38

3K 350 66
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Renza dan Velly ke Surabaya untuk melaksanakan olimpiade nasionalnya. Di kamar Renza, Neira sedang mempersiapkan apa saja yang akan di bawa oleh Renza sekaligus Neira yang akan mendampingi Renza dan Velly di sana, walau sebenarnya ada beberapa Guru juga yang ikut serta menjadi pembimbing mereka berdua.

"Mamah emang Abang beneran gak bisa ikut?" tanya Renza walaupun sedang kesal-kesalan dengan Rendra tetap saja Renza mengharapkan Rendra ikut menemaninya ke Surabaya.

Neira menggelengkan kepalanya. "Abangnya aja masih suka demam mendadak, De. Takut nya di bawa pergi-pergi ngedrop lagi," tukas Neira memasukan baju ganti Renza ke dalam koper.

"Terus Papah?"

"Papah sama Abang di sini."

"Kirain Papah mau ikut lihat Ade olimpiade padahal kan Papah yanh antusias banget sama olimpiade Ade," kata Renza yang memang benar.

"Papah kan harus kerja, banyak pasien yang sangat membutuhkan Papah lagian kan Ade sama Mamah kalau Om Sapi gak terlalu sibuk dia pasti nyusul."

Renza menghela nafas pelan. "Yaudah deh kalau gitu," balas Renza membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya membiarkan Neira membereskan barang bawaannya sendiri lagian ketika Renza mau membantu Neira tidak memperbolehkan.

"Ade punya tas kecil, kan?"

"Ade punya, Mamah."

"Isi buat obat-obatan ya?" Renza membalasnya dengan deheman singkat. Obat-obatan selalu menjadi yang pertama harus Renza bawa kemana-mana karena jika tidak akan kesusahan.

"Ade kok sekarang jarang ngobrol sama Abang?" tanya Neira menanyakan hal yang beberapa minggu ini bersarang di kepalanya.

"Abang kan kemarin-kemarin masih sakit, Papah suka larang Ade buat terus deketan sama Abang katanya takut Ade juga sakit. Kalau sekarang-sekarang Ade lagi sibuk belajar dan Abang juga kan di kamar terus jarang keluar," tukas Renza yang sebagian adalah alibi.

"Yaudah. Udah jam delapan mending Ade bobo lebih awal karena besok kita berangkat subuh," kata Neira. Renza mengangguk dan mengambil selimutnya untuk membungkus tubuhnya, malam ini memang terasa dingin dari malam-malam biasanya.

Neira hanya tersenyum bangga kepada Renza yang senantiasa mudah menurut, sifat kekanak-kanankan Renza memang terkadang di salah artikan oleh orang lain. Walau pun begitu Neira tetap menyayanyi anaknya dengan sangat-sangat.

"Mamah gak papa beres-beres sendiri?" tanya Renza sebelum memejamkan matanya.

"Gak papa, Ade. Oh iya sebelumnya Mamah mau nanya dulu tas yang kecil itu Ade simpen dimana?"

"Di kamar Abang, tanya aja ke Abang soalnya suka Abang pake." Neira mengangguk.

"Oke. Ade selamat tidur, ya? Tidur yang nyenyak," kata Neira.

"Makasih, Mah. Ade sayang Mamah."

"Mamah lebih-lebih sayang Ade."

Selang tiga puluh menit sudah tidak ada suara dari Renza, Neira menghela nafas lega anaknya bisa langsung tertidut pulas.

Berhuhungan acara beres-beresnya pun sudah selesai, Neira memutuskan untuk mengambil tas kecil Renza yang akan ia pakai untuk memasukan obat-obatan Renza.

Untuk itu, Neira pun keluar dari kamar Renza tanpa mengeluarkan suara karena takut anak bungsunya itu terbangun karena bising.

"Abang.. bobo gak ganteng?"

Tok.. tok.. tok..

Tidak lama kemudian Rendra membukakan pintu kamarnya, Neira tersenyum. "Mamah kira udah bobo."

Narendra | Versi II EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang