46

3.1K 299 47
                                    

Rendra tertawa pelan mendengar perkataan Xavier. "Emang kapan Om aku bersembunyi di punggung orang tua?" tanya Rendra.

"Selama ini aku pernah menceritakan apapun yang Om Sapi lakukan sama aku, karena aku masih menghargai Om sebagai sahabat Papah."

"Om gak perduli, Ndra. Mau kamu cerita atau enggakpun tetap saja Rezka tahu kan? Itu sama aja kamu berlindung di punggung dia, kamu itu sudah dewasa kenapa gak coba memperbaiki diri sendiri menjadi lebih baik." Rendra menganggukan kepalanya mengerti.

"Lebih baik apa yang di maksud Om? Saya tidak seburuk itu, Om. Hanya saja pandangan Om terlalu buruk kepada saya, itu yang membuat Om sangat ambis membuat saya jauh lebih baik dari siapapun."

"Kamu pikir jika Om tidak seperti ini Om rela memberikan anak bungsu Om kepada laki-laki seperti kamu? Yang tidak mempunyai tujuan hidup, selalu bermain-main, tidak mempunyai hal yang bisa membanggakan. Mau bagaimana kelanjutan keluarga Om jika masuknya kamu ke dalam keluarga kami? Sebelum ketakutan Om terjadi lebih baik Om menguatkan mental kamu agar kamu bisa berubah menjadi seperti apa yang Om mau, seperti itu lah syarat jika kamu ingin bersama anaka Om."

Rendra menganggukan kepalanya. Sebenarnya Rendra sangat paham mengapa selama ini Xaver bersikap seperti ini. Tetapi apa tidak kejauhan? Apa Xavier tidak memikirkan perasaannya jika terus menerus memerima perkataan jelek tentang dirinya.

"Tidak bisa bicara kan kamu? Karena apa yang Om sebutkan selama ini adalah kebenaran."

"Iya, Om," balas Rendra dengan lapang dada.

"Jika kamu tidak sanggup maka lepaskan saja Velly dia berhak mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari kamu. Itu lah rasa sayang yang bisa kamu buktikan, kamu juga tahu kan jika cinta gak harus memiliki. Jadi Om mohon sudahi saja hubungan mu dengan anak Om."

Rendra tida mengubris, hatinya sakit jika harus melepaskan Velly di saat-saat seperti ini.

"Ada apa?" tanya seseorang yang tidak lain adalah Rezka dengan tampang datarnya.

"Nggak ada apa-apa, Pah."

Rezka menatap Xavier dengan tajam.

Rezka hanya takut sahabatnya itu terus-menerus berbicara hal buruk kepada Rendra. Rendra memasang senyumnya agar tidak terlihat menyedihkan di depan sang papah.

"Gak ada kok, Pah. Tadi aku nyapa singkat aja, sama minta maaf karena udah bawa Velly pulang malam," ucap Rendra.

Bohong. Rendra berbohong. Karena nyatanya Xavier memintanya untuk menyelesaikan hubungannya dengan Velly secepat mungkin.

"Om permisi, duluan, Rez." Xavier kembali masuk ke dalam rumahnya enggan berhadapan dengan Rezka.

Rezka hanya berdecak kesal melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Kamu jangan terus-menerus bohong sama Papag dong, Bang. Kamu belum ngerti juga bertapa Papah merasakan penyesalan---

"Papah biasa aja, aku gak papa. Laki mentalnya kan harus kuat, oh iya Astar sama Kara mau nginep nanti suruh ke kamar aku aja ya, Pah," ucap Rendra.

"Udah jam sebelas---

"Soalnya tadi mereka futsal dulu terus pulangnya mau kesini." Rezka menganggukan kepalanya, Rezka memang tidak pernah menahan Rendra untuk berteman dengan siapapun.

"Oh iya sama Byan juga," sambung Rendra.

"Byan bukannya teman ade mu ya?" Rendra mengangguk.

"Kita satu tongkrongan, Pah. Teman aku teman ade teman ade ya temen aku juga."

Rezka mengerti. "Abang.."

Rendra menoleh setelah melepaskan sepatunya. "Iya, Pah?"

"Kalau Papah minta kamu putusin Velly demi kamu sendiri, kamu mau gak?" tanya Rezka berbicara dengan hati-hati.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now