11

3.4K 335 43
                                    

***

Tok.... tok....

"Abang?" panggil seseorang yang tidak lain adalah Neira.

Hari sudah malam waktunya keluarga ini makan malam seperti biasanya. Di rasa Rendra belum ikut kumpul bersama di bawah, Neira yang paham situasi mencekram antara anak dan Ayah itu hanya bisa berusaha tenang tanpa memihak pada siapapun agar tidak ada yang merasa tertekan dalam masalah ini walaupun Neira juga sama. Sama-sama berada di posisi kecewa seperti suami dan anak bungsunya.

Tidak lama kemudian Rendra membuka pintu kamarnya untuk menemui Neira yang sudah menunggunya di luar kamar. Neira menyambutnya dengan senyuman tipis, sebentar mengusap bahu Rendra.

"Makan malam dulu yuk, Bang. Papah, Ade sama Om Rasen udah menunggu di bawah," ajak Neira.

"

Nanti aja---

"Gak ada nanti-nanti, Bang. Kamu harus makan. Yuk, gak usah takut 'kan ada Mamah, ya?" ucap Neira menyakinkan Rendra bahwa dalam situasi apapun Neira akan tetap ada di sampingnya.

Rendra memeluk Neira untuk menenangkan isi pikirannya. Ibu adalah obat, bagi Rendra. Neira mengusap punggung anaknya dengan pelan, rasanya tidak tega jika buah hati nya harus menanggung segala kekecewaan suaminya tetapi Neira berharap suaminya tidak berani macam-macam akan kesalahan yang Rendra perbuat.

"Mamah memang tidak bisa membenarkan apa yang sudah kamu lakuin, Bang. Mamah hanya bersikap seorang Ibu yang tetap memperlakukan anaknya dengan baik. Abang tahu 'kan? Mamah sayang Abang sama Ade itu sama rata, jangan pernah ngerasa iri-irian, ya?" Dalam pelukan itu Rendra mengangguk tipis.

"Makan ya, Bang."

"Iya, Mah."

Neira melepaskan pelukan itu dan merangkul anak sulungnya yang sudah tinggi melebihi dirinya sendiri.

Dan benar saja di ruangan makan sudah ada Rezka, Renza dan Rasen yang sudah menunggu. Jantung Rendra berdebar saat melihat Renza yang sama sekali tidak melirik ke arahnya.

"Bang katanya di skors sampe seming--

"Sen.. udah!" tegur Rezka membuat Rasen yang akan memastikan hal itu langsung mengagalkan niatnya.

"Makan dulu, Bang," ucap Rezka menatap Rendra dengan tatapan yang tidak bisa siapapun baca. Rendra mengangguk kikuk dan duduk di samping Renza yang masih kosong.

Suasana terasa canggung di makan malam hari ini. Terasa beda karena tidak ada ocehan dari anak bungsu mereka yang malam ini terlihat hanya diam.

"Ade kenapa?" Si kepala keluarga bertanya.

"Papah tanya Ade kenapa? Menurut Papah aja," jawab Renza dengan nada ketus.

Rezka diam-diam melirik ke arah Rendra. "Abang maaf tadi Mamah lupa bertanya sebelumnya kamu udah suntik, Nak?" tanya Neira.

"Udah."

"Lo marah sama gua?" tanya Rendra.

"Iya. Gua marah sama lo, gua kesel sama lo. Gua makin marah saat gua tahu ternyata orang tua kita diam aja tahu lo kayak gitu," ujar Renza.

"Ade.." tegur Neira.

"Abang salah, Mah. Kenapa Mamah sama Papah diam aja? Ngebiarin Abang terus ngerokok sama ngevape."

"Ade bukan seperti itu, Nak," kata Rezka.

"Yaudahlah terserah. Suka-suka Mamah sama Papah aja. Ade udah selesai makan, Ade duluan," ujar Renza berdiri dan meninggalkan meja makan.

Narendra | Versi II EndWhere stories live. Discover now