Bab 42 : Sudahkah ada Rasa?

455 78 50
                                    

Hari sudah sore, Gala baru saja selesai dengan pekerjaannya dan kini tampak meregangkan kedua tangannya ke atas, dia benar-benar fokus bekerja, sampai kaget saat melihat Bulan yang ternyata sudah tertidur di sofa.

“Dia pasti bosan sampai tertidur,” gumam Gala.

Ia pun merapikan berkas yang ada di meja, lantas berjalan mendekat ke Bulan dan berjongkok tepat di hadapan gadis itu, sambil memandangi wajah Bulan.

Di saat bersamaan, Suga masuk karena ingin berpamitan ke Gala karena jam kerjanya sudah berakhir. Namun, saat baru saja membuka pintu, dia malah melihat Gala yang sedang berjongkok di samping Bulan.

Tidak ingin mengganggu, Suga akhirnya kembali menutup pintu dengan sangat pelan.

Gala menusuk-nusuk pipi Bulan untuk membangunkan. Dia memanggil nama gadis itu tapi dengan suara sangat pelan.

Bulan mengerutkan alis mendengar ada yang memanggil dan juga menusuk pipinya, saat membuka kelopak mata, dia melihat Gala yang memandanginya. Namun, bukannya sungkan pria itu malah terlihat santai dan tak sedikit pun bergeser dari posisinya.

Bulan menelan ludah, berharap wajahnya cantik-cantik saja dan tak ada belek di sudut mata.

“Kamu mau pulang ga?” tanya Gala.

Bulan grogi dan salah tingkah ditatap Gala seperti itu. Dia sampai menyentuh pipi dekat bibir, takut ada air liur menempel di sana.

“Mau, tapi harus bareng sama kamu. Kalau sendirian aku takut ketemu Mama,” jawab Bulan.

Gala hanya memulas senyum mendengar jawaban Bulan. Ia memindai wajah istri bayarannya itu sebelum bicara.

“Sudah ga usah cemas, ayo bangun dulu!"

Gala berdiri dari posisinya agar Bulan bisa bangun. Ia membuang muka ke arah lain saat tak disangka kancing kemeja paling atas yang dikenakan Bulan terbuka. Gadis itu sadar dan buru-buru berpaling.

Bulan menggigit bibir bawahnya karena merasa malu.

"Jadi pulang 'kan?" Tanya Bulan setelah memperbaiki penampilan.

Gala pun mengangguk, mereka lantas turun ke lobi bersama. Sepanjang keluar dari lift menuju ke pintu keluar, banyak karyawan yang memandang ke arah Bulan, sehingga membuat Bulan kikuk dan salah tingkah karena tidak nyaman.

Gala menyadari sejak tadi Bulan terus saja menunduk, dia tahu jika Bulan pasti merasa tidak nyaman karena banyak mata yang memandang. Akhirnya Gala pun meraih jemari Bulan, menggenggam telapak tangannya dan membuat gadis itu menoleh karena terkejut.

“Ga ...,” lirih Bulan yang semakin salah tingkah.

“Kenapa? Gandeng tangan istri sendiri ga boleh? Udah jangan pedulikan pandangan mereka, biar mereka tahu kalau kamu itu istriku,” ucap Gala meyakinkan. Dia bersikap sok dingin, tapi setelahnya memulas senyum tipis.

Di dalam mobil, Bulan memilih mengedarkan pandangan ke luar mobil. Ia tak berniat mengajak Gala bicara, karena takut pria itu tidak suka dan terganggu. Bulan berkeyakinan orang yang lelah bekerja cenderung lebih sensitif.

Namun, tak Bulan sangka Gala tiba-tiba menanyakan sesuatu yang membuatnya terkejut. Pria itu membahas tentang masa lalunya.

“Kamu dulu nikah karena cinta atau terpaksa?”

Gala yang tiba-tiba membahas tentang pernikahannya terdahulu tentu mengagetkan Bulan. Ia awalnya ragu, tapi akhirnya memilih menjawab dengan jujur.

“Ya, gimana ya. Mas Arif itu dulu cowok paling ganteng sekampung, bisa menikah dengannya saja membuat semua gadis iri. Mereka bilang aku beruntung,” jawab Bulan.

“Mana mungkin dia seganteng itu,” ketus Gala yang merasa tidak suka. “Kalau denganku gantengan mana sama si Arif?” tanya Gala yang pasti tidak akan terima jika Bulan menyebut Arif lebih tampan.

Bulan menoleh Gala yang mukanya sudah masam. Dia tahu, jika menyebut lebih tampan Arif, maka suaminya itu pasti akan marah. Padahal menurutnya memang lebih tampan Gala dari pada mantan suaminya itu.

“Tentu saja kamu,” jawab Bulan tapi kemudian mengulum bibir karena malu.

“Kalau aku sama Dom?”

Gala seperti belum puas membandingkan ketampanannya sampai bertanya lagi.

“Tentu saja Dom,” jawab Bulan yang diakhiri gelak tawa.

Gala terlihat tidak suka dan langsung cemberut, pria itu bahkan memalingkan wajah memilih kembali fokus menyetir.

Bulan tahu Gala kesal, setelah tawanya berhenti dia pun menjelaskan.

“Maaf, tidak bermaksud membanding-bandingkan. Bagiku ganteng itu relatif, yang terpenting sikap dan memiliki hati baik,” ucap Bulan kemudian.

Gala masih diam dan tidak membalas, tapi dalam hati dia senang karena Bulan berkata demikian.

Setelah membelah padatnya jalanan. Bulan dan Gala pun akhirnya sampai di rumah. Mereka masuk bersama dan tak diduga Dinar berada di sana.

“Kapan kira-kira kamu bisa pergi ke rumah sakit? Nanti kita jadwalkan dulu,” kata Dinar saat bertemu Bulan.

Tentu saja Bulan gelagapan mendengar perkataan Dinar, dia bingung harus menjawab apa.

Dinar sendiri merasa sikap Bulan aneh, bahkan terkesan sedang menghindari pembicaraan.

“Jangan-jangan kamu mandul, makanya kamu terus beralasan agar tidak ke rumah sakit!” tuduh Dinar saat melihat gelagat aneh Bulan.

Bulan bingung dan tidak menjawab, tapi saat akan memberi alasan, Gala lebih dulu berbicara untuk membela.

“Oma jangan sembarangan bicara! Bulan ga mandul!”

Bulan dan Dinar terkejut karena Gala sedikit membentak. Hana yang ada di sana juga langsung menatap putranya heran.

“Urusan warisan, aku akan pikirkan dulu. Aku tidak mau gegabah. Jika memang aku pikir itu keterlaluan dan tidak masuk akal, maka akan aku lepas saja warisan Nenek Gayung,” ujar Gala kemudian.

Tentu saja apa yang dikatakan Gala, membuat Bulan, Hana, dan Dinar terperanga.

“Kamu ini kenapa, hah? Kok tiba-tiba ga mata duitan. Kamu dari mana? Kesambet setan apa?” Dinar panik dan malah berpikir cucu kesayangannya ketempelan setan.

“Mbok, ambilin garam, kacang hijau, dan beras, cepet!” Pinta Dinar dengan suara lantang.

_
_
_

Komen

Terjerat Cinta Istri BayaranWhere stories live. Discover now