Bab 6 : Melamar

812 116 67
                                    

Bulan berdandan ala kadarnya ketika akan menyambut kedatangan Gala dan keluarganya, tentu saja hal itu membuat ibunya mengomel karena Bulan seolah tidak serius menerima lamaran itu.

“Itu kamu dandan ga pakai bedak atau lipstik?” tanya sang ibu ketika melihat wajah Bulan yang dirasa sedikit pucat.

“Pakai, Bu,” jawab Bulan yang kemudian menatap bayangan dirinya dari pantulan cermin, bibir gadis itu manyun sebab Rosdiana mengira dia tidak mengenakan make up.

“Itu, kenapa ga kelihatan bedaknya? Bibirnya aja ga ada merah-merahnya gitu,” protes sang ibu.

Bulan menghela napas kasar, hingga kemudian berkata, “Bu, emang harus tebel sampai leher dan muka warnanya beda? Ini udah bagus, Bu. Natural. Lipstik juga, ga mau ah pakai warna yang terang benderang, ntar dikira aku emak-emak mau kondangan.”

Sang ibu melotot mendengar ucapan Bulan. Saat ingin melayangkan protes dan mengajak berdebat lagi, ternyata ada tetangga yang mengetuk pintu kamar Bulan, hingga membuat gadis itu dan sang ibu langsung menoleh ke pintu.

“Duh, tuh calon besannya datang bikin heboh di luar, kenapa kalian malah heboh sendiri di dalam,” cerocos tetangga Bulan yang ikut membantu di sana.

Bulan dan sang ibu pun saling tatap, hingga keduanya buru-buru keluar untuk menyambut Gala dan keluarganya. Mereka sudah sampai di ruang tamu, ketika Gala dan yang lainnya baru saja masuk dan sedang dipersilakan duduk oleh pak Bathok. Bulan juga diminta duduk, hingga keluarganya dan Gala duduk bersama di ruangan itu.

Bulan mengulas senyum saat Hana dan Dinar menatapnya, lalu beralih ke Gala. Pria itu terlihat biasa saja, apalagi sudah biasa memakai setelan yang sangat rapi.
Tidak ada yang beda dan membuat spesial penampilan Gala, meski begitu tetangga Bulan yang jarang melihat pria tampan mirip artis berdecak kagum sampai berbisik-bisik.

“Jadi begini. Kedatangan kami ke sini bermaksud melamar Bulan untuk putra kami, Gala.” Kelana pun mengutarakan maksud kedatangan mereka di sana setelah sedikit berbasa-basi.

Pak Bathok dan sang istri saling tatap sebelum kemudian menatap Bulan bersamaan. Mereka awalnya ragu dan tidak percaya jika ada orang kota yang akan melamar sang putri, tapi sekarang mereka percaya dan tampak senang karena meski janda, ternyata ada yang menyukai dan berminat menyunting putri mereka.

“Maaf ini sebelumnya. Saya masih ragu, kenapa anak Bapak bisa mau sama anak saya. Yang bisa dibilang biasa saja, cantik ga, seksi ga, janda iya,” ucap Pak Bathok blak-blakan.

Bulan langsung melotot mendengar ucapan ayahnya, bagaimana bisa sang ayah malah menjelekkannya di hadapan keluarga Gala, padahal jika dilihat, Bulan itu cantik, kalau tidak cantik, tidak mungkin perjaka di kampung Sidorapet tergila-gila padanya.

Gala tersenyum mendengar pertanyaan Pak Bathok, hingga kemudian menjawab sangat bijak diikuti senyum ramah yang entah itu pura-pura atau tulus.

“Cinta itu tidak ada yang tahu kapan datangnya dan kepada siapa. Saya sendiri tidak tahu kenapa dan kapan bisa mencintai anak Bapak, tapi yang jelas saya serius berniat menikahi Bulan.”

Bulan langsung tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Gala. Dia bahkan langsung melotot ke Gala, tidak menyangka pria itu bisa mengatakan hal yang baginya sangat mustahil.

Gala tersenyum tipis sambil melirik Bulan kemudian Suga, tatapannya itu seolah sedang melontarkan kalimat

'Bagaimana aktingku? Meyakinkan bukan.'

Bulan terbatuk, mengambil air minum yang ada di meja dan menenggaknya sampai tandas. Gadis itu membuat Rosdiana harus sampau menyenggol betisnya, wanita yang melahirkan Bulan itu tak percaya kenapa bisa sang putri tidak ada anggun-anggunnya sama sekali di hadapan calon mertua dan calon suami.

“Jadi begitu. Jika memang Nak ….” Pak Bathok sengaja menjeda ucapannya agar Gala menyebutkan namanya. Jujur saja Pak Bathok lupa nama Gala, meski Bulan sudah memberitahu.

“Gala, Pak.” Gala pun paham dengan arti tatapan Pak Bathok kepadanya.

“Oh ya benar. Nak Gala.” Pak Bathok mengangguk-angguk, lantas melanjutkan ucapannya tadi yang terjeda. “Jika memang Nak Gala serius dan anak saya—Bulan juga setuju, maka kami sebagai orangtua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian.”

Gala semringah, dia akhirnya bisa bernapas lega karena Pak Bathok tidak mempersulitnya meminang Bulan. Dinar dan yang lainnya juga merasa lega, lantas mereka pun melanjutkan acara lamaran itu dengan berbincang dan menikmati suguhan.

Namun, kabar lamaran Bulan ini membuat seseorang merasa tidak suka. Mantan mertua Bulan yang bernama Pak Pardi terlihat sinis dan memberikan tatapan tidak senang ke orang-orang yang ada di sana untuk menjadi saksi acara lamaran itu.

“Dia enak sekali dilamar orang kaya, setelah anakku mati. Aku yakin, jika anakku hanya jadi tumbal si Bulan,” gumam Pak Pardi. Dia benar-benar tidak menyukai kabar bahagia itu.

Pak Pardi sudah senang ketika mengetahui Bulan pergi dari kampung dan tidak menikah lagi. Yang Pak Pardi tidak tahu sebenarnya Bulan menghindari para pemuda di sana, dan ingin bekerja agar bisa kuliah lagi.

“Lho Pak, ga masuk buat kasih selamat sama mantan mantumu?” tanya salah satu tetangga. Entah sekadar basa-basi atau memang sengaja.

Pardi terkejut dan tersenyum masam, kemudian berkata, “Nanti saja, di sana rame.”

“Oalah, ya sudah. Aku tak ke sana buat ikut makan-makan,” kata tetangga itu kemudian meninggalkan Pak Pardi.

Pak Pardi semakin kesal ketika melihat orang-orang di sana tampak bahagia dan makan-makan bersama. Merasa jika semua orang itu bahagia di atas penderitaannya.

Pak Pardi tidak tahu jika sebenarnya sang putra—Arif, belum mati. Arif sengaja memalsukan kematiannya agar tidak dicari dan diminta kembali menjalin hubungan pernikahan dengan Bulan, tapi apa alasan di balik keputusan itu, hanya Arif saja yang tahu.

_
_
_
_

Owalah Rif.... Arif 🤣🤣

Terjerat Cinta Istri BayaranOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz