lapangan untuk memberi mandor untuk pekerja di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Katakan jika hari ini Yuta dilanda apes, karena siang ini di bawah terik sinar matahari Yuta harus berdiri di tengah lapangan untuk memberi mandor untuk pekerja di sana. Bukan karena Yuta takut gosong, tapi yang menjengkelkan ialah, ia harus kembali ke rumah untuk mengambil berkas proyeknya yang ketinggalan. Sialun memang. Padahal jelas-jelas tadi pagi Yuta sudah menyiapkannya di meja, tapi kenapa bisa lupa untuk membawanya? Sudah lah mungkin faktor u.

Dan berakhir lah Yuta ngebut menggunakan motornya untuk sampai ke rumah. Sebenarnya ia bisa saja meminta Pak Kiko untuk mengantarnya, tapi Yuta merasa tidak enak untuk menyuruhnya Pak Kiko, karena baru minggu lalu security rumah Ole itu jatuh dari pohon mangga, hingga membuat kaki kanan Pak Kiko keseleo parah. Yuta yang berhati baik ini tentu tidak tega dong, menyuruh Pak Kiko untuk datang membawa motor deengan kondisi seperti itu? Jadi, ya sudah, Yuta memutuskan untuk mandiri mengambil barangnya sendiri.

Sampai di rumah, Yuta hanya mendapati kosong. Tidak ada Ole karena wanita itu sedang pergi ke notaris untuk mengurus akta tanah, juga tidak ada Bik Minah karena si Bibik sedang ijin pulang karena anaknya melahirkan. Maka hanya ada Yuta seorang di rumah dan Pak Kiko di luar. Yuta belum berpikir jika Dale pun ada di rumah, karena ia mengira jika pria itu ikut dengan Ole.

Yuta sudah mendapatkan barang yang ia cari dan hendak segera meluncur menuju lokasi lagi, tetapi ada sesuatu yang membuat niat Yuta tertunda untuk keluar rumah. Saat langkah kakinya melewati kamar Dale, Yuta sedikit menemukan kejanggalan di mana pintu kamar Dale tidak sepeunuhnya tertutup, hingga Yuta masih bisa melihat sedikit ruangan di balik pintu itu.

Niat Yuta hanya ingin menutup pintu kamar papa mertuanya, mengingat jika Dale tidak suka jika kamarnya terbuka walau sedikit saja. Dan saat Yuta sudah sampai, hendak menarik handle pintu untuk ia tutup, seketika pandangan Yuta berhenti saat melihat keadaan kamar Dale yang jauh dari apa yang diduga.

Yuta syok berat sekaligus sangat terkejut saat melihat Dale sudah terkapar tidak berdaya di lantai kamar. Pria itu langsung masuk dan menghampiri Dale di sana. Dengan tingkat kecemasan tinggi, Yuta masih sempat memeriksa denyut jantung serta nafas Dale. Bersyukur lah pria itu masih bernafas, hingga Yuta bisa membawa Dale menuju rumah sakit.

***

Tidak ada yang bisa mencegah bagaimana cemasnya Ole saat ini. Wanita itu benar-benar meninggalkan segala pekerjaannya di saat mendapatkan telepon dari Yuta yang mengatakan Dale sedang berada di rumah sakit.

Pikiran Ole benar-benar kacau saat ini. Kakinya berlari cepat menuju ruang ICU yang mana di sana sudah ada Yuta dan juga Pak Kiko. Ole langsung meyakini jika papanya sedang berada di dalam ruangan itu sekarang.

"Le," panggil Yuta seakan menyambar wanita itu dengan pelukan guna menenangkan Ole yang diyakini sedang terguncang hebat saat ini.

"Papa kenapa, Yut?" lirih Ole masih setia memandang pintu ICU yang tertutup rapat di sana.

Yuta tahu jika menjelaskan hal ini pada Ole sekarang, sama saja akan membuat wanita itu semakin cemas berlebihan. Oleh karena itu Yuta memilih untuk membuat Ole setidaknya tenang hingga dokter yang menangani Dale keluar.

"Kita duduk dulu sambil nunggu dokter ya, Le."

"Tapi Papa baik-baik aja, 'kan, Yut?" sergah Ole sebelum Yuta menariknya untuk duduk bersama. Terlihat sekali, jika Ole sangat ingin tahu bagaimana kondisi terakhir Dale, hingga membuat Yuta menarik nafas panjang.

"Yut..."

Mata Ole mulai memerah serta mengeluarkan air mata sembari menunggu Yuta untuk membuka suara lagi.

"Papa kenapa—"

"Tumor otak, Le."

Yuta menyela dengan cepat hingga berhasil membuat Ole mematung hebat di sana. Bersamaan dengan jantungnya yang seakan berhenti sedetik saat mengetahui suatu fakta yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.

"Lima tahun. Sudah lima tahun, Papa nyembunyiin penyakit itu dari kamu."

Semakin membuat Ole tidak bisa menahan dirinya untuk tidak terjatuh jika Yuta tidak segera menahan tubuh wanita itu. Ole hanya bisa diam beserta air matanya yang meluncur bebas melewati wajahnya.

Sementara Yuta, tidak lagi mengatakan apa-apa. Cukup sudah ia melihat reaksi Ole yang sangat membuatnya sedih, hingga Yuta hanya bisa memeluk wanita itu dengan erat.

"Maafin aku karena telah nyembunyiin ini dari kamu, Le. Maafin aku."

***

Yuta dan Ole sudah bertemu dengan dokter di mana keduanya langsung diarahkan menuju ruang dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi Dale.

Dokter bilang, segera harus dilakukan tindakan operasi karena tumor yang ada di dalam otak Dale, adalah sejenis tumor ganas yang tidak bisa lagi disembuhkan melalui pengobatan beruntun. Perlu adanya tindakan cepat untuk mengangkat tumor itu sebelum meluas ke jaringan otak yang akan semakin memperparah kondisi Dale. Dan dokter, harus meminta persetujuan dari Ole sekarang.

Jika Ole menyetujui, makan proses operasi akan segera dilakukan tanpa harus menunggu jadwal lagi. Namun, proses operasi tidak sepenuhnya bisa dikatakan berhasil. Ada hal-hal yang menjadi risiko jikalau Ole menyetujui operasi tersebut.

"Risiko terberatnya, akan terjadi infeksi dan pendarahan. Dan tumor Papa kamu, terletak di bagian yang berdekatan dengan saraf mata, hingga sewaktu-waktu bisa menimbulkan kebutaan."

Ole tidak tahu apakah pilihannya ini sudah benar atau tidak. Yang menjadi fokus utamanya adalah keselamatan Dale, namun jikalau begitu, tetap ada risiko dari pilihannya. Dan risiko berat itu pun juga berpengaruh untuk hidup Dale.

Kini Ole sedang duduk bersama Yuta di ruang tunggu ruangan operasi. Operasi akan dilakukan satu jam lagi, dan keduanya sudah setia menunggu hingga operasi itu selesai.

"Jadi, Papa nyimpen rasa sakit itu sendiri, ya, Yut?" guman Ole sambil menatap kosong pemandangan di depannya.

Yuta hanya diam mendengarkan. Bahkan saat ini Yuta tidak tahu harus berbicara apa karena merasa sangat bersalah pada Ole.

"Aku gak nyangka kalau Papa bisa nyembunyiin rasa sakitnya selama itu dari aku." Wanita itu kembali melanjutkan dengan suara bergetar tentunya. "Dan bodohnya aku, sebagai anaknya gak pernah sadar sama sekali," lanjut Ole dengan nada getir di sana.

Kemudian Ole menoleh pada Yuta dengan tatapan pedih di sana.

"Kenapa kamu yang harus tau lebih dulu tentang penyakit papa daripada aku, Yut? Kenapa kau gak bilang sama aku?"

Yuta tahu pertanyaan itu adalah bentuk kekecewaan dari Ole yang mana merasa Yuta telah menutupi sesuatu yang harusnya Ole ketahui. Maka dari itu, Yuta tidak akan panjang lebar untuk menjelaskan atau sekedar memberi sanggahan.

Ole yang kembali menunduk itu hanya terisak pelan sambil meremas tangannya erat. Tubuhnya bergetar hebat, menandakan jika tekanan batin Ole ikut terguncang hebat. Tangisan Ole tidak sekeras biasanya, namun bisa dipastikan jika tangisan ini jauh lebih menyakitkan daripada tangisnya biasa.

"Le," guman Yuta tidak sanggup melihat Ole dalam keadaan seperti ini. Pria itu segera menarik wanita itu masuk ke dalam pelukannya, membiarkan tangisan Ole semakin pecah di sana.

"A-aku takut kalau papa gak selamat, Yut. Aku takut papa ninggalin aku."

Ya. Rasa ketakutakan itu pun juga dirasakan Yuta. Mereka sangat takut untuk kehilangan Dale. Kehilangan orang tua yang paling mereka sayangi. Seseorang yang paling berarti dalam hidup mereka.

Bersambung

Baby Maybe ✔️Where stories live. Discover now