Bab 14 : Sah

697 97 74
                                    

Gala terlihat gusar, jantungnya berdegup dengan cepat saat duduk berhadapan di depan penghulu, padahal itu hanya pernikahan kontrak, tapi tetap saja membuatnya gelisah. Pria itu duduk bersisian dengan Bulan, menunggu penghulu selesai memberikan nasihat tentang pernikahan.

“Kenapa lama sekali ceramahnya? Nanti Altar keburu selesai duluan,” batin Gala cemas.

“Pak, apakah bisa ceramahnya di skip? Nanti dibuat rekaman dan dijadikan dalam bentuk file Soft Copy biar saya dengarkan saja nanti setelah menikah,” ucap Gala membujuk agar penghulu bisa segera memulai prosesi akadnya.

Bulan langsung menoleh mendengar ucapan Gala, dia tersenyum aneh karena permintaan Gala yang tidak masuk akal.

“Masnya santai saja. Bukankah kita sudah sepakat untuk menggunakan timer untuk menikahkan Anda dan masnya tadi, supaya tahu siapa yang cepat selesai,” ujar penghulu itu menanggapi ucapan Gala.

“Pak, kalau sampai telat sedetik saja dari si saus tartar, memangnya Bapak mau saya tuntut karena menyebabkan saya kehilangan warisan?” Gala terus saja berusaha memaksa agar penghulu itu mempercepat prosesnya.

Namun, bukannya mempercepat prosesi akad, penghulu itu malah kembali ceramah hingga membuat Gala begitu gemas.

Setelah ceramah panjang sepanjang jalan kenangan, akhirnya proses akad pun dimulai. Gala dengan lantang mengucapkan kalimat qabul, tapi bukannya menunggu Bulan mencium tangannya dulu. Gala malah langsung keluar membawa timer yang ada di ponsel penghulu untuk diperlihatkan ke Altar.

Di saat bersamaan, Altar pun baru saja keluar dan membawa timer dari penghulunya. Hingga dua pria gila warisan itu pun sama-sama memperlihatkan timer yang ada di ponsel dan terkejut.

“Kok bisa sama?” Gala langsung melayangkan protes melihat angkanya sama persis.

“Kamu pasti memanipulasinya, ‘kan!” tuduh Altar.

“Enak aja! Sembarangan! Kamu yang manipulasi!” Gala membalas tak kalah sengit.

Keduanya pun kembali ribut, sampai membuat orang lain bingung, hingga petugas KUA akhirnya mengusir mereka karena sudah membuat kericuhan di sana.

Pak Bathok keheranan melihat perdebatan antara Gala dan Altar, hingga dia pun merasa curiga, lantas menanyakan hal yang terasa mengganjal baginya.

“Nduk, kamu sama nak Gala ini nikah beneran, ‘kan? Kenapa Bapak merasa kok dia kesannya seperti hanya ingin menang dari sepupunya itu. Nikah aja sampai barengan,” ujar Pak Bathok.

“Pak, Bapak jangan berpikir macam-macam. Percaya sama Bulan,” balas Bulan agar Pak Bathok tidak lanjut bertanya.

“Kalau kamu ga mau bapak berpikir macam-macam, kamu cepetan punya anak ya,” kata Pak Bathok lagi.

Bulan langsung diam dan memilih tidak lagi membahas masalah sikap Gala tadi.
Bulan ikut mobil yang membawa ayah dan ibunya sekalian mengantar ke stasiun bersama sopir Kelana, sedangkan Gala langsung pulang bersama dengan orangtuanya.

Sesampainya di rumah, Gala langsung marah-marah karena semua rencana kacau akibat Altar ikut menikah.

“Mama ga suka dengan caramu tadi, Ga. Kenapa kamu harus marah-marah di sana? Malu-maluin. Mama ga suka kamu nikah kok kayak dijadikan kompetisi,” ujar Hana saat berdua dengan Gala.

“Bukannya yang bikin kompetisi sejak dulu itu Buyut, Nenek, sama Mama,” balas Gala dengan entengnya.

Hana sangat terkejut mendengar ucapan sang putra, lantas bertanya, “Kenapa kamu bicara seperti itu?”

“Bukannya memang benar? Kalau saja sejak dulu aku diajari untuk melupakan warisan nenek gayung, mungkin aku juga ga akan seperti ini, Ma.”

Hana menatap curiga ke Gala, hingga kemudian dia bertanya, “Apa jangan-jangan kamu nikah sama Bulan hanya pura-pura, hah?”

Gala kicep mendengar pertanyaan Hana, bahkan terlihat bingung hingga akhirnya memilih melunak dan tidak lagi bicara dengan intonasi tinggi yang membuat sang mama semakin curiga.

“Ga ada yang pura-pura, Ma. Aku nikah sama Bulan karena memang benar-benar saling cinta.”

Hana masih menatap dengan mata menyipit, tapi kemudian memutuskan menghentikan perdebatan di antara dirinya dan sang putra.

**

Satu jam kemudian Bulan pun sampai di rumah Hana. Sesampainya di sana dia bingung karena rumah terlihat sepi dan tidak ada satu orang pun yang terlihat.

“Apa aku balik ke kos dulu, ya?” Bulan bertanya-tanya sendiri. Ia hendak membalikkan badan untuk pergi, beruntung Hana muncul dan langsung memanggil.

“Kamu sudah pulang.”

Bulan kembali memutar tumit dan menatap Hana yang sedang berjalan ke arahnya.

“Kamu mau ke mana lagi, ayo sini masuk!” ajak Hana.

Bulan tersenyum canggung, kemudian berkata, “Itu, aku belum membawa baju ganti dan yang lainnya, jadi mau balik ke kos dulu tante."

“Tenang saja! ga usah mikir baju ganti. Mama sudah siapkan semuanya,” ujar Hana santai sambil menggandeng tangan Bulan.

“Kok Mama?” tanya Bulan yang kaget.

“Lho, kamu ‘kan sudah nikah sama Gala, jadi sekarang aku ini mamamu juga,” ujar Hana.

Bulan pun tersenyum canggung, kemudian ikut Hana naik ke lantai atas.

“Gala di mana?” tanya Bulan basa-basi.

Bukannya menjawab Hana malah galau, dia tidak bisa menutupi rasa penasaran karena jawaban Gala yang terlihat meragukan tadi soal pernikahan ini.

“Bu, apa bener kamu cinta sama Gala? Kalian nikah karena cinta 'kan? Mama takut kalau kalian nikah hanya pura-pura demi warisan,” ujar Hana dengan wajah cemas.

Bulan terkejut mendengar pertanyaan Hana, dia terpaksa berbohong dan berkata, “Kami nikah karena saling cinta kok, tante eh Ma.”

Meski mengerutkan kening, tapi Hana percaya saja dengan ucapan Bulan. Mereka pun pergi ke salah satu kamar yang ada di sana, bahkan Hana memperlihatkan lemari yang sudah terisi penuh pakaian untuk Bulan.

“Kamar ini mama siapkan untukmu, andai kamu datang dan ingin menginap. Tapi siapa sangka, kalian malah menikah dalam waktu cepat, tampaknya kamar ini tidak akan terpakai lagi,” ujar Hana sambil memperlihatkan kamar itu.

Bulan pun hanya membalas ucapan Hana dengan seulas senyum, dia memperhatikan pakaian di lemari yang sudah disiapkan Hana untuknya.

“Kamu ambillah beberapa pakaian, lalu pergi ke kamar Gala.”

Bulan terkejut dan bingung, kemudian bertanya, “Kok ke kamar Gala? Eh... Mas Gala.”

Hana heran mendengar pertanyaan Bulan, lantas membalas, “Kalian ‘kan sudah menikah, sudah sah dan halal juga kalau mau senam lantai."

"Se-se senam lantai? Maksud Mama? "

"Rol depan, rol belakang, salto, kayang!"

_
_
_

Komen yang banyak 🤗🤗

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang