15

3.5K 363 35
                                    

"Loh..." gumam Velly pelan saat Renza begitu saja keluar dari kamar Rendra padahal Velly sendiri belum ada satu menit berada disana.

Terdengar helaan nafas yang keluar dari mulut Rendra. Velly menoleh dan menggerutkan dahinya sambil menoleh ke arah Rendra yang sangat terlihat jelas wajah kebingungannya.

Velly mendekat dan duduk disamping Rendra yang dalam posisi setengah tiduran. Tangannya terarah mengusap punggung tangan Rendra tidak sampai mengenai infusan. Mendapat perilakuan seperti itu kedua sudut bibir Rendra melengkung walau terlihat tipis.

"Renza kenapa?" tanya Velly bertanya dengan hati-hati takut menyinggung perasaan Rendra, yang sangat Velly takutkan kedua anak kembar itu berantem.

"Lyla.. tadi Renza baca chat kita."

"Hah?" beo Velly.

"Ly, Adip gak maksud gak mau bilang sama Ade. Adip cuma gak mau bikin dia khawatir apalagi Ade lagi sibuk-sibuknya sama olimpiade," jelas Rendra.

Velly mulai paham arah apa yang terjadi dengan Rendra dan Renza. "Terus?"

"Ade marah. Makanya pas lihat kamu kesini makin telihat marah, kan? Ade nyangkanya Adip udah gak butuh dia," tukas Rendra lagi.

"Adip emang beneran gak bilang Ade Adip kalau Adip lagi sakit? Lyla kira Renza tahu soalnya tadi Renza juga banyak diam, dikira Renza diam karena mikirin Adip."

Rendra menggelengkan kepalanya. Rendra memang sama sekali tidak menghubungi adik kembarnya itu jika saat ini keadaanya sedang tidak baik-baik saja, rupanya hal seperti itu lah yang membuat seorang Narenza kesal.

"Renza selalu ingin tahu kondisi kamu, lain kali sebelum kamu ngasih tahu aku, kamu ngasih tahu Renza dulu, ya?" pinta Velly mengubah panggilannya menjadi 'aku-kamu.'

Velly bangkit dari posisi duduknya, sedikit melirik bubur yang tersimpan di nakas tempat lelaki nya itu terbaring. Bubur yang masih banyak sisanya itu tidak mungkin Rendra habiskan di ingat sebuah fakta bahwa lelaki jangkung itu tidak menyukai makanan lembek.

"Lyla, kalau misalnya Lyla pulang dulu gak papa? Biar Adip jelasin dulu ke Ade, Adip takut Lyla ke ganggu soalnya," pinta Rendra dengan suara pelan. Velly tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya.

"Mau bagaimana juga saudara itu yang terpenting di banding kekasih. Boleh, lyla bakalan pulang dulu tapi selesaian dulu masalah ini sama Renza, biar gak ada kesalah pahaman." Rendra mengangguk dan merentangkan kedua tangannya, wajahnya merenggut.

"Peluk dulu, Lyla." Velly terkekeh dan kembali mendekat untuk mendekap kekasihnya itu, sedikit mengusap punggung Rendra yang terasa hangat.

"Cepat sehat, Dip," gumam Velly. Mendengar Rendra sakit, Velly tidak pernah merasa tenang bayang-bayangan takut Rendra kenapa-kenapa itu selalu bersarang di kepalanya.

"Kalau gitu Lyla pulang dulu," sambung Velly melepaskan pelukan Rendra, walau sebenarnya rasa ingin terus memeluk itu ada.

Terbilang sudah satu jam Renza mengunci kamarnya karena kesal yang Renza simpan untuk Rendra tidak bisa membuat Rendra dengan cepat mengajak adiknya itu keluar dari kamar padahal ini sudah jam makan malam anak itu.

Sebenarnya Neira dan Rezka sama sekali tidak mengizinkan kedua anak nya mengunci kamar, tetapi tetap saja jika salah satu keduanya mengambek maka salah satu ciri khasnya adalah mengunci kamar bagi Renza, dan keluar malam bagi Rendra. Mengurus anak kembar menuju usia remaja memang tidaklah mudah apalagi kedua nya mempunyai ego yang berbeda.

"Abang.." panggil Rezka membuka pintu kamar Rendra dan masuk untuk memeriksa kembali kondisinya Rendra.

"Pah.." Rezka tersenyum dengan rasa khawatir, melihat wajah pucat Rendra memang sangat terlihat jelas bahwa Rendra sedang benar-benar sakit.

Narendra | Versi II EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang