019

3.5K 517 326
                                    

Untungnya, hanya itu. Tidak ada pendarahan berlebih atau lebih buruk lagi. Dan anehnya rasa sakit di perutmu tadi seketika hilang begitu saja.

Kau sedikit lemah, tapi selebihnya kau baik-baik saja.
Dengan tertatih karena sedikit pusing, kau kembali ke tempat tidurmu dan berbaring.

Kau menatap langit-langit kamar yang gelap. Kesunyian malam itu terasa semakin menusuk.

Kau tak memikirkan apapun, kau tak merasakan apapun. Tapi entah mengapa, air matamu menetes.

Hampa di hatimu bahkan terasa lebih menyakitkan daripada rasa sakit hatimu itu sendiri. Kau baru saja menjadi seorang pembunuh. Dan kau adalah pembunuh paling kejam. Kau baru saja membunuh darah dagingmu sendiri.

Nyawa yang bahkan tak mempunyai dosa setitikpun.

Dan rasa sesak itupun menghantammu.

Kau meringkuk dan menangis.

Sekali lagi, hanya kau dan kesendirianmu. Tak ada lagi perasaan bahwa kau memiliki sesuatu selalu bersamamu, yang merasakan setiap detak jantungmu, sesuatu yang bernapas lewat tarikan napasmu.

Janinmu sudah tak ada untuk menghiburmu.

Dan ketiadaan Taehyung disisimu pun menjadi lebih terasa.

Kau sangat memerlukan dirinya, tapi dia bahkan tak meneleponmu untuk menanyakan kabarmu. Dia bahkan tak bisa dihubungi untuk hanya sekedar membagi dukamu.

Kau sendiri...

Dan terpuruk ke jurang kesedihan yang amat dalam.

***

Pagi-pagi sekali, kau dibangunkan oleh aroma masakan ibumu.

Kau membuka mata, dan seketika keperihan akan rasa kehilangan itu datang lagi. Rasanya bahkan lebih buruk daripada ketika kau patah hati.

Sekali lagi, air matamu menetes.

Tapi ketukan di pintu kemarmu memaksamu untuk bangun.

"Iya eomma, aku bangun."

Saat bangun, kau langsung menuju kedapur.

Diatas meja makan sudah tersaji berbagai macam menu kesukaanmu.

"Woah... sepertinya enak eomma." Kau langsung duduk dan ibumu menyerahkan sebuah piring kosong kepadamu.

Kau menerimanya sambil tersenyum dan sedetik kemudian ibumu menyadari bahwa kau sangat pucat.

Dia memegang wajahmu dengan tangannya meraba suhu tubuhmu.

"Kau sakit? Kenapa pucat sekali?"

"Ah, tidak eomma, mungkin hanya anemia saja. Akhir-akhir ini aku sedikit pusing karena tugas kuliah yang menumpuk."

Ibumu lalu memelukmu.

"Aigoo anak eomma rajin sekali."

Kau memaksakan senyummu meski matamu sedikit panas.

"Eomma, bagaimana aku bisa makan jika dipeluk seperti ini."

stupid ; kthWhere stories live. Discover now