37

3.1K 321 47
                                    

Setelah menemui pelatih futsalnya Rendra ikut berkumpul dengan teman-teman seteamnya, termasuk Astar dan Kara. Sebagian dari mereka tidak berhenti menanyakan kondisi Rendra, bahkan ada yang kaget seperti Astar. Karena yang Astar tahu sahabatnya itu baru saja pulih.

Diam-diam Astar melirik ke arah Kara, Astar menyimpan kecurigaan kepada sahabatnya.

"Lo yang ngasih kabar Rendra buat latihan?" tanya Astar dengan tatapan seriusnya, berhatap Kara menjawab dengan serius tanpa adanya candaan.

Kara yang merasa terancam oleh tatapan Astar akhirnya mengangguk pelan.

"Karena gak mungkin kita turnamen tanpa Rendra, Kar," balas Kara.

Mau bagaimana juga posisi Rendra di team itu sangat penting, tidak adanya Rendra di team sama saja mereka melepaskan powernya.

Astar menghela nafas. Bukan bermaksud tidak ingin melihat ada Rendra di teamnya dan ikut turnamen. Hanya saja, Astar takut dan khawatir dengan kondisi sahabatnya itu yang baru saja di katakan akan membaik.

Sebenarnya Rendra mendengar pembicaraan singkat Astar dan Kara. Menyikapi itu Rendra hanya tersenyum tipis, paham dengan maksud kedua sahabatnya itu.

Astar yang banyak kekhawatiran tentangnya dan Kara yang ingin dirinya ikut turnamen untuk memberikan yang terbaik bagi tema dan sekolah.

"Gak papa, Tar. Gua udah sehat, gua sanggup," kata Rendra untuk menenangkan rasa khawatir Astar kepadanya.

Astar menatap Rendra melas. "Ndra.."

"Sangat gak mungkin gua ninggalin team gitu aja, Tar," sambung Rendra menepuk bahu Astar dengan pelan untuk menyakinkan bahwa ia sanggup untuk ikut turnamen nanti.

"Lo serius?" Rendra menganggukan kepalanya.

"Emang lo bisa tanpa gua?" tanya Rendra terdengar menyebalkan memang.

"Nyeselin lo ah. Awas aja kalau ada yang kerasa lagi istirahat gak usah maksain-maksain gitu," tukas Astar dengan tegas.

"Iya." Kara merangkul kedua sahabatnya dengan heboh, merasa senang karena turnamen yang akan di adakan beberapa hari lagi, Rendra akan ikut bermain.

"Ndra!" panggil seseorang yang tidak lain adalah Marven, terlihat bahwa Marven baru saja datang.

"Kenapa?" tanya Rendra dengan nada yang tidak bersahabat, memasang wajah dingin karena merasa kesal dengan Marven yang seakan tidak suportif mendukungnya, termasuk tentang futsal.

"Lo ngapain di sini? Lo udah sehat? Njir Renza mau olimpiade, nyehatin diri kek, Ndra. Jangan maksain," tukas Marven.

"Suka-suka gua, Ven." Marven menghela nafas pelan.

"Lo marah sama gua, Ndra?" tanya Marven.

Rendra melirik sekelilingnya, merasa tidak enak harus membahas masalah ini di depan mereka yang tidak tahu apa-apa.

"Gak usah bahas lagi. Apa yang lo aduin sama mereka, itu bener," balas Rendra acuh bahkan memalingkan wajahnya.

"Karena itu bener gua minta lo perbaiki diri lo. Btw gua bisa bawa Arvin bertekuk lutut sama lo," ucap Marven.

Setelah berucap seperti itu Marven melenggang pergi untuk menghampiri pelatih, mereka akan menjadi coach dan pendamping saat Astar dan team turnamen nanti.

***

Neira menghela nafas pelan melihat wajah Renza yang terlihat murung dan sendu terduduk di kursi meja makan. Sudah beberapa kali Neira menanyakan ada apa, tetapi tidak kunjung mendapatkan jawaban dari anak bungsunya itu.

Narendra | Versi II EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang