31

2.9K 335 41
                                    

Arvin
|Gua tunggu lo balapan di tempat biasa.|
|Malam ini.|

Rendra menghela nafas kasar membaca pesan yang di kirim Arvin baru saja. Entah sudah berapa kali Rendra menyanggupi ajakan Arvin, tapi kali ini Rendra tidak bisa menyanggupi ajakan itu.

Tubuhnya benar-benar penat bahkan rasanya tidak seperti pada saat gula darahnya rendah atau tinggi, rasanya ini beda.

Beberapa kali Rezka memintanya untuk kerumah sakit. Karena sebagai orang tua tentu saja tidak lega jika sakit anaknya belum di ketahui.

"Mah Ade belum pulang?" tanya Rendra dengan suara pelan. Makin hari bukan makin sehat malah makin jadi sakit yang dirasa oleh Rendra.

"Belum, Bang. Kenapa?" Neira mengusap kening Rendra.

"Masih panas banget, Bang. Gak turun-turun, papah kamu ngerasa kamu kena tipes ini, Bang. Kalau besok masih gini aja ke rumah sakit ya?" pinta Neira dengan sangat berharap.

"Di rumah aja." Neira menghela nafas panjang mendengar balasan yang tidak juga berubah.

"Kenapa gak mau ke rumah sakit, Bang? Badannya pasti gak enak banget loh, semuanya harus di cek Mamah takut ada apa-apa," sambung Neira lagi.

Rendra terdiam. Dalam hatinya Rendra berbicara bahwa ia tidak mau merepotkan kedua orang tuanya jika harus ke rumah sakit.
Pengeluaran orang tua nya pasti sudah banyak apalagi Renza saja baru-baru ini keluar dari rumah sakit.

"Mah.. " lirih Rendra.

"Iya sayang.."

"Aku gagal jadi kapten futsal," kata Rendra.

"Mamah gak pernah maksa Abang harus gimana-gimana, tapi ngelihat Abang berusaha semaksimal itu rasanya pasti sakit ya, Bang? Di saat kita udah berjuang tetapi hasilnya tidak sesuai?" Rendra menganggu pelan dalam posisi baringannya.

"Aku udah berusaha bahkan gak mikirin dampak yang aku rasain kalau waktu itu aku maksain," balas Rendra.

"Abang udah keren," sahut Neira mengusap kembali puncak rambut Rendra, hatinya menangis merasakan betapa panasnya suhu tubuh Rendra saat ini.

"Mah kalau aku gak jadi apa-apa, apa dunia mau menerima aku?" tanya Rendra.

Pertanyaan Rendra berhasil menampar Neira dengan sangat. Apa selama ini anak sulungnya itu mengalami rasa ketakutan yang tidak ia pahami?

"Bang its okey dunia gak menuntut kamu menjadi apa-apa."

"Bohong," balas Rendra.

"Biarkan semuanya mengalir sebagai air," kata Neira.

"Tapi kenyataanya gak harua kayak air yang mengalir, Mah." Neira menatap Rendra dengan penuh kehangatan.

"Jangan karena satu kegagalan kamu ngerasa gak pantas berada di puncak," tukas Neira.

Rendra menghela nafasnya yang terasa sesak. "Bang memang semuanya harus di lakukan dengan kerja keras, tapi gak semuanya langsung menikmati hasilnya."

"Eumm.. iya, Mah."

"Kenapa, Bang?" Rendra memejamkan kedua matanya, tangannya meraih tangan kanan Neira dan mengenggamnya.

"Semuanya kayak di tusuk-tusuk," gumam Rendra.

"Aku mau tidur, Mamah jangan kemana-mana." Neira mengangguk dan menyelimuti Rendra dengan satu tangannya karena satu tangannya lagi sedang di genggam Rendra.

***

Sepertinya memang keharusan Velly untuk menjenguk Rendra yang sedang sakit entah sudah berapa hari lamanya.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now