Bab 48 : Pernyataan Cinta Tak Terduga

503 79 43
                                    

"Ngejar-ngejar Bulan?" Gala mengulangi ucapan Suga. "Enak saja dia, Bulan itu sekarang sudah menjadi istriku," imbuhnya.

Gala bergegas pergi dari ruang kerjanya meninggalkan sepupu istrinya yang kebingungan. Isi kepala Suga kini dipenuhi banyak tanda tanya. Salah satunya mungkinkah Gala memang sudah jatuh cinta ke Bulan.

Sementara itu, Dengan kecepatan tinggi Gala memacu mobil menuju perpustakaan kota. Ia sengaja datang tanpa memberitahu Bulan lebih dulu. Setelah sampai Gala pun langsung masuk untuk mencari keberadaan istrinya.

Cukup lama dia menyusuri rak-rak dan mengedarkan pandangan mencari sosok sang istri. Hingga dia melihat Bulan duduk di bangku paling pojok. Gadis itu sedang merebahkan kepala di atas tumpukan buku dengan posisi menghadap dinding.

"Cih ... apa ini yang dia sebut belajar?

Gala bergumam, dia mendekat dan menarik kursi yang tepat berada di seberang Bulan duduk. Pria itu terdiam memandangi sosok istri bayarannya, kemudian mencoba membangunkan m dengan cara menusuk-nusuk lengan Bulan menggunakan jari telunjuk.

"Hei Bul, Bul—pitbul, bangun!" Ucap Gala. Ia tertawa geli karena tahu Bulan pasti akan marah jika tahu dia memanggil seperti itu.

"Dasar! Apa kurang tidurmu semalam?" Gerutu Gala.

Pria itu menyandarkan punggung lantas menatap buku apa yang sedang istrinya baca. Berpikir bahwa Bulan tidur nyeyak, Gala pun mencoba menarik buku yang terhimpit tangan Bulan. 

Namun, tak diduga saat sedang menarik buku itu, Bulan tiba-tiba bangun.

"Kamu? Sejak kapan ada disini?" Bulan merapikan rambut yang menempel di wajah, mengusap mulut juga matanya.

"Baru saja. Pekerjaanku sudah selesai,  tidak ada urusan lain jadi aku ke sini." Gala menjawab sambil memandangi wajah Bulan yang terlihat sangat cantik di matanya.

"Kamu sudah selesai? Kalau sudah, apa mau pergi makan siang?"

Bulan melongo mendengar ajakan Gala. Ia awalnya ingin menolak, tapi tiba-tiba merasakan perutnya keroncongan. Untung saja Gala tidak mendengar cacing di perutnya bermain kendang.

Bulan bergegas mengemasi alat tulis dan buku catatan. Ia mengembalikan buku yang baru saja dibaca ke rak sebelum mengekor Gala keluar dari perpustakaan.

Beberapa menit kemudian, Bulan dibuat kaget karena Gala ternyata membawanya ke sebuah restoran yang cukup mewah. Setelah memesan beberapa hidangan, dia dan Gala makan tanpa berbicara.

Hanya suara dentingan alat makan yang  terdengar, sampai Gala bertanya.

"Apa kamu tahu kalau mantan suamimu masih hidup?"

Bulan yang sedang minum pun mendongak menatap Gala— yang terlihat sedang menunggu jawaban darinya.

"Kamu tahu dari mana?"

Bukannya jawaban yang Gala dapat melainkan sebuah pertanyaan.

"Siapa lagi kalau bukan dari Suga?"

Bulan mengangguk, "Hm... aku sudah tahu, tadi bapak telpon."

"Kamu ga kaget atau senang gitu saat tahu kalau mantan suamimu masih hidup?" Gala kembali bertanya, terdengar menyelidik seolah penasaran dengan isi hati sang istri.

"Kaget sudah pasti, tapi kalau senang? Memang harus ya? Aku dan mas Arif sudah tidak ada hubungan."

Bulan menjawab setelah itu membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di sekitar mulutnya menggunakan tisu yang disediakan di atas meja.

Tanpa Bulan sadari, Gala diam-diam  membuang napas lega mendengar jawabannya. Mereka kembali diam sampai pelayan datang mengambil piring kotor dan disusul dengan pelayan lain yang membawa hidangan penutup.

Bulan menatap piring makanan penutup di hadapannya dengan wajah berbinar. Bentuk dessert itu sangat cantik sampai dia merasa sayang jika harus dimakan. Gala sendiri yang melihat Bulan bahagia, tak bisa menahan senyumnya.

"Makanlah, itu dibuat memang untuk dimakan tidak untuk dipandangi," ujar Gala.

Bulan mengangguk, dia mengambil sendok lantas menyantap hidangan penutup berupa puding berbentuk anak beruang lucu.

"Ngomog-ngomong waktu kamu mendengar kabar kalau Arif meninggal, apa kamu menangis?"

Bulan tampak kaget, dia bahkan seperti kesusahan menelan makanan lembut itu.

"Tentu saja aku menangis. Meski belum ada perasaan padanya, tapi menjadi janda di usia muda membuatku merasa memiliki nasib buruk. Aku malu dan minder. Kamu tahukan kalau orang-orang suka memandang buruk wanita yang berstatus janda?"

Bulan tersenyum tipis, lalu kembali memasukkan dessert kedalam mulut sebelum lanjut berbicara. "Selain itu, aku tidak suka mendapat tatapan iba dan kasihan dari orang lain," ucapnya.

Gala tak merespon, pria itu hanya memindai wajah Bulan dengan tangan memegang sendok dessert yang bahkan belum dia cicip sedikitpun.

"Tapi, kalau boleh tahu, kenapa sih kamu banyak nanya soal mas Arif dari semalam? Apa ada masalah?"

"Masalahnya aku menyukaimu," jawab Gala tanpa berpikir.

Nada bicaranya yang tegas dan lugas berefek luar biasa pada Bulan. Gadis itu terkejut dan menatap tak percaya. Sendok yang seharusnya masuk ke mulut kini malah terjatuh ke piring. Sendok itu memantul lalu terguling ke pangkuannya.

Gala tahu Bulan pasti tak menyangka dia akan mengungkapkan isi hati. Pria itu mencoba memberi waktu gadis di hadapannya ini untuk mengatur emosi.

"Me-me-menyukai, kedengarananya aneh," ucap Bulan.

"Apa mungkin kamu juga memiliki perasaan yang sama? Lihat kamu salah tingkah, pipimu merah." Gala menggoda. Ia mengulum senyum menyadari Bulan kehilangan kata-kata.

"Mana ada aku salah tingkah? Yang salting itu kamu. Lihat! Telingamu merah mirip Chupatkai."

"Hah ... apa kamu bilang? Apa kamu secara tidak langsung mau mengataiku siluman babi?" Gala melongo, dia menatap lekat sang istri menuntut penjelasan. "Mana ada siluman babi setampan aku?"

_
_

Komen 😁

Terjerat Cinta Istri BayaranWhere stories live. Discover now