Bab 60 : Keputusan Yang Tidak Bisa Diterima

355 52 12
                                    


Hari itu Bulan menemui Tabita untuk membahas rencana mereka menjadikan Tsamara sebagai penerima warisan nenek Gayung. Melihat Tabita juga antusias bertemu, Bulan pun berpikir wanita itu pasti akan marah padanya setelah dia mengungkapkan maksud.

“Jadi bagaimana?”

Tabita bertanya lebih dulu saat sudah duduk berdua bersama Bulan.

Bulan terlihat bingung, hingga kemudian menatap Tabita yang sedang menunggu jawaban darinya.

“Sepertinya aku tidak bisa melakukan rencana kita,” jawab Bulan.

Tabita tentu saja terkejut mendengar kalimat Bulan hingga langsung menggeser badannya agar bisa lebih dekat.

“Kenapa tidak bisa? Apa kamu sekarang berubah pikiran dan setuju kalau kehamilan kita dijadikan kompetisi?” tanya Tabita dengan ekspresi wajah tidak senang.

Bulan bingung menjawab pertanyaan Tabita. Dia tidak mungkin jujur kalau dulu dia dan Gala hanya pura-pura menikah, dan sekarang akhirnya benar-benar menjadi pasangan suami-istri.

“Kenapa tidak menjawab?” tanya Tabita semakin curiga.

“Bukan berubah pikiran. Aku hanya takut kalau hamil dan kamu menyalahkanku."

Tentu saja ucapan Bulan yang jujur itu membuat Tabita bingung dan tak habis pikir.

“Lagi pula anak adalah rezeki, jika salah satu di antara kita diberi kepercayaan lebih dulu, mana mungkin menolaknya. Jadi aku pikir biarlah siapa di antara kita yang akan hamil duluan menjadi kehendak Ilahi,” ujar Bulan menjelaskan.

Tentu saja Tabita jengkel dengan ucapan Bulan, apalagi keputusan istri Gala itu terasa berubah-ubah.

“Kamu memang tidak bisa dipercaya. Seharusnya aku tidak memercayaimu sejak awal,” ketus Tabita. Dia tentunya bingung dan kesal karena sudah bisa dipastikan kalau dia pasti akan membuat suaminya kalah dari Gala, sebab selama ini dia diam-diam mengonsumsi pil KB.

“Bukan begitu, Kak. Aku hanya memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, ada hal yang di luar kendali kita. Lagi pula kita tidak bisa melawan kehendak Tuhan,” ujar Bulan mencoba menjelaskan agar Tabita tidak emosi.

“Itu alasan kamu saja!” Tabita menyandarkan punggungnya dengan kasar lantas bersedekap dada. Dia membuang muka, wajahnya masam penuh rasa kecewa.

Sementara itu tanpa Tabita ketahui, ternyata Tata membuntutinya pergi dan melihat dia bertemu dengan Bulan.

Tata mengawasi dari jauh sehingga tidak bisa mendengar jelas perbincangan antara Tabita dan Bulan. Wanita tua itu ingin mendekat, tapi cemas jika Tabita sampai menyadari kalau dirinya membuntuti. Tata kesal karena menyangka Tabita sedang merencanakan sesuatu dengan Bulan. Dia pun memilih pergi dan berencana membuat perhitungan saat di rumah nanti.

Tabita masih menatap kesal Bulan, hingga kemudian berdiri dan meraih tasnya.

“Bicara denganmu sekarang percuma saja. Kenapa kamu tidak menolak hal ini dari dulu?"

Tabita benar-benar kecewa, hingga memilih meninggalkan Bulan sendirian di sana.

Bulan sendiri hanya bisa menghela napas kasar. Pasrah karena dia pun tidak tahu jika hubungannya dan Gala bisa sampai sejauh ini.

Beberapa menit kemudian Tabita pun sampai ke rumah, dia terkejut saat mendengar Tata memanggil namanya dengan suara lantang saat dia baru saja akan menaiki anak tangga.

“Ke sini kamu!” perintah Tata.

Tabita menurut dan mendekat ke arah Tata. Dia memasang muka datar, tapi rasa kesalnya tetap tak bisa ditahan.

“Dari mana kamu?” tanya Tata yang tidak ramah seperti biasa, terlihat jelas jika dia sedang maradang.

“Baru selesai bertemu managerku,” jawab Tabita.

“Bohong! Kamu bertemu Bulan, kan? Apa yang kalian bicarakan?” tanya Tata dengan nada suara tinggi.

Mata Tabita seketika membulat sempurna mendengar pertanyaan Tata, tapi jelas dia tidak akan mungkin jujur ke wanita itu.

“Iya, setelah menemui managerku aku bertemu dengan Bulan." Tabita mencoba menjelaskan dengan sedikit berkelit.

“Sejak kapan kamu bekerja dengannya?” tanya Tata yang tidak percaya begitu saja. Hingga nenek suaminya itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas, kemudian melemparnya ke lantai.

Tabita terkejut melihat pil KB yang dia tahu adalah miliknya, tapi tak lama dia mengangsurkan tatapan tak percaya ke Tata.

“Apa Oma menggeledah kamar pribadiku? Kenapa Oma melakukan ini?” tanya Tabita yang panik mengetahui Tata bisa menemukan pil KB miliknya.

Tata tersenyum miring mendengar pengakuan Tabita, karena sebenarnya Pil itu bukan milik Tabita. Pil KB itu dibeli Tata untuk menjebak dan memancing pengakuan cucu menantunya itu kenapa belum hamil juga. Tata juga kaget ternyata ini berhasil.

“Apa maksudmu mengonsumsi pil KB? Kamu 'kan tahu Altar harus segera memiliki anak? Kamu memang tidak berniat hamil, kan? Lalu kalau memang begitu, untuk apa kamu menikahi Altar?”

Tabita gelagapan tidak bisa membantah ucapan Tata. Dia diamuk habis-habisan oleh wanita itu karena perbuatannya.

Tata terus marah hingga membuat gaduh seisi rumah, hingga kegaduhan itu pun sampai ke telinga keluarga Gala, terutama Dinar.

Malam harinya Dinar datang ke rumah Kelana, tentu saja hal itu membuat Hana dan yang lain terkejut mendengar apa yang dia ceritakan soal Tabita.

“Mama tidak bohong, Tata mengamuk karena Tabita ketahuan minum pil KB. Bisa-bisanya dia malah KB.” Dinar benar-benar bersemangat menceritakan yang terjadi di kediaman Rafli.

Bulan pun hanya bisa menelan ludah mendengar hal itu, hingga merasa tidak enak hati ke Tabita. Bulan mengira jika sepupunya itu mengonsumis pil penunda kehamilan karena kesepakatan yang mereka buat sebelumnya.

“Oh ya, katanya kamu bertemu dengan Tabita. Memangnya apa yang kalian bicarakan?” tanya Dinar ke Bulan.

Hana pun menoleh ke Bulan, tatapannya terlihat menyelidik dan dia pun tak sabar menunggu menantunya itu menjawab.

Bulan bingung, lidahnya seperti kelu tak bisa menjawab. Beruntung Gala lebih dulu datang dan suara untuk menjawab pertanyaan sang Oma.

“Bulan dan Tabita memang berteman. Memangnya salah jika mereka bertemu? Apa tidak boleh jika istriku baik ke istri sepupuku sendiri?”

_
_

Ada 4 bab lagi aku edit pelan² semoga bisa up semua hari ini ya

Terjerat Cinta Istri BayaranOnde as histórias ganham vida. Descobre agora