Bab 61 : Minggat

327 47 12
                                    


“Apa benar kalian bertemu hanya karena memang dekat? Tidak ada maksud lain?” tanya Dinar menyelidik.

Gala mengembuskan napas kasar mendengar pertanyaan Dinar, hingga kemudian kembali menjawab pertanyaan neneknya itu.

“Oma, sudahlah jangan dibahas lagi. Juga berhenti mengurusi masalah warisan lagi. Jujur, aku benar-benar tidak ingin Bulan ikut terseret soal warisan keluarga kita,” ujar Gala menegaskan.

Dinar tentu saja tidak percaya kenapa cucunya yang dulu antusias mendapatkan warisan sang buyut kini berubah pikiran.

“Bukankah kamu menikah juga karena itu?” tanya Dinar keheranan sekaligus sewot mendengar ucapan Gala.

“Iya, tapi setelah semua kacau dan makin rumit, aku lebih memilih pasrah,” jawab Gala. "Jika Oma masih memaksa agar kami mengikuti syarat yang diminta Nenek Gayung, maka kami memilih untuk pergi saja dari sini daripada terus dipaksa,” ancamnya.

Dinar dan Hana melotot bersamaan mendengar ucapan Gala, mereka menatap Gala dengan rasa tidak percaya.

Gala sendiri langsung menarik tangan Bulan, dia menggandeng sang istri menuju ke kamar meninggalkan mama dan neneknya.

“Berkemas-kemaslah! Bawa apa yang sekiranya kamu butuhkan,” kata Gala ketika dia dan Bulan sudah sampai di kamar.

Bulan nengerutkan kening, dia bingung mendengar intruksi sang suami, hingga kemudian bertanya, “Memangnya kita mau ke mana?”

“Ke mana saja. Pokoknya pergi. Kita harus menunjukkan sikap, kalau kita ga bisa ditekan dengan warisan,” jawab Gala.

Bulan memilih untuk tidak banyak berkomentar, hingga akhirnya menuruti saja apa yang diperintahkan Gala.

Setelah Bulan mengemas barang-barang yang dibutuhkan, Gala pun mengajak istrinya itu keluar kamar.

“Kalian mau ke mana?” tanya Hana yang kaget karena Gala dan Bulan turun dari lantai atas membawa koper.

“Pergi, biar ga dituntut terus untuk memenuhi syarat warisan,” jawab Gala sambil menggandeng erat tangan Bulan.

Dinar hanya diam karena merasa Gala hanya mengancam, tapi tidak dengan Hana yang panik.

“Jangan gitu, Ga. Tidak perlu pergi juga,” ujar Hana mencoba mencegah.

“Harus, Ma. Aku tidak mau terus hidup dikejar-kejar syarat yang membuatku tidak tenang.”

Gala bersikeras dengan keputusannya. Dia pun tetap mengajak Bulan pergi dari rumah. Mereka pergi menggunakan mobil dan meski sudah keluar dari rumah tapi Bulan masih tidak tahu ke mana Gala akan membawanya.

“Kita mau ke mana?”

“Kita pergi ke Jogja saja untuk sementara. Ke rumah orangtuamu,” jawab Gala sambil menoleh Bulan yang bingung dan cemas.

“Apa harus?” tanya Bulan lagi.

“Harus,” jawab Gala penuh ketegasan.

“Tapi sampai kapan kita mau minggat?” tanya Bulan sambil menatap Gala yang fokus menatap jalanan di depannya.

“Ya, sampai mereka paham jika ga bisa maksa-maksa kita lagi."

Mendengar jawaban Gala yang sewot Bulan pun memutuskan untuk tidak lagi bertanya. Dia mengikuti keputusan sang suami dan mau saja diajak ke rumah orangtuanya di Jogja.

Gala pun sudah menyetir cukup lama, bahkan mereka sudah berada di luar kota sekarang.

“Apa kamu tidak mau istirahat dulu? Kayaknya kamu sudah sangat capek,” ucap Bulan saat melihat Gala yang mulai tidak fokus dan beberapa kali menguap.

Gala mengembuskan napas kasar dan mengamini ucapan Bulan. “Hm ..
kamu benar.”

Gala dan Bulan akhirnya mencari hotel di jalur yang mereka lewati. Beruntung masih ada kamar dan kini mereka berada di sana untuk beristirahat.

“Apa benar kamu mau minggat kayak gini?” tanya Bulan ketika mereka ada di kamar.

Gala baru saja ganti baju, lantas memandang Bulan yang duduk di tepian ranjang.

“Aku ga minggat, anggap saja aku mau lihat kondisi mertua di kampung,” jawab Gala kemudian ikut naik ke ranjang.

Bulan pun hanya diam mendengar jawaban Gala. Dia sadar tidak mungkin bisa dan susah mencegah keputusan sang suami.

Beberapa saat kemudian, Bulan menoleh Gala yang sudah berbaring, hingga kemudian membahas masalah kuliahnya.

“Tapi aku sebentar lagi harus masuk kuliah, jadi ga bisa lama-lama di rumah Bapak,” ucap Bulan.

“Aku setuju untuk tidak berlama-lama. Sudah sekarang istirahat dulu, biar besok bisa melanjutkan perjalanan lagi."

Gala pun meraih ponsel yang ada di atas nakas, hanya untuk mematikan dayanya lalu mengembalikan benda itu ke nakas lagi.

Bulan pun membaringkan tubuh dan siap tidur. Hingga ponselnya tiba-tiba berdering, membuatnya kembali bangun untuk melihat siapa yang menghubungi.

“Sudah matikan saja ponselmu. Istirahat dan ga usah jawab panggilan dari siapapun dulu!"

Bulan menoleh Gala yang bicara sambil memejamkan mata, hingga mengambil ponsel di nakas dan terkejut saat melihat nama Hana yang terpampang di layar.

“Tapi ini Mama yang menghubungi. Bagaimana kalau Mama cemas karena tidak ada kabar dari kita?” tanya Bulan yang takut.

Gala membuka kelopak mata, lantas menoleh Bulan yang sedang memegang ponsel.

“Biarin saja, biar mereka sadar jika aku ga bisa diatur dan aku juga ga mata duitan,” jawab Gala.

Bulan bingung dan terus menatap panggilan yang terpampang di layar. Dia pun akhirnya diam daripada Gala terus marah dan kesal.

Setelah panggilan itu berakhir, Bulan pun mematikan daya dan meletakkan kembali ponsel ke nakas. Dia pun berbaring dan bersiap tidur lagi.

Hingga saat baru saja mau tidur, tiba-tiba saja Bulan teringat kepada mantan suaminya yang sekarang ada di kampung.

“Arif sedang di kampung, bagaimana jadinya kalau Gala ketemu Arif,” gumam Bulan, kemudian menoleh Gala yang ternyata sudah tidur karena kelelahan.

Terjerat Cinta Istri BayaranWhere stories live. Discover now