26

3K 334 57
                                    

Rendra tercengang kaget saat membaca chat beruntun yang dikirim oleh Adis. Entah bagaimana ceritanya yang jelas Rendra harus memastikan apa yang di katakan Adis itu benar atau salah. Velly yang berada di pelukan lelaki itu menyernyitkan dahinya kala melihat mimik wajah Rendra yang berubah.

"Dip ada apa? Kamu keliatan panik," tanya Velly sembari menatap Rendra dengan pandangan penasaran.

Akan berat untuk meninggalkan Velly yang sedang sakit karena datang bulan dihari pertama tapi mau bagaimana juga Renza tetap prioritasnya.

Suara dering panggilan masuk membuat Rendra buyar dari lamunanya juga dengan pandangan Velly yang mengarah pada hp canggih milik Rendra.

"Adisti siapa?" tanya Velly.

Tidak mengindahkan pertanyaan Velly, Rendra bergerak untuk mengambil posisi melepaskan Velly dari pelukannya karena ia harus mengangkat telpon masuk dari Adis...

"Sayang sebentar." Velly mengangguk patuh. Velly bisa merasakan bahwa itu pasti sangat penting karena wajah Rendra tidak pernah gagal dalam  ekspresi.

Lelaki itu bangkit dari posisi duduknya dan berdiri dengan cara sedikit menjauh dari posisi Velly duduk saat ini, hanya sedikit.

'Hallo?'

'Naren.. akhirnya kamu ngangkat juga chat dariku udah kamu baca?'

Rendra mengangguk pelan.

'Itu bener?'

'Iya, Ren. Kamu bisa kesini sekarang, kan? Renza benar-benar hampir biru tadi untung aja aku gesit bawa dia kerumah sakit jadi kamu kesini sekarang bisa? Aku mau ngabarin Tante Nei gak berani, takut dia panik.'

Rendra mengumpat pelan saat mendengar bahwa kondisi adiknya sampai seperti itu. Dalam benaknya Rendra berpikir sebenarnya apa yang di lakukan Renza.

"Naren? Kamu baik-baik aja, kan?'

Suara Adis menegur karena tidak kunjung mendengar jawaban dari Rendra.

'Gua kesana. Sharelock.'

'Iya. Kamu hati-hati sebaiknya kamu ngasih tahu orang tua kamu.'

Tanpa menjawab lagi Rendra mematikan telpon itu dan kembali mendekat ke arah Velly yang masing memasang wajah penasarannya.

"Sayang.."

"Dip kenapa? Kamu keliatan panik," tanya Velly untuk yang kedua kalinya. Rendra mengenggam kedua tangan Velly sembari menatap mata indah kekasihnya.

"Renza masuk rumah sakit barusan aku di kabarin temen yang nemuin Renza," jelas Rendra sesingkat mungkin karena Rendra ingin segera kesana.

"Beneran? Yaudah kamu susul Renza pastiin kalau Renza gak kenapa-kenapa."

"Kamu gak papa aku ting--

"Ngga papa, Dip. Adik kamu lebih penting, kalau aku aman karena aku ada dirumah." Rendra menghela nafas kasar, pantas saja dadanya terasa nyeri sejak tadi.

"Ya? Kamu susul Renza, Renza pasti butuh kamu." Rendra menunduk dengan cepat Velly memegang kedua sisi wajah Rendra.

"Makasih sayang." Velly tersenyum.

"Maaf aku gak bisa ngantar kamu."

"Its okey gak papa kamu istirahat aja."

Dengan tergesa-gesa Rendra turun dari lantai dua melewati banyaknya anak tangga di rumah ini. Rendra sudah tidak bisa berpikir jernih lagi jika seandainya adiknya itu kenapa-kenapa.

Bahkan saking tidak memperdulikan sekitar Rendra bahkan tidak menyapa Xavier yang berada diruang keluarga.

"Bahkan kesopanannya saja kurang, Rez." batin Xavier menyadari.

Narendra | Versi II EndWo Geschichten leben. Entdecke jetzt