Bab 43 : Terkena Murka Oma

604 76 44
                                    

Teriakan Dinar semakin lantang, wanita tua itu jelas tidak akan diam sebelum mendapatkan apa yang diinginkan. Pembantu rumah Hana pun mendekat, ingin memperjelas permintaan dari Dinar agar tidak salah dan semakin membuat wanita itu murka.

“Ambilkan beras, garam, dan kacang hijau!” Teriak Dinar lagi.

Pembantu itu pun lari terbirit ke belakang. Dia kembali ke depan tapi bukan garam yang dibawa melainkan gula.

“Yah … keliru Nyonya.”

Dinar yang emosi tak peduli, dia ambil toples berisi gula itu lalu meraup dengan tangan. Ia melemparkannya ke arah Gala dan membuat cucunya itu kepayahan menghindar.

“Oma, apa yang oma lakukan? Oma pikir aku donat?” Gala menghindar dan menggunakan tangannya untuk menepis kristal-kristal gula yang dihamburkan Dinar.

Hana sendiri bingung, dia berusaha menghentikan sang mertua karena takut rumahnya akan menjadi sarang semut jika ditaburi gula seperti ini. Sadar tak bisa menghentikan kelakuan Dinar, Hana menyambar baskom berisi beras dari tangan pembantu, untuk ditukar toples gula yang ada pada mertuanya.

“Ini, Mama pakai ini saja!” Ucap Hana.

Gala yang menyadari kalau sang mama malah bersekongkol dengan neneknya pun melongo tak percaya. Mulutnya sampai mengaga dan hal itu tidak disia-siakan oleh Dinar untuk melempar beras ke arah muka, sehingga beberapa bulir masuk ke mulut dan membuatnya memakan beras.

Bulan syok, dia tak percaya Dinar sampai melakukan hal setega ini pada Gala, meski jika dilihat tingkah mereka sangat konyol dan mengundang tawa.

“Oma, jangan! Berhenti Oma!” Bulan pasang badan. Ia berdiri di depan Gala sambil merentangkan tangan.

Bulan tak sadar kalau tinggi badannya hanya sedada Gala, sehingga Dinar masih bisa melempar beras ke arah muka pria itu.

“Oma jangan lakukan ini ke suamiku!” Bulan mencoba merayu, dia mengangkat tangan ke atas kepala berusaha menghalau taburan beras dari Dinar agar tak mengenai muka sang suami.

Gala sendiri malah cengegesan. Ia merasa bahagia dibela oleh Bulan, terlebih wanita itu memanggilnya dengan sebutan ‘suamiku’.

“Oma ayolah! Tidak perlu buang-buang beras. Masih banyak orang yang tidak bisa makan di luar sana,” ucap Bulan.

Mendengar kalimat itu, Dinar pun menghentikan aksi. Ia heran karena Gala malah tersenyum sambil memandang Bulan yang berdiri tepat di depannya.

Di saat itu pembantu datang membawa sekantong kacang hijau, tapi Hana lebih dulu menghalau pergi.

“Bilang ke suamimu, di luar sana banyak orang yang tidak bisa makan, tapi dia dengan entengnya ingin melepaskan warisan yang bernilai triliunan.”

Bulan menelan ludah, dia tidak menyangka Dinar akan menyebut nominal warisan yang ditinggalkan oleh nenek gayung. Gadis itu kini bingung menghitung berapa banyak angka nol yang dimiliki Gala di rekening, jika sampai mendapatkan warisan itu.

“Pantas, dia berani membayarku mahal, ternyata …. “ Bulan bergumam di dalam hati. Jiwa matrenya meronta membayangkan hidup berlimpah materi.

“Oma tenang saja! Aku akan memarahi suamiku nanti,” ucap Bulan. Ia sengaja memasang muka melas agar Dinar luluh.

“Kalian itu ingin dibuat kaya tujuh turunan dari jalur warisan saja membantah. Hanya butuh bikin anak, bukankah itu hal yang paling kalian sukai?” Cerocos Dinar bak petasan banting.

“Jalur enak saja banyak berkilah, apalagi jika harus bersusah payah,” imbuhnya yang masih sedikit emosi.

“Masalahnya bukan itu Oma, Bulan punya hak atas tubuhnya. Kenapa Oma memaksa dia untuk hamil?”

Bulan menoleh dan melotot tajam ke Gala. Bisa-bisanya pria itu malah membalas ucapan Dinar padahal omanya sudah berhenti marah.

Bibir Bulan pun meliuk-liuk memarahi Gala tanpa suara. Sedangkan pria itu malah mengedikkan dagu sambil mengeluarkan kata ‘apa’.

“Kenapa sih, Ga. Kayaknya kamu ga mau banget Bulan hamil, jangan-jangan kamu kelainan ya?”

Hana yang diam akhirnya ikut buka suara. Ia malah berprasangka buruk ke putranya, sampai mulut Gala menganga lagi.

“Kamu impoten? Atau homo?” Tanya Hana.

“Mama tega sekali ngomong kayak gitu, aku ini waras dan sehat, Ma! Aku tidak impoten, tidak juga penyuka sesama jenis,” balas Gala. “Bulan itu bukan kambing, kenapa dipaksa untuk hamil?”

Bulan menoleh Gala dan melayangkan protes, gadis itu memukul lengan sang suami dan berkata,” Bisa tidak hewan lain, kenapa harus kambing?”

Gala menggertakkan gigi, lantas menolehkan kepala Bulan ke depan. Ia gemas karena istrinya itu malah protes di saat genting seperti ini.

“Intinya kalian tidak boleh sampai kalah dari Altar, Oma bersikeras seperti ini karena tahu yang terbaik buat kalian. Oma tidak ingin anak turun Oma hidup susah.” Dinar membentak sampai urat di lehernya tampak.

Bulan dan Gala pun diam seribu bahasa. Mereka takut Dinar terkena serangan jantung atau hipertensi karena bicara ngotot seperti ini.

“Sudah-sudah! Mama tidak perlu sampai emosi begini. Bulan pasti mau hamil, iya ‘kan?” Tanya Hana ke sang mantu.

Bulan bengong, dia mengangguk saja tanpa berpikir. Otaknya sudah buntu karena perdebatan yang tak berkesudahan ini. Gala yang tak ingin sang istri dicecar dengan pertanyaan lain memilih meraih pergelangan tangan Bulan dan mengajak gadis itu pergi ke kamar.

Bulan tak bisa menolak, dia tahu Dinar dan Hana pasti akan membahas soal tes kesuburan lagi jika dia berada di sana tanpa Gala.

“Apa kamu baik-baik saja?” Tanya Bulan sesaat setelah dia dan Gala masuk ke kamar.

“Seharusnya aku yang bertanya, apa kamu baik-baik saja? Oma pasti akan melakukan lebih banyak cara untuk memaksamu hamil,” jawab Gala.

"Bagaimana mau hamil? Disentuh aja ga."

Bulan mengatupkan bibir — keceplosan.

_
_

Komen

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang