044

2.9K 489 110
                                    

"Jim apa kau yakin bisa menjalankan motornya?" Kau tak henti-hentinya bertanya dari tempat dudukmu dibelakang Jimin. Seandainya saja kau tau caranya menjalankan sepeda motor, kau pasti dengan senang hati menggantikan posisi Jimin.

"Tenang saja, aku bisa, sebentar lagi kan?" Jimin juga berkali-kali mengatakan baik-baik saja, tapi kau tau kalau dia berusaha menahan rasa sakitnya.

Untunglah, tak lama kemudian kalian akhirnya sampai. Kau memapah Jimin menuju apartemen dan membaringkannya di kasurmu.

"Istirahatlah dulu, aku akan membuatkanmu teh hangat. Tunggulah oke?"

Kau bergegas ke dapur untuk membuatkan Jimin lime tea hangat. Menurutmu sangat baik untuk memberikan minuman itu untuk orang sakit.

Saat kau kembali, kondisi Jimin semakin parah. Peluh membasahi seluruh pakaiannya matanya terpejam, dahinya berkerut, dari bibirnya terdengar rintihan samar. Tapi dia menggigil.

Kau setengah berlari menghampiri Jimin. Sesungguhnya kau tidak tau cara merawat orang sakit. Kau tak tau harus berbuat apa, atau melakukan apa.

Kau duduk di pinggir kasur dan meletakkan gelas yang berisi teh hangat itu di nakas.

Kau menyingkirkan rambut yang menutupi kening Jimin lalu meraba keningnya, membandingkan suhu tubuh kalian lagi.

Pemuda itu sepertinya demam.

"Jim," panggilmu takut-takut. Kau mengelus lembut pipi Jimin.

Pemuda itu membuka matanya dan menatapmu sayu.

"Kau bisa bangun? Aku sudah menbuatkanmu teh, minumlah."

Dengan susah payah, Jimin akhirnya bangkit dan kau dengan cekatan membatunya.

Setelah Jimin duduk tegak di kasur, kau mengambil gelas berisi teh dan memberikannya padanya.

"Minumlah." Serumu lembut. Dan Jimin mematuhinya.

Kau memerhatikan tangan Jimin yang gemetar ketika mendekatkan gelas ke bibirnya. Jadi kau yang mengambil alih.

"Biar aku bantu."

Ajaibnya, meskipun tengah menahan sakit, Jimin masih memberimu senyuman manisnya.

***

Dengan bantuanmu, Jimin akhirnya bisa meminum setengah gelas teh yang kau buat.

"Terima kasih." Ucap Jimin lalu kembali merebahkan dirinya.

"Tidak perlu," Kau mengambil selimut dan menyelimuti Jimin hingga batas leher. "Apa yang kau rasakan?"

"Sakit."

"Dimana?"

"Perut."

"Apa sangat sakit?"

Jimin mengangguk.

Kau ikut merabahkan dirimu di samping Jimin kemudian memeluk pemuda itu.

"Kau demam Jim, bagaimana kau akan pulang?"

"Tidak apa-apa, aku akan menunggu hingga sakitnya sedikit berkurang lalu aku akan pulang."

"Menginap saja disini." Usulmu.

"Tidak bisa, ayahku tidak akan mengijinkannya."

"Tapi kau lemah Jim, berbahaya jika kau mengendarai motor dalam keadaan seperti ini."

"Tidak apa-apa, aku bisa."

"Kau keras kepala." Serumu sedikit jengkel.

"Kau juga." Balasnya lalu membalas pelukanmu.

stupid ; kthWhere stories live. Discover now