17

3.4K 371 90
                                    

Sejak kejadian semalam, Renza sama sekali tidak melirik ke arah Papahnya. Rasa kesal, marah dan kecewa campur aduk Renza rasakan.

"Ade sekolahnya berangkat sama Papah, ya," ucap Neira sembari membantu merapihkan dasi yang harus melekat tapih di leher sang anak. Renza menjawabnya dengan gelengan kepala, sama sekali Renza tidak mau dibiarkan berduaan dengan Papah nya.

"Ade naik taksi aja, Mamah. Gak mau sama Papah, takut," gumam Renza. Mendengar suara Renza membuat Rezka menghela nafas, anaknya takut kepadanya?

"Papah tunggu di bawah," tukas Rezka tanpa berekspresi dan melenggang pergi dari ruangan rawat anak sulungnya yang memang belum bangun lagi terkecuali tadi subuh.

Membangunkan Neira hanya untuk meminta tolong mengambil wudhu di kamar mandi.

"Mamah, Ade kan gak mau sama Papah," cicit Renza lagi. Neira tersenyum.

Bukan hanya anaknya yang kesal melainkan ia sebagai ibu. Ibu mana yang bisa tenang dihadapkan situasi seperti semalam, bahkan penjelasan Dokter nyaris benar-benar membuat Neira takut. Rezka sendiri kaget mendengar penjelasan rekan sesama Dokternya, gula darah Rendra benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

Rezka menyalahkan dirinya? Tentu saja, Xavier menjadi saksi bagaimana kesalnya Rezka kepada dirinya sendiri.

"Ade sama Papah, nanti pulangnya dijemput sama Kakek Nenek, oke?"

"Ih Ade gak mau sama Papah, Mah. Papah nyeselin, Ade juga di suruh belajar terus kalau sama Papah. Padahal Ade kan pasti belajar tanpa Papah suruh," gerutu Renza.

"Udah ah dumel aja anak Mamah ini. Gih samperin Papahnya, ouh iya bekal Ade ada di Velly biar Ade gak jajan sembarangan," ucap Neira.

Renza berdecak kesal dan memeluk Neira. "Mamah jagain Abang disini. Mamah jangan lupa makan dan bobo soalnya semalam Mamah gak bobo," tukas Renza.

"Iya sayangku. Semangat sekolahnya tentang aja kesayangan Ade akan Mamah jagain dengan sepenuh hati." Renza mengangguk melepas pelukan dan menyalimi Neira.

"Dadah Mamah, Ade sekolah dulu," pamit Renza tidak lupa dengan lambaian tangannya.

Setelah memastikan anak bungsunya pergi sekolah Neira mendekat ke brankar Rendra yang masih saja tidur dengan pulas. Neira mengambil beberapa helai tissu dan mengusap keringat yang ada dibadan Rendra, padahal yang Neira rasakan pagi ini cuacanya dingin.

"Cepat sehatan, Nak," pinta Neira.

***

Setiap harinya Renza dan beberapa anak yang mengikuti olimpiade memang mendapat dispen untuk tidak mengikuti pembelajaran di kelas melainkan disatu ruangan yang mereka gunakan untuk membahas dan memperdalam soal dan materi yang akan mereka bekali untuk olimpiade nanti.

Sudah hampir lima puluh soal matematika Renza kerjanya, juga sudah dapat rasa pening dari tubuhnya yang kurang fit dan pusing dari lelahnya mengerjakan soal-soal yang banyaknya luar biasa.

"Ren, makan dulu," kata Velly menyodorkan kotak makan yang memang Yala titipkan untuk Renza.

"Makasih, Vell," balas Renza.

Velly tersenyum dan kembali duduk disamping Renza, tidak lupa Velly pun membuka kotak makan bekalnya dan memakannya dengan lahap. "Laper, Vell?"

"Heem, laper." Renza pun sama laparnya hanya saja sedikit tidak mood, apalagi terlintas pertanyaan apa kakak kembarnya itu makan dengan baik?

Helaan nafas gundah Velly dengar. "Kenapa, Ren? Cepetan di makan istirahat kita cuma sebentar dan olimpiade tinggal beberapa hari lagi."

"Kepikiran Abang." Mendengar balasan Renza membuat Velly terdiam beberapa detik. Iya juga sama. Memikirkan lelaki itu. Untung saja semalam Velly sempat mengunjungi Rendra walau saat itu kesadaran Rendra belum kembali.

Narendra | Versi II EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang