07

3.9K 391 25
                                    


Sebelum atau sesudah membaca jangan lupa vote dan komen nya ya.

***

"Bang tolong panggilin Papah, Nak," pinta Neira kepada Rendra. Rendra mengangguk dan dengan cepat berlari ke arah tangga untuk memanggilkan Rezka yang berada di lantai bawah, tepatnya di kamar yang sedang di pakai Rasen selama ia tinggal dirumah kediaman Rezka.

Dengan helaan nafas panjang Rendra membuka knop pintu kamar tersebut. "Pah..." panggil Rendra dengan pelan.

Rezka dan Rasen menoleh secara bersamaan. "Kenapa, Bang?" tanya Rezka. Rendra masuk ke dalam dan duduk di samping Rasen.

"Ade asma nya kambuh aku di suruh manggil Papah. Mamah udah nangis-nangis, Papah lihat dulu biar Om Rasen sama aku dulu," tukas Rendra yang sebenarnya malas kembali ke atas yang pasti harus melihat tatapan khawatir kedua orang tuanya untuk Renza.

"Yang benar kamu, Bang?" tanya Rezka. Wajah yang semula tenang itu berubah menjadi wajah penuh kekhawatiran. Tidak hanya menampilkan wajah khawatirnya Rezka pun langsung berdiri dan siap untu menyusul Renza di lantai atas.

Sudah Rendra duga. Kedua orang tuanya pasti sepenuhnya khawatir jika Renza sakit.

"Lihat aja dulu, A." Rezka mengangguk.

"Lo sama Rendra dulu kalau mau apa-apa bilang Rendra." Rasen mengangguk di susul anggukan singkat Rendra saat Rezka menatapnya seakan meminta Rendra untuk menjaga Rasen terlebih dahulu.

Walau Rasen sudah berkepala dua tetap aja Rasen dianggap sebagai adik kecilnya Rezka yang mau sampai kapanpun akan di perlakukan demikian.

Setelah Rezka benar-benar keluar dari kamar itu, Rendra membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. "Ndra, Ade gak suka Om di sini?" tanya Rasen di balas deheman singkat.

"Om gak lama semingguan juga Om balik ke rumah Om lagi."

"Lama juga gak papa, Om." Rasen menghela nafas pelan mendengar balasan dari keponakannya yang kepalang cuek tetapi tidak jika urusannya tentang Renza, adiknya.

"Kenapa gak nemenin Renza?"

"Ada Mamah sama Papah cukup, Om."

"Boleh Om nanya gak?" Rendra membuka matanya melirik ke arah Rasen.

"Kamu iri sama Ade kamu?" tanya Rasen benar-benar membuat Rendra tidak bisa menjawab pertanyaan singkat itu.

Merasa keponakannya terus diam Rasen hanya tersenyum tipis, Rasen bisa merasakan apa yang sedang Rendra rasakan karena Rasen juga pernah merasakan iri kepada ketiga kakaknya walau dengan konteks yang berbeda.

"Kalaupun iya, itu gak papa," sambung Rasen.

"Om.... bukan iri. Aku cuma heran aja," gumam Rendra dengan suara yang sangat pelan.

"Cinta dan kasih sayang Mamah Papah lebih besar ke Renza, gak sama rata. Tapi kayaknya cuma perasaan aku aja," sambung Rendra.

***

"Ade gak mau sama Papah," rengek Renza di sela-sela nafasnya yang sedang sesak karena asmanya yang kambuh.

Dengan perlahan Rezka tetap mendekat dengan membawa alat medis dan alat bantu pernafasan untuk Rendra, jika sudah parah seperti ini Renza selalu di pasang selang oksigen agar membantu nafasnya menjadi lebih tenang.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now