18

3.2K 381 48
                                    

***

"Abang.." panggil Renza untuk yang kesekian kalinya.

"Apa?" tanya Rendra menoleh ke arah Renza.

"Ade gugup," gumam Renza. Rendra tersenyum dan merangkul adik kambarnya itu. Pagi ini mereka sudah berada di tempat olimpiade Renza dan Velly di adakan, untuk membuat Renza semangat Rendra pun ikut mengantar bahkan tidak hanya Rendra, Neira dan Rezka pun ikut mengantar.

Dari semalam Renza sudah menyebutkan kata 'gugup' beberapa kali, Rendra hanya memahami mungkin memang bukan pertama kalinya Renza mengikuti olimpiade seperti ini tapi rasanya memang sama. "Jangan terlalu gugup, takutnya gak konsen," kata Rendra.

"Tapi Ade gugup, pesertanya banyak."

"Renza sama kok gua juga gugup. Gugup banget malah, tapi ayo kita percaya diri sama kemampuan kita," ucap Velly ikut menimbrung.

Rendra tersenyum. "Gih pada masuk," kata Rendra setelah melirik jam tangannya.

"Ade mau peluk Abang dulu."

Tanpa babibu lagi Rendra memeluk Renza singkat. "Gua gak bisa ngasih kebanggaan buat orang tua kita, tapi gua sangat percaya lo bisa banggain mereka terutama gua. Gua bangga sama lo jadi lo harus semangat," lirih Rendra dalam pelukan itu.

Seakan mendapat chargeran tenaga Renza tersenyum bahagia, mendapat kata semangat dari kakak kembarnya memang sangat berdampak baik untuknya. "Ade semangat karena Ade mau bikin Abang bangga hehe," kata Renza.

"Baguslah. Gih minta doa sama Mamah Papah biar semuanya di permudah." Renza tersenyum tipis dan melepaskan pelukan Rendra. Ia berjalan ke arah Neira dan memeluk wanita itu dengan erat.

"Mamah, Ade gugup tapi udah di kasih semangat sama Abang jadi gugup Ade udah berkurang," adu Renza.

Neira menggusap punggung anak bungsunya tersebut. "Mamah juga mau berikan semangat buat Ade semoga Ade diberi kemudahan dalam mengerjakan soalnya. Mamah harap semua kerja keras Ade terbayarkan dengan baik," tukas Neira.

"Iya, Mamah. Makasih. Ade sayang Mamah banyak," kata Renza melepas pelukan itu dan beralih memeluk Papah nya, Rezka.

Rezka merentangkan kedua tangannya dan menerima pelukan hangat anak yang sangat ia banggakan tersebut. "Papah yakin kamu selalu berhasil bikin Papah bangga, selamat dan sukses anaknya Papah. Di sini Papah cuma bisa doain Ade."

"Papah jangan marah-marah lagi ke Ade, oke?' Rezka tersenyum dan mencium singkat kening anak bungsunya.

Sedangkan Rendra tidak pernah bisa melihat moment tersebut, hatinya terasa tercabik karena selama ini ia belum bisa memberikan satu kebanggaan untuk kedua orang tuanya.

Velly melihat wajah sendu kekasihnya, dengan sigap Velly mengenggam tangan kanan Rendra. "Adip, kepalanya masih pusing?"

"Eum? Nggak, Ly."

"Terus kenapa Adip sedih?" Rendra terdiam dan menatap langit dengan tatapan penuh harap.

"Aku selalu ingin bikin kedua orang tua aku bangga sama aku, Ly. Tapi setelah dilihat cuma Ade yang bisa bikin mereka bangga sepertinya cukup. Setidaknya jika Renza bisa, aku ti--

"Jika Renza saja bisa maka kamu juga harus bisa, Dip. Jangan terus merendahkan diri, di dalam diamnya kamu banyak ribuan bakat yang kamu pendam. Hargai diri kamu, Dip. Banggain dia, jangan terus mengira bahwa gak ada yang bisa di banggain dari diri kamu," tukas Velly menatap Rendra dengan tatapan lembut. Rendra melihat tatapan hangat itu, tatapan yang tidak berubah untuknya.

Rendra menunduk. "Semangat, Lyla."

"Dip.. jangan ngalihin pembicaraan yang udah kamu buka sebelumnya. Apa lagi yang lagi kamu pikirin? Bilang sam aku, jangan segala-gala di pendam, sayang," kata Lyla dengan suara yang sangat lembut.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now