Bab 47 : Perlakuan Aneh

478 79 39
                                    

"Biar aku potongkan untukmu!"

Setelah bangun pagi tadi diawali dengan kejadian tangan yang menempel pada perut. Kali ini Gala menunjukkan perhatian lagi ke Bulan. Pria itu mengambil alih piring sang istri yang berisi roti panggang.

"Eh, ga usah. Aku bisa memotongnya sendiri."

Bulan menolak dan hendak menarik kembali piring sebelum Gala menghalau tangannya.

"Biar aku aja!"

Tanpa keduanya sadari, keributan manis itu disaksikan oleh Hana dan Kelana. Hana yang berhadapan langsung dengan anak dan menantunya pun mengulas senyum manis. Sedangkan, Kelana hanya melihat sebentar lalu kembali fokus dengan sarapannya.

"Manis banget kalian, Mama jadi iri lihatnya," ujar Hana membuat pasangan muda itu terutama Bulan terdiam.

"Minta sama Papa, Ma," jawab Gala. Dia memegang pisau dan garpu yang digunakan untuk memotong roti di piring Bulan.

"Udah tua! Malu," sahut Kelana.

"Papa aja kali yang tua, Mama sih belum. Orang masih cantik gini." Hana tak terima dengan ucapan sang suami.

Gala yang sudah selesai memotong-motong roti pun memberikan piring Bulan kembali. "Pelan-pelan saja makannya," pesan pria itu dengan menepuk pelan puncak kepala sang istri.

Bulan jelas merasa perlakukan Gala ini semakin aneh. Dadanya bahkan dibuat berdetak tak karuan. Meski begitu dia memilih menepis perasaannya dan mulai sarapan dengan tenang seperti yang lain. Namun, tak disangka Bulan tiba-tiba tersedak dan seketika Gala mengulurkan air minum dan mengusap punggungnya.

"Apa aku bilang, pelan-pelan makannya," ujar Gala. "Sini apa mau aku suapi?"

"A-aku bisa sendiri." Bulan berusaha mengambil alih piringnya yang berada di tangan Gala. Dia malu. Apalagi interaksi mereka diperhatikan oleh kedua orang tua Gala.

"Turuti saja ucapan Gala! Jarang-jarang dia bersikap baik seperti itu," ujar Kelana. Ia berdiri di depan Hana yang sedang membantu merapikan kemejanya.

"Iya, benar. Mama senang lho lihat kalian yang manis gini."

"Hm? Ayo, buka mulutnya atau mau pakai gaya pesawat terbang? Wush ...," goda Gala yang disambut tawa dari Kelana dan Hana.

Bulan yang sudah malu karena digoda dan ditertawai dengan terpaksa membuka mulut dan menerima suapan yang Gala berikan.

"Papa berangkat dulu! Jangan lupa ada rapat."

Sepeninggal Kelana dan Hana, Gala kembali menggoda Bulan dengan menggerakkan garpu kesana-kemari sebelum mendaratkannya ke dalam mulut Bulan.

"Aku bukan anak kecil!" Sewot Bulan.

"Siapa bilang kamu anak kecil?"

"Perlakuan kamu kayak perlakuan bapak ke anaknya."

"Oh... Aku cuma latihan sebelum benar-benar kamu kasih anak."

Bulan melongo, dia sepertinya harus membawa sang suami ke dokter jiwa.

"Sudah! Bawa sini!" Bulan merampas garpu dari Gala dan malah membuat pria itu tertawa.

Setelah sarapan, Bulan mengekori Gala ke halaman. Ia sebenarnya takut ditinggal, cemas kalau Dinar datang dan menyeretnya ke rumah sakit.

"Hari ini mau kemana? Dirumah?" tanya Gala sebelum benar-benar berangkat.

"Mau ke perpustakaan kota, kalau dirumah takut nanti Oma tiba-tiba datang."

"Jam berapa? Atau mau bereng?" tanya Gala.

"Ga usah, aku bisa naik taksi," tolak Bulan.

"Bareng aku aja takutnya aku berangkat Oma datang."

"Aku belum siap-siap!"

"Kamu sudah mandi, apanya yang belum siap? Kalau mau ganti baju, ganti sekarang aku tunggu."

"Ga usah, aku nanti berangkat sendiri."

"Siap-siap, aku tunggu!" Gala setengah memaksa.  Tatapan matanya menunjukkan ketegasan dan tidak ingin dibantah.

Hal ini akhirnya membuat Bulan kembali masuk dan berlari menuju kamar untuk bersiap.

Beberapa menit kemudian mobil yang Gala kemudikan melaju dan sampai perpustakaan kota.

"Nanti kalau sudah selesai telepon aku biar aku jemput lagi," ujar Gala sebelum Bulan masuk ke gedung perpustakaan.

Istrinya itu hanya mengangguk tanpa buka suara, dan Gala lagi-lagi bersikap aneh dengan menyodorkan tangannya.

Bulan pun mengerutkan kening, mau tak mau menyambut tangan Gala dan mencium punggung tangan pria itu.

Dengan pikiran penuh tanda tanya, Bulan berjalan masuk. Dia bergegas mencari buku yang ingin dibaca sebelum mencari tempat duduk yang berada di sudut. Bulan membaca dengan serius dan sesekali mencatat hal penting di buku tulis yang sengaja dia bawa tadi.

Suasana sunyi di sana tiba-tiba terganggu dengan dering ponsel dari tempat duduk Bulan. orang-orang yang berada tidak jauh dari tempat gadis itu duduk pun menatap kesal. Bulan menunduk meminta maaf karena sudah teledor tidak mematikan nada dering ponselnya.

"Pasti Gala!" tebak Bulan sambil bergegas mencari tempat sepi.

Namun, tebakan gadis itu salah karena ternyata yang menghubungi adalah bapaknya sendiri.

"Tumben bapak telepon." Bulan bergumam sendiri setelah itu menyapa,"Halo, Pak!"

"Kamu apa kabar, Nduk. Sehat?"

"Sehat, Pak." Bulan mengatupkan bibir. Harap-harap cemas karena tak biasanya pak Bathok menelepon lebih dulu.

"Ada apa, Pak? Apa ada sesuatu?" Tanya Bulan dengan nada suara ragu.

"Bapak mau ngasih tahu, kalau Arif mantan suamimu ternyata masih hidup dan sekarang dia ada di sini."

Ucapan Pak Bathok membuat Bulan terkejut dan merasa tidak percaya. Baru semalam dia dan Gala membahas tentang Arif dan sekarang laki-laki itu benar-benar masih hidup.

"Mas Arif? Beneran? Apa bapak ga bohong?"

"Ga mungkin bapak bohong, Nduk. Ini beneran. Ternyata Arif berhasil selamat pas jatuh ke laut, tapi tidak bisa pulang dan harus mencari biaya agar bisa pulang."

Arif yang mendengar percakapan Bulan dan pak Bathok senang mendengar respon yang gadis itu berikan tentang kemunculannya lagi. Arif memang sengaja datang ke rumah pak Bathok dengan membawa buah tangan untuk menanyakan kabar Bulan.

"Aku ikut senang, tapi untuk apa Bapak repot-repot kasih kabar tentang kepulangan Mas Arif? Aku dan Mas Arif sudah tidak ada hubungan lagi, Pak. Jadi, hal itu tidak penting untukku."

Kebahagiaan yang baru saja Arif rasakan dengan cepat lenyap. Pria itu kecewa dengan ketidakpedulian Bulan padanya. Bahkan Bulan tak ingin membahas tentangnya. Mantan istrinya itu memutus sambungan telepon setelah berbincang ringan dengan pak Bathok.

Bulan memilih kembali masuk ke perpustakaan untuk melanjutkan membaca buku.

Di sisi lain, Gala yang sejak datang ke kantor tampak semringah harus dibuat sedikit kecewa saat Suga datang mengantar berkas.

Kakak sepupu Bulan itu menyampaikan kabar yang membuatnya tak percaya.

"Di kampung Sidorapet sedang terjadi huru-hara, Pak. Mantan suami Bulan, si Arif pulang dengan keadaan sehat."

"Apa?"

"Apa Anda percaya? Dia bilang terdampar sampai tidak bisa pulang. Memang dia dugong?"

Suga tampak bicara dengan raut wajah kesal. Tentu saja dia curiga kalau selama ini Arif sengaja memalsukan kematiannya sendiri.

"Jangan sampai dia menyesal dan ngejar-ngejar Bulan," gumam Suga yang tak sadar membuat Gala ketar-ketir.

_
_
_

Komen 🤣

Terjerat Cinta Istri BayaranWhere stories live. Discover now