Bab 54 : Mantan Perawan

638 78 34
                                    

“Lalu, biarkan aku yang menjadi pertama dan terakhir untukmu.”

Gala berbisik lirih, membuat Bulan benar-benar merasa sangat tersentuh dengan tuturnya yang lembut.

“Tapi, aku belum siap untuk melakukan itu!”

“Aku juga baru pertama kali, kamu pikir aku pria macam apa?”

Gala menyentuh dagu Bulan, membuat gadis itu mendongak sebelum menyatukan bibir mereka kembali. Gala menikmati setiap sesapan dari daging tak bertulang milik Bulan, seolah baru pertama kali dirinya merasakan bibir seorang wanita.

Bulan sendiri hanya mengikuti apa kata hati. Dia memeluk pinggang Gala dan membalas ciuman pria itu sambil memejamkan mata.

Entah siapa yang memulai, yang pasti kini mereka sudah berada di atas kasur masih saling menautkan bibir satu sama lain. Gala mengurung tubuh Bulan, melepaskan pagutannya dan menatap sang istri bayaran penuh kekaguman.

“Aku ingin menjadikanmu istri seutuhnya, bolehkah aku meminta itu?”

Bulan menelan ludah susah payah. Apa jadinya jika dia sampai menolak dan bagaimana nasibnya setelah Gala mendapatkan sesuatu yang selama ini dia jaga.

“Aku … “

Bulan tak bisa menjawab, bingung. Dia hanya bisa memindai wajah Gala yang saat ini menumpukan ke dua lutut di sisi badannya.

“Tidak apa-apa jika kamu belum siap, aku mengerti!” Gala hampir menegakkan tubuh, tapi Bulan lebih dulu melingkarkan tangan ke lehernya.

“Aku mau, ayo kita lakukan!”

Bulan memulas senyum, sedangkan Gala masih mencoba mencari kesungguhan dari sorot mata sang istri. Pria itu belum percaya sepenuhnya sampai Bulan menarik tengkuknya dan memberikan ciuman di bibirnya.

Dua sudut bibir Gala tertarik, dia membelai kepala Bulan, semakin lama tangannya berpindah ke bagian depan untuk melepas kancing baju sang istri.

Meski jantungnya terasa berdetak lebih cepat, tapi Bulan akhirnya pasrah. Dia membiarkan Gala membawa dirinya ke dalam buaian. Menyatukan tubuh mereka untuk merengkuh kenikmatan surga dunia bersama.

Beberapa menit setelah bertukar peluh dan cairan, Bulan memeluk erat Gala yang baru saja menyelesaikan misi membuatnya menjadi mantan perawan. Pria itu menjatuhkan kepala tepat di sisi kepalanya lalu mengecup lembut keningnya.

"Maaf membuatmu sakit," bisik Gala.

"Tidak apa-apa, aku tahu akibat dari perbuatan kita ini."

Gala memulas seringai sebelum berguling ke samping, pria itu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang tak mengenakan apapun. Dia merengkuh Bulan ke dalam pelukan. Memberikan kecupan lagi ke kening sang istri, sebelum memandangi wajah dan memainkan helaian rambut Bulan yang menutupi pipi.

"Besok, haruskah aku mencuci sprei sendiri?"

Bulan menyadari sprei ranjang mereka terkena noda merah akibat perbuatan sang suami. Jika sampai pembantu tahu tentu saja bahaya apalagi kalau sampai melapor ke Hana.

Gala mengusap lembut lengan Bulan, menciumi pundak gadis itu lantas melempar seulas senyuman manis.

"Aku belum mandi, tapi rasanya lelah," keluh Bulan.

"Ya sudah. Tidur saja!"

"Tapi badanku lengket dan tidak nyaman."

Gala tahu pasti Bulan saat ini tengah menahan nyeri di area selangkangan. Dia pun bergegas bangun dan masuk ke kamar mandi. Gala keluar setelah mengisi bathtub kemudian memakai bajunya kembali.

Bulan masih meringkuk di bawah selimut, memejamkan mata sampai Gala tiba-tiba mengangkat tubuhnya.

"Apa yang mau kamu lakukan?"

"Membantumu mandi," jawab Gala.

"Astaga! Aku bisa jalan sendiri," ucap Bulan, tapi setelah itu meringis menahan sakit. "Perih!" Keluhnya.

"Maaf! Tapi nanti lama-lama juga terbiasa."

Ucapan mesum Gala membuat pipi Bulan merona. Ia merasa sangat bahagia, benar-benar bahagia.

Berbeda dengan suasana di kamar Gala dan Bulan, di kediaman Rafli ketegangan melingkupi ruang keluarganya. Semua orang berwajah masam terutama Tabita yang seakan baru saja melakukan tindakan kriminal.

"Jadi, gimana?  Kamu belum hamil juga?" tanya Tata.

Nenek suaminya itu membuat Tabita merasa tidak nyaman. Dia memilih diam dan hanya menggelengkan kepala untuk memberi jawaban.

Tabita baru saja pulang syuting, dia lelah dan ingin istirahat tapi malah langsung disidang. Perasaannya sudah sangat buruk sejak tadi karena masalah di lokasi syuting, dan kini semakin memburuk karen pertanyaan yang sudah berulang kali dia dengar.

"Kamu ini gimana sih, Ta? Berapa kali aku bilang untuk berhenti saja dari pekerjaanmu menjadi artis! Altar masih sanggup kasih kamu uang, kamu tidak perlu ikut cari uang juga! Tugas kamu itu kasih keturunan untuk dia dan keluarga ini!"

"Ini nggak ada hubungannya dengan pekerjaan aku, Oma. Apapun usaha yang sudah aku dan Altar lakukan kalau Tuhan masih belum memberi kepercayaan memberi kami keturunan, tetap saja aku nggak akan hamil."

Tabita bicara dengan nada kesal, dia sudah tidak tahan ditekan terus menerus.

"Oma, meski aku nggak kerja, belum tentu juga aku langsung hamil," papar Tabita untuk kesekian kalinya.

"Tuhan nggak percaya sama kamu karena kamu sibuk sama pekerjaan yang uangnya tidak seberapa itu! Mau berapa lama lagi kamu menunda untuk punya anak? Sampai aku minta kamu cerai sama Altar?!"

"Aku nggak pernah nunda punya anak, Oma! Ini cuma masalah waktu!"

Tabita kesal, hingga tanpa pamit dia memilih pergi dari ruang keluarga menuju kamar. Tabita sudah lelah dan kesabarannya saat ini sudah berada di ujung tanduk, jika diteruskan bisa-bisa dirinya akan semakin meledak-ledak.

Altar yang sejak tadi hanya diam mendengar Tata memarahi Tabita pun bergegas menyusul.

"Kamu tahu kalau aku ini bukan pabrik pencetak bayi. Aku juga pengen punya anak, aku pengen jadi ibu, aku pengen kasih keluargamu keturunan, tapi Tuhan yang belum kasih rezeki itu buat aku. Aku juga sakit hati kalau omamu  ngata-ngatain aku kayak gitu, apalagi bawa-bawa masalah pekerjaan dan karir aku."

Dada Tabita tampak naik turun menahan emosi. Suaranya bahkan tercekat karena menahan tangis.

Altar tak membalas, dia mendekat dan menarik Tabita ke dalam pelukannya.

"Aku tahu sayang, aku tahu. Maaf, maaf membuatmu berada di posisi ini," bisik Altar sambil mengusap rambut Tabita.

Namun, pelukan itu tetap tak membuat Tabita tenang. Dia masih terjaga sampai tengah malam meski Altar sudah tertidur lelap.

Tabita meraih ponselnya yang ada di atas nakas, dia teringat tentang rencananya dan Bulan lalu mengirimkan pesan ke gadis itu.

[ Bagaimana soal rencana kita membuat Tsamara menjadi pewaris nenek Ayu? ]

Bulan membaca pesan itu dan seketika bingung. Terlebih Gala saat ini sedang berbaring sambil memeluk tubuhnya.

[ Sebaiknya kita bertemu agar bisa bicara langsung. Apa kakak bisa datang ke rumah metuaku? ]

Tabita membuang napas kasar setelah melihat balasan Bulan. Dia pun membalas dengan persetujuan. Tabita berjanji besok akan datang ke rumah Kelana.

-
-
-

Sorry kalau di PF free aku ga bisa bikin hot jeletot ya geng 🤣🤣🤣

Maaf lama, bab ini awalnya mau aku skip tapi takut diamuk Mahahiya

Sudah ada 5 bab lanjutannya tinggal edit. Semoga kalian sabar

Terjerat Cinta Istri BayaranNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ