05

4.7K 389 52
                                    

***

Setelah sadar dari pingsannya di samping Rendra sudah terdapat Xavier dan Renza. Sedangkan untuk Astar dan Kara keduannya di suruh pulang oleh Xavier karena hari sudah semakin malam dan mereka paginya harus berangkat sekolah.

Rendra menoleh ke arah Renza yang menatapnya dengan khawatir. "Abang," gumam Renza dengan suara pelan.

Karena tidak mau terus membuat adiknya khawatir, Rendra merubah posisi menjadi duduk yang untungnya punggung tangan Rendra tidak di infus itu artinya tidak ada hal yang buruk yang terjadi pada tubuh.

"Om, aku bisa pulang langsung?" tanya Rendra langsung diangguki Xavier.

"Tapi lo beneran gak papa, Bang? Lo kok bisa keluar rumah sih lo gak izin gua tau-tau ada yang ngabarin gua lo pingsan dan dibawa kerumah sakit. Lo kenapa sih selalu bikin gua khawatir," cerocos Renza.

"Iya-iya maaf." Xavier tersenyum tipis melihat kedua anak kembar dari anak sahabatnya. Bisa Xavier lihat bahwa si sulung lebih seperti Papahnya, sedangkan si bungsu sudah jelas kepada Mamahnya.

"Kamu bisa pulang, Bang. Mau pulang sekarang?"

"Mau, Om."

Setelah membereskan adminitrasinya. Xavier, Rendra dan Renza langsung jalan ke arah pulang dengan posisi Xavier yang menyetir dan si kembar yang berada di belakang, Xavier sudah seperti supirnya mereka saja.

Dari tadi mulut Renza tidak pernah berhenti mengoceh dan terus menanyakan apa aja yang terjadi sebelumnya. "Abang tapi lo beneran gak papa, kan?" tanya Renza yang entah sudah keberapa kali pertanyaan itu keluar dari mulut Renza.

"Gak papa, Ren. Kalem," balas Rendra. Dalam hati kecil Rendra ada kekesalan kenapa ia terus memaksakan dirinya untuk bermain futsal tadi padahal sudah dari awal ia merasa ada yang tidak beres yang dirasakan tubuhnya. Itu hanya penyesalan kecil untuk Rendra, karena ujungnya Rendra tidak pernah kapok.

"Gak papa-gak papa gimana sih, Bang? Lo tuh pingsan tau gak. Coba sekarang jawab pertanyaan Ade, bulan ini udah keberapa kalinya Abang pingsan-pingsan gak jelas kayak gini?" tanya Renza walau pun seperti itu Rendra tahu adiknya itu sangat khawatir.

Renza tidak pernah capek memperhatikannya. "Masa-masanya lagi down aja tubuh gua, Ren. Kata yang meriksa juga tadi gak papa, kan, Om?" tanya Rendra beralih kepada Xavier.

Di sela-sela menyetirnya Xavier mengangguk. "Iya, De. Rendra gak papa, kata Dokternya juga cuma kecapean doang," ucap Xavier membantu agar Renza tidak terlalu khawatir.

"Ta-pi--

"Iya Om tahu Ade khawatir sama Abang, ya? Itu wajar tapi Ade udah lihat sendiri Abangnya gak kenapa-kenapa, kan?" sambung Xavier lagi.

Renza mengangguk pelan. Renza berusaha untuk mengurangi rasa khawatirnya kepada Rendra, walau sebenarnya hatinya menolak.

"Malam ini Ade tidur sama Abang!" ucap Renza dengan nada yang tidak mau di bantah.

"Om, Om gak bilang Papah, kan?" Xavier menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Rendra.

"Om gak bilang karena gak ada keputusan dari kamu atau pun dari Renza."

"Iya betul tuh lagian buat apa bilang Papah orang Papah ngurusin Om Rasen terus padahal Om Rasen udah tua kenapa gak cari istri aja kawin dah sono biar gak ngerepotin Papahnya Ade," cerocos Renza.

"Kamu tahu gak? Kamu tuh kayak Mamah Nei banget, De," kekeh Xavier.

"Gini nih ekspresi kamu mirip banget kayak dulu Mamah Nei ngerocos karena Papah kalian ngurusin proposal Osis terus."

Narendra | Versi II EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang