Bab 39 : Periksa Kesuburan

466 72 29
                                    


Bulan tak menjawab Tabita dan malah terlihat berpikir, tentu saja dia belum punya ide bagaimana caranya agar Tsamara bisa mendapatkan harta warisan Nenek Gayung.

“Bukankah kita harus mencari cara dulu? Tapi aku sendiri merasa buntu,” ujar Tabita yang malah bingung dengan idenya sendiri.

Bulan masih berpikir sambil menyedot jus miliknya, hingga kemudian berkata, “Coba pikir! Tsamara ‘kan adiknya Gala, kalau dia yang mendapat warisan itu, bukankah kemungkinan akan membaginya dengan sang kakak? Lantas Altar gimana? Ga mungkin Tsamara mau membagi warisan itu ke Altar juga,” ucap Bulan setelah merenung sejenak.

Tabita juga baru saja berpikiran ke sana, hingga kemudian membalas ucapan Bulan.

“Maka dari itu kita harus bertemu dengan Tsamara dulu, kemudian membuat perjanjian bertiga,” balas Tabita.

Bulan berpikir lagi. Dia sebenarnya tidak peduli dengan warisan itu, siapa yang akan dapat dan siapa yang akan menikmatinya. Lagi pula, jika tiba waktunya Tsamara mendapatkan harta warisan itu, mungkin dia dan Gala sudah bercerai. Namun, Bulan jelas tidak mungkin mengatakan ini ke Tabita, karena sama saja dengan mengungkap rahasianya.

“Hem... benar, begitu saja,” ucap Bulan mengiakan rencana Tabita. “Hubungi saja aku, saat kamu akan bertemu dengan Tsamara,” imbuhnya.

Tabita mengangguk-angguk paham, hingga kemudian kembali ingat dengan niatnya bertemu Bulan.

“Itu soal nomor hp, boleh ga aku kasih ke Dominic?” tanya Tabita sedikit ragu.

“Emm … untuk yang satu itu aku harus bertanya dulu ke suamiku, aku juga ga bisa kasih nomor ke sembarang orang, meski aku tahu siapa Dominic, tapi tetap saja harus ada izin dari suamiku,” jawab Bulan panjang lebar.

Tabita kembali mengangguk, merasa jika ucapan Bulan ada benarnya. Hingga dia merasa kalau Bulan adalah istri penurut, membuatnya mendadak tidak yakin kalau Bulan akan mau mengikuti rencananya, tapi meski begitu Tabita mencoba untuk percaya. Jika tidak setuju dengan idenya, mana mungkin Bulan bersemangat membahas hal ini.

Namun, ada satu hal yang Tabita tidak tahu, yaitu Bulan dan Gala sebenarnya hanya berpur-pura menikah. Meminta izin seperti yang dia sebutkan tadi pun, karena sudah ada perjanjian yang tidak ingin dilanggar oleh Bulan, selama menjadi istri Gala.

Setelah bertemu dan berbincang dengan Tabita, Bulan pun pulang. Saat sampai di rumah dia berpapasan dengan Hana yang baru saja keluar dari dapur.

“Kamu dari mana?” tanya Hana yang tidak melihat kapan menantunya itu pergi.

“Dari kafe, Ma. Ngopi,” jawab Bulan, padahal dia minum jus tadi.

Hana membentuk huruf O dengan bibir, kemudian mengajak Bulan duduk. Di sana ternyata juga ada Dinar, mereka tampaknya hendak membahas hal serius, dan tentu saja pasti tentang warisan Nenek Gayung.

“Bul, soal syarat Nenek Gayung, apa kamu dan Gala sudah menjalankannya?” tanya Hana, meski privasi tapi baik Hana dan Dinar ingin mengetahui hal itu.

Bulan langsung tersedak mendengar pertanyaan Hana, tapi berusaha tenang dan menjawabnya dengan senyuman manis.

“Ten-tentu, Ma.” Bulan menjawab dengan ekspresi panik, tapi Hana dan Dinar mengira kalau Bulan seperti itu karana merasa malu.

“Kalau begitu kamu harus melakukan cek kesuburan. Mau sudah melakukannya sehari lima kali, kalau kandunganmu tidak dalam kondisi baik, pasti akan susah hamil,” ujar Dinar.

Bulan menelan ludah susah payah, seharusnya dia sudah bisa menebak jika perbincangan seperti ini pasti akan terjadi.

“Bul, kapan kamu ga sibuk? Kita mau ajak kamu ke dokter untuk periksa dan memastikan?” Tanya Hana kemudian.

Bulan masih memasang wajah tenang meski sedang dalam kondisi panik. Dia hendak menjawab, tapi Hana lebih dulu bicara lagi.

“Bagaimana bisa mama lupa, kamu ‘kan ga sibuk dan ga ada kegiatan juga. Jadi, besok aja kita ke dokternya untuk cek,” ujar Hana menjawab pertanyaannya sendiri.

Bulan kebingungan, tapi berakhir mengiakan saja dengan menerima ajakan itu, daripada Hana dan Dinar curiga.

Setelah bicara dengan mertua dan nenek suaminya. Bulan pun pergi ke kamar dan langsung merebahkan tubuh di kasur. Dia membuka gulugulu, lantas mencari info tentang prosedur dan cara pemeriksaan kandungan.

Hingga Bulan menemukan sebuah artikel, membaca tentang pemeriksaan ukuran sel telur menggunakan USG Transvaginal. Bola mata Bulan langsung membulat lebar melihat alat yang digunakan untuk pemeriksaan itu.

“Bagaimana bisa alat itu masuk ke sana. Apalagi aku masih perawan.”

Bulan panik sampai menggigit bibir bawahnya dan terlihat bingung harus bagaimana.

Seharian Bulan hanya bisa mondar-mandir di kamar, memikirkan pemeriksaan kesehatan rahim yang diminta Hana dan Dinar membuatnya gundah.

“Kalau sampai periksa ke dokter kandungan, aku pasti bisa ketahuan sudah berbohong."

Bulan berjalan ke sana-kemari seperti setrikaan, meremas-remas jari karena bingung dan takut. Dia menunggu Gala pulang untuk menyampaikan apa yang hendak dilakukan Hana dan Dinar.

Hingga Gala pulang dan melihatnya mondar-mandir dengan ekspresi wajah cemas.

“Kamu kenapa?” tanya pria itu sambil melonggarkan dasi.

Bulan langsung menghampiri Gala. Dia menarik tangan suaminya agar masuk dan buru-buru mengunci pintu karena takut jika ada yang mendengar. Gala sendiri bingung melihat tingkah Bulan, dia mengikuti langkah sang istri dengan kening berkerut halus.

“Ada masalah dan ini gawat darurat,” ucap Bulan kemudian meraih ponselnya yang tadi diletakkan di kasur.

“Ada apa? Gawat apa?” tanya Gala.

Bukannya langsung menjawab ke inti permasalahan, Bulan malah menyodorkan ponsel, memperlihatkan gambar di sana.

“Lihat ini!”

-
-

Komen
Follow IG Na @nasyamahila

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang