14

3.4K 351 40
                                    

"Lo--

"Gua denger," ucap Marven. Rendra tidak bereksi apa-apa. Marven menepuk bahu Rendra untuk memberikan semangat, Marven mengerti perkataan Papah nya itu pasti membuat hati Rendra resah.

"Ndra.." Rendra membalasnya dengan deheman singkat.

"Jangan mikirin hal-hal yang belum tentu terjadi di hidup lo atau pun di hubungan lo sama adik gua," tukas Marven.

Rendra menggigit bibir bawahnya. Perkataan-perkataan Xavier di luar dugaanya, Rendra tidak pernah berpikir bahwa Xavier akan berbicara seperti itu kepadanya. Apa semua orang memang seposesif itu kenapa anaknya? Tapi menurutnya ia tidak seburuk itu untuk berdampingan dengan putri dari keluarga Alexandra.

"Bohong kalau gua gak takut, Ven." Marven berdecak kesal, ayolah Marven tidak suka melihat Rendra yang seperti ini.

"Perkataan bokap gua nyakitin lo banget, Ndra? Tapi lo tahu kan gimana bokap gua ngetreat anak-anaknya gimana, walau pun dia tau lo dan bahkan sangat tahu apalagi lo anak dari sahabatnya tapi yang namanya juga orang tua pasti ada rasa was-was, tapi ngelihat lo tumbuh dengan baik gua rasa bokap gua keterlalun jika mikir kalau lo bukan yang terbaik," tukas Marven tatapannya kosong menatap objek yang ada di depannya, malam hari seperti ini taman rumah sakit sepi.

"Gua emang bukan yang terbaik kalau di sandingin sama Renza, Ven. Walaupun gua kembar kita beda, kayak bumi dan langit tahu gak," ucap Rendra terkekeh pelan.

"Bokap gua bahas Renza juga? Sorry gua gak terlalu mendengarkan banyak," tanya Marven.

Rendra bergeming. Xavier membahas Renza, sangat. Itu yang membuat Rendra sangat takut, takut jika memang Xavier tidak akan memberikan kesempatan untuk memberikan dia kepercayaan dalam menjaga anak gadisnya.

"Hahaa udah lah, Ven. Lupain aja. Gua mau lihat bokap gua," kata Rendra dan berdiri bergegas untuk menyusul kembali kedua orang tua dan adiknya.

Rendra juga tidak tahu mengapa secara mendadak Papah nya yang terbilang kuat itu harus tumbang di jam kerjanya. Rendra takut jika Papahnya tumbang itu karenanya, sadar akan masalahnya di sekolah pasti membuat banyak pikiran bersarang dikepala orang tuanya, apalagi orang tua seperti Rezka yang tidak bisa marah kepada anak dan selalu menyimpan kesal dan marahnya sendiri.

Takut jika dirinya memang paling bermasalah di keluarganya.

Setelah melihat Rendra melenggang pergi meninggalkannya sendiri yang Marven lakukan hanya diam. Dalam diamnya sekarang Marven ingat bahwa Rendra bukan tipikal anak yang tidak suka bercerita, apalagi hal sensitif seperti ini.

Marven menghela nafas kasar dan mengusap wajahnya kasar. "Kadang gua juga muak sama bokap sendiri, Ndra. Terlalu ambisius, dia enak otaknya genius lah gua ama si Rendra sebelas dua belas bego nya," gerutu Marven.

***

Rendra menghela nafas pelan saat langkahnya sudah sampai di depan ruang Papahnya, terdengar suara Neira, Xavier dan adiknya. Mendengar suara itu membuat Rendra sedikit takut sekarang, yang mau bagaimanapun juga perkataan xavier seperti merendahkan kafasitas kemampuannya.

Ceklek

"ABANG!!!" teriak Renza heboh langsung mendekat ke arah Rendra dan menarik lengan Rendra untuk lebih masuk ke dalam.

Dengan wajah yang merengut Renza bertannya. "Lo kemana aja sih, Bang? Perasaan tadi masuk bareng Ade," tany Renza.

"Toilet," balas Rendra seadanya.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now