Bab 49 : Jadian

486 70 44
                                    

"Terserahlah! Capek ngomong sama kamu," ucap Bulan. Ia meletakkan alat makan di tangannya lalu membersihkan mulut.

"Kamu ga mau jawab pernyataan sukaku? Apa bagimu aku ga menarik?" Gala memang tak memiliki sedikitpun rasa penyesalan karena sudah mengungkapkan perasaannya ke Bulan. Hanya saja dia butuh jawaban. Bulan yang bersikap seperti ini membuat Gala serba salah.

"Kamu menarik," jawab Bulan.

"Kalau begitu jawab aku! Apa kamu juga menyukaiku?"

Bulan menelan saliva, dia merasa tidak pantas menyukai Gala. Perbedaan status mereka sangat tinggi. Selama ini Bulan merasa biasa saja karena di dalam alam bawah sadarnya tertulis hubungan yang mereka jalin hanyalah sebuah sandiwara. Mereka sama-sama diuntungkan karena memiliki kesepakatan.

Namun, kini berbeda. Jika Gala benar-benar menyukainya apa mungkin hubungan mereka yang semula palsu akan menjadi nyata.

"Aku menyukaimu."

Gala semringah, dia senang karena Bulan juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Tapi ini aneh, apa yang kamu suka dariku? Aku tidak cantik, bukan dari keluarga terpandang seperti mantan kekasihmu." Bulan berkata seperti itu karena merasa rendah diri. Dia tersenyum ironi menyadari Gala terlalu jauh untuk digapai.

"Aku ga tahu kenapa bisa suka sama kamu, yang pasti aku merasa nyaman deket sama kamu dan akhir-akhir ini aku selalu memikirkanmu," jawab Gala."Semua itu sudah cukup menurutku," imbuhnya.

Bulan membeku mendengar jawaban Gala, hingga satu pertanyaan kembali meluncur dari bibirnya.

"Lalu kamu maunya gimana?"

"Kita pacaran. Aku mau kamu jadi pacarku!" Jawab Gala cepat.

Bulan tertawa merasa Gala sedang membuat lelucon. "Pacaran? Apa kamu bercanda?"

"Apa aku terlihat sedang bercanda?"

Bulan semakin kehilangan kata-kata, karena wajah Gala terlihat serius saat ini.

"Baiklah, aku akan bersabar dan memberimu waktu."

Gala merogoh dompet di kantong celana setelah mengucapkan kalimat itu dan mengajak Bulan pergi. Pria itu berjalan lebih dulu lantas sang istri mengekor di belakang.

Bulan berjalan dengan terus memikirkan ucapan Gala yang memintanya menjadi pacar.

"Apa dia benar-benar serius?" Gumam Bulan di dalam hati. Sebenarnya dia pun memiliki perasaan yang sama seperti Gala.

Hal ini membuat Bulan galau, dia memejamkan mata sebelum mengumpulkan keberanian dan menahan lengan Gala saat pria itu hampir masuk ke mobil.

"Apa kamu benar-benar serius dengan perasaanmu padaku?" Tanya Bulan.

Gala memandang intens wajah Bulan, menatap serius perempuan itu. Keadaan parkiran sangat sepi sehingga tidak ada orang yang bisa mendengar obrolan mereka.

"Aku tidak pernah seserius ini, tapi kalau kamu menganggap ini hanya sebuah lelucon, tidak masalah."

Gala hampir melepaskan tangan Bulan dari lengannya, tapi gadis itu lebih dulu bicara.

"A-aku ... aku mau jadi pacarmu."

Pipi Bulan bersemu merah setelah mengatakan itu. Terasa aneh karena seumur hidup dia tidak pernah secara gamblang menerima seorang pria sebagai kekasih.

Gala menahan untuk tidak bersorak kegirangan. Ia mencoba memandang wajah Bulan yang menunduk malu-malu.

"Jadi, apa hari ini kita jadian?" Tanya Gala seolah menuntut kepastian.

"Tentu saja," jawab Bulan.

Keduanya pun tertawa lepas, Bulan bahkan hanya diam saat Gala merengkuh tubuhnya ke dalam pelukan.

"Untuk merayakan hari jadian kita, apa kamu mau pergi nonton?" Gala bertanya sambil mengurai pelukan. Dia mengulurkan tangan dan mengulas senyuman.

Telinga Bulan terasa digelitik dengan ucapan Gala yang entah kenapa terdengar sangat manis.

"Let's go!" Seru Bulan. Gadis itu menggenggam tangan Gala dan mengangkatnya ke udara.

Seperti apa yang Gala ucapkan, mereka pun pergi menonton film di bioskop. Tiket sudah ada di tangan Bulan sedangkan Gala membawa popcorn serta minuman untuk dinikmati bersama.

Mereka sengaja memilih kursi yang terletak di bagian paling atas. Menonton film horor pilihan Bulan yang sedang booming akhir-akhir ini. Namun, bukannya menonton film yang ditampilkan, Bulan malah sibuk berteriak, menutup mata, telinga dan memalingkan muka ke arah lengan Gala.

"Kamu itu sebenarnya nonton ga sih?" Goda Gala.

Bulan masih menyembunyikan wajahnya, setelah merasa tenang dia perlahan membuka mata dan merapikan rambut yang berantakan.

"Aku tu ga takut, tapi cuma kaget karena sound effect-nya." Bulan membela diri. Ia diam dan cemberut saat Gala menjejalkan popcorn ke dalam mulutnya.

Tak ingin terus-terusan menjadi bahan hinaan Gala, Bulan pun menonton film itu dengan serius. Sedangkan Gala lebih memilih memandangi wajah Bulan dari samping —yang hanya disinari cahaya dari layar bioskop.

"Astaga!"

Bulan memekik kaget saat sebuah kecupan mendarat di pipinya dari Gala. Dia menoleh dan tatapannya bersirobok dengan pria itu.

Film itu akhirnya selesai. Keduanya keluar tapi Bulan meminta izin Gala untuk pergi ke toilet lebih dulu.

Sambil menunggu sang istri, Gala menuju salah satu stand gelato yang tidak jauh dari sana. Pria itu menunggu tak jauh dari toilet agar Bulan tidak bingung mencarinya.

Saat gadis itu keluar, Gala langsung menyodorkan gelato di tangannya.

Bulan tertawa senang, dia memegang gelato itu dengan tangan kanan dan membiarkan Gala menggandeng tangan kirinya.

***

Hari sudah petang saat mobil Gala tampak masuk ke halaman rumah. Dengan bergandengan tangan Gala dan Bulan melangkah melewati pintu. Ternyata kedatangan mereka disambut oleh Dinar yang sedang menikmati secangkir teh di ruang keluarga.

"Sore, Oma," sapa Bulan. Bukannya menjawab, Dinar malah melengos.

"Sepertinya Oma marah," ujar Bulan ke Gala.

"Biarkan saja! Nanti juga kembali seperti semula."

"Aku jmmerasa bersalah," keluh Bulan sembari berjalan menuju kamar.

"Tidak perlu merasa bersalah, kita akan memberikan dia cicit nanti."

Gala menutup pintu kamar, dia menyudutkan Bulan ke tembok dan mengurung tubuh gadis itu.

"Kita baru pacaran!" Ucap Bulan.

"Tapi kamu istriku, tiga bulan tidak menyentuhmu pernikahan kita tidak sah." Gala berucap asal, tapi sukses membuat Bulan mengerutkan kening.

"Benarkah? Lalu harus bagaimana?"

Terjerat Cinta Istri BayaranWhere stories live. Discover now