32

3.2K 366 122
                                    

"Ade.. Mamah boleh masuk?"

Di rasa tidak kunjung ada balasan dari dalam kamar anak bungsunya Neira memutuskan untuk membuka knop pintu Renza yang tidak pernah di kunci.

Ceklek

Benar saja tidak di kunci. Neira tersenyum melihat Renza keluar dari kamar mandi sepertinya Renza baru saja selesai mandi.

"Mamah.."

Neira duduk di pinggir tempat tidur Renza, tangan kanannya menepuk tempat kosong di sampingnya untuk mengajak Renza duduk juga di sampingnya.

"Ade duduk situ?" tanya Renza.

"Iya sini biar Mamah bantuin ngeringin rambutnya," ucap Neira.

Renza menurut dan duduk menyamping disamping Neira, Neira mengambil alih handuk yang Renza pakai untuk mengeringkan rambutnya yang baru saja selesai di keramas.

"Harusnya udah sore gini gak perlu keramas, De. Kan dingin," ujar Neira.

"Ade gerah, Mamah."

"Yasudah gak papa ini terakhir kali ya?" Renza mengangguk dan menyimpan handuk itu setelah Neira selesai membantu mengeringkan rambutnya.

Renza kembali duduk di samping Neira. Sebenarnya banyak hal yang ingin Neira tanyakan kepada anaknya setelah Neira tahu bahwa ada yang tidak beres tentang Renza.

"Kenapa, Mah? Kok liatin Ade?" tanya Renza berusaha bersikap seadanya.

"Ade kalau Ade ada masalah cerita sama Mamah ya, De? Jadiin Mamah tempat Ade pulang," ucap Neira menatap Renza dengan penuh kehangatan.

Neira takut anaknya terluka, itu saja.

"Ade gak ada masalah kok, Mah," balas Renza seadanya.

"Mau seberapa rapat Ade nyembunyiin hal tersebut dari Mamah, Mamah pasti tahu, De. Mamah itu punya firasat, firasat seorang Ibu kepada anaknya. Jadi, Mamah mohon terbuka lah sama Mamah entah itu perkara yang sepele atau pun tidak," pinta Neira.

Ucapan Neira membuat Renza menunduk dan memainkan jemarinya dengan resah. Tangan Neira terarah untuk mengusap punggung anaknya itu, Neira tahu bahwa ada sesuatu yang menganggu anaknya.

"Ade mau cerita sama Manah?" Renza masih menunduk menahan air matanya yang akan mengalir begitu saja. Untungnya Neira belum menyadari hal tersebut.

"Ade anak Mamah.. hei?" Neira menangkup kedua pipi Renza, dan mengalirkan air mata dari kedua mata Renza membuat Neira panik.

"Ade.."

"A--de ta...kut, Mah," gumam Renza tangan kanannya meremas kaos yang saat ini Renza pakai.

"Hei kok nangis?" tanya Neira menghapus air mata Renza yang keluar dengan cuma-cuma. Hal itu terjadi sia-sia, karena air mata Renza tidak kunjung berhenti. Saat ini, Neira sangat yakin bahwa uang yang ada di ATM habis bukan perkara Renza yang boros.

"Ade takut, Mah.."

"Ada yang gangguin Ade?" Renza menganggukan kepalanya.

Tidak perduli tentang anak laki-laki yang tidak boleh menangis apalagi mengadu. Renza tidak perduli hal itu, Renza hanyalah anak yang selalu merasakan dirangkul dan di sayang oleh orang tuanya.

Rasanya tidak adil jika ada orang lain menyakiti hatinya di saat orang tuanya saja tidak pernah melukainya.

"Ab-bang, Mah," isak Renza.

Tidak tega melihat anaknya menangis, Neira menarik Renza ke dalam pelukan hangatnya membiarkan Renza mengeluarkan tangisan dan aduan yang selama ini Renza simpan sendirian.

Narendra | Versi II EndМесто, где живут истории. Откройте их для себя