Bab 45 : Berbincang Dengan Mertua

537 82 30
                                    

Meski terlihat duduk di meja belajar, tapi nyatanya Bulan hanya berpura-pura sibuk membaca buku. Gadis itu melakukannya dengan harapan Gala tertidur agar tidak perlu lagi membahas tentang hal berbau dua puluh satu.

Gala sendiri tampak duduk di tepi ranjang memegang handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah karena baru selesai mandi. Setelah selesai bukannya langsung tidur, dia malah sibuk dengan ponselnya.

Baik Gala dan Bulan sama-sama tidak turun ke bawah meski sudah waktunya makan malam, hal ini mereka lakukan untuk menghindari Dinar yang masih berada di rumah.

Lama menunggu Gala tidur, Bulan yang merasa perutnya keroncongan pun akhirnya bertanya pada sang suami.

"Apa kamu ga ngantuk?"

Gala mengangkat kepala dan menatap Bulan yang sedang memandangnya juga.

"Ngapain? Ini masih sore."

"Tidur sana!" Bulan sedikit memaksa.

"Kamu kalau mau tidur, tidur aja. Kenapa maksa-maksa aku?"

Bulan membuang napas dan kembali duduk dengan benar. Ia memutuskan untuk belajar betulan, tapi sayang tak lama perutnya berbunyi meminta jatah makan. Melihat jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul sepuluh malam, Bulan akhirnya pergi keluar tanpa izin pada Gala yang tampak berbaring memunggungi dirinya.

"Semoga Oma sudah pulang," gumam Bulan penuh harap ketika melihat keadaan rumah sepi.

Bulan berjalan ke dapur dengan langkah pelan agar tidak mengganggu penghuni rumah yang lain. Sesampainya di dapur, gadis itu membuka tudung saji untuk melihat apakah ada makanan yang tersisa. Namun, sayang tidak ada apa-apa di sana.

"Mie instan ada ga ya?"

Tangan Bulan terus bergerak mencari keberadaan makanan itu di lemari penyimpanan. Hingga dia tersenyum dan mengambil satu bungkus mi dan bergegas memasak air.

"Bulan!"

Suara seseorang yang memanggil namanya membuat Bulan terkejut. Gadis itu berbalik untuk memastikan siapa yang memergokinya memasak mi malam-malam.

"Papa!"

Bulan mematikan kompor lalu menyapa Kelana.

"Kamu ngapain malam-malam di dapur?" Tanya Kelana.

"Buat mi, Pa. Aku lapar," jawab Bulan dengan senyuman canggung.

"Apa tadi kamu ga makan malam?"

Maklum saja jika Kelana bertanya seperti itu, karena dia juga pulang terlambat dan makan malam di luar bersama koleganya.

Bulan sendiri menjawab pertanyaan Kelana dengan anggukan kepala.

"Kenapa?"

Bulan ragu dan merasa tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya ke Kelana, bisa-bisa dia disebut tukang ngadu oleh keluarga pria itu.

"Tadi belum lapar, Pa. Terus keasyikan belajar."

Kelana mengangguk, dia memandangi Bulan yang sedang menuangkan mi instan berkuah ke dalam mangkuk yang telah berisi bumbu dan potongan cabai.

"Papa ke dapur mau ambil apa?"

Bulan bertanya sambil mengaduk mi buatannya.

"Eh ... iya, sampai lupa. Tadi niatnya mau buat teh, kebetulan ada kamu, Papa bisa minta tolong buatin teh ga?"

"Boleh, Pa. Papa tunggu di meja makan, nanti aku antar ke sana."

Kelana pun menuruti Bulan, dia pergi meninggalkan dapur lantas duduk dengan nyaman di ruang makan.

Sementara itu, dengan cekatan Bulan mengambil cangkir, menambahkan gula, dan air hangat serta meletakkan sekantong teh kedalam cangkir. Gadis itu meninggalkan mi-nya untuk mengantarkan teh yang diminta Kelana lebih dulu.

Beberapa menit kemudian, keduanya tampak duduk di meja makan. Kelana menikmati teh yang masih panas dan Bulan menikmati mi sebagai makan malam.

"Ngomong-ngomong. Apa kamu sering menghubungi Pak Bathok di kampung?" tanya Kelana memecah keheningan.

Bulan menelan mi-nya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan dari mertuanya. "Ga sering, Pa. Aku juga hanya bisa menelepon Bapak menggunakan panggilan biasa, karena bapak ga bisa pakai HP canggih."

"Lalu, Gala gimana? Dia baik dan ga bikin kamu kesulitan 'kan?" Tanya Kelana.

Pria itu jelas tahu kalau putranya menikahi Bulan hanya demi mendapatkan warisan nenek gayung. Di awal Gala bahkan memberitahu dan meminta izin padanya.

"Papa tahu kamu sama Gala nikah bukan karena keinginan masing-masing apalagi cinta."

Bulan dibuat gelagapan mendengar pernyataan Kelana. Ini karena Gala tidak pernah mengatakan padanya jika ada orang lain selain mereka dan kakak sepupunya — Suga yang mengetahui tentang hal ini.

Wajah kaget Bulan saat mendengar ucapannya berhasil membuat Kelana tertawa.

"Santai saja, Papa akan menjaga rahasia kalian. Gala itu baik dan orangnya perhatian hanya kadang sedikit keras kepala. Kalau kamu mau mengenalnya lebih dalam, kamu pasti akan menyukainya. Papa lihat kalian cocok, ga ada salahnya kalian benar-benar menjalin hubungan."

Bulan tak bisa berkata-kata. Ia hanya diam tak percaya dengan apa yang diucapkan Kelana.

Sementara itu di dalam kamar, Gala yang sadar bahwa Bulan tidak kunjung kembali akhirnya menyusul ke bawah. Meski Bulan tidak meminta izin padanya. Namun, suara pintu kamar yang berderit dua kali tertangkap indera pendengarannya dengan baik.

"Lagi ngobrolin apa?"

Gala menghampiri Bulan dan sang papa. Tangannya tampak mengambil garpu yang istrinya gunakan untuk makan dan tanpa permisi menyuapkan mi ke dalam mulut.

"Bekas aku!" Pekik Bulan melihat garpu dengan lilitan mi miliknya disantap oleh sang suami.

Gala mengangkat alisnya lalu meletakkan garpu itu kembali ke dalam mangkuk dengan santai. Ia duduk di samping Bulan dan kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

"Kalian lagi ngobrolin apa?"

"Ga ada, Papa cuma minta Bulan buatin teh," jawab Kelana.

"Tumben ga minta dibuatin mama?" Tanya Gala dengan tatapan curiga.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Kelana tiba-tiba salah tingkah dan bergegas menghabiskan tehnya. Namun, karena minum dengan tergesa membuat pria itu akhirnya terbatuk-batuk.

"Oh, habis perang? Yang penting itu kecebong Papa ga jadi kodok bangkong, inget umur!"

"Pa-Papa ke kamar dulu." Kelana buru-buru pergi dengan wajah yang memerah. Tidak seharusnya masalah ranjang dibicarakan sebebas ini walaupun mereka keluarga.

Bulan juga memilih berdiri dan pergi, sikapnya membuat Gala bingung kenapa gadis itu seperti menghindarinya. Saraf-saraf di otaknya bekerja dengan cepat memberitahu hal yang mungkin menjadi alasan Bulan bersikap seperti ini.

Salah satu sudut bibir Gala tertarik, dia tersenyum memikirkan kemungkinan yang Bulan pikirkan.

Gala pun menyusul istrinya yang sedang menaiki anak tangga. Tanpa rasa malu dia mengucapkan hal yang membuat Bulan sangat malu.

"Hei.... kamu takut aku unboxing ya?"

Gala bertanya dengan volume suara sedikit kencang, sampai bisa didengar oleh Kelana — yang saat itu berjalan di depan Bulan.

Bulan sendiri kini tidak tahu lagi dimana harus menyembunyikan wajahnya agar tidak terlihat sang mertua.

Kelana yang gemas dengan putranya pun melepas sandal rumah yang dikenakan, lalu melemparkannya hingga mengenai Gala.

"Kalau ngomong itu dijaga! Nikahnya udah lama masa' belum di unboxing! Bagaimana kalau ada yang dengar?" Amuk Kelana.

_
_
Komen 😍

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang