040

2.5K 473 142
                                    

Kau membanting tubuhmu di ranjang. Luka itu terbuka lagi, bahkan semakin menganga lebar. Parah, tak bisa di sembuhkan.

Cintamu kepada Taehyung beruba menjadi kebencian.

Entah apa yang kau rasakan ini benar, tapi kau berani bersumpah atas nama sempak Jimin bahwa kau membenci Taehyung.

Mungkinkah?

Hanya waktu yang akan menjawabnya.

***

Kau meraih ponselmu di nakas. Benda persegi itu membangungkanmu dari mimpi burukmu semalam karena bunyinya yang memekakkan telinga.

Saat kau membuka mata, ada kekosongan di dadamu. Hampa. Kau nelangsa.

Seketika kau menyesal terjaga pagi ini. Dan kau ingin kembali dalam mimpi burukmu, karena dunia nyatamu tak jauh beda dengan mimpi burukmu barusan.

Setidaknya, mimpi tak akan bisa menyakitimu sedalam ini jika kau terbangun. Tapi kenyataannya. Keduanya sama saja. Tak ada tempat untukmu lari kali ini. Kau harus menerima kenyataan bahwa kau tak punya harapan lagi bersama Taehyung.

"Hai sayang..."
Suara ramah itu langsung menyapa pagimu dari seberang telepon. Tapi, bahkan suara lembut itu tak bisa memperbaiki hatimu yang tengah hancur.

"Ehm, hai Jim." Balasmu dan kau seketika sadar jika suaramu seperti kodok. Kau parau.

"Apa kau baik-baik saja?" Nada suara Jimin terdengar cemas. "Kau kosong kan hari ini? Aku akan kesana secepatnya."

***

Jimin langsung memelukmu dari belakang, tangannya melingkari pinggangmu. Pelukannya hangat seperti biasa, dan bau Jimin sangat harum. Dia seperti uang baru. Kau sangat menyukai bau uang. Meskipun Jimin tidak persis berbau seperti uang baru tapi baunya memang wangi dan kenyenangkan.

Pemuda itu mencium tengkukmu, dan berbisik :

"Apa kau sakit?"

Napas hangatnya menggelitikmu, membuatmu tergoda dan memutar tubuhmu kearahnya.

Jimin menatapmu penuh kekhawatiran. Tangan mungilnya menempel di pipimu, mengusapkan jempolnya perlahan. Bibir penuhnya baru saja terbuka untuk menyuarakan sesuatu, tapi kau sudah lebih dulu melumat bibir manisnya itu dengan lembut.

Untuk beberapa saat kalian hanya saling melumat perlahan, merasakan lembut dan kenyalnya bibir masing-masing, sampai akhirnya libido Jimin mulai naik. Tangannya menuju pinggangmu menarikmu lebih dekat lagi ke sisinya, sementara kakimu melingkari pinggangnya.

Ciuman kalian tak lagi lembut. Tetapi rakus dan penuh tuntutan disana.

Seakan ada sesuatu yang ingin kalian tuntaskan secepat mungkin.

Kau mendorong Jimin dan segera naik lalu duduk di atas perutnya, kau menatap matanya sesaat sebelum akhirnya kau kembali mendekatkan wajahmu ke arahnya dan menyambung ciuman kalian.

Dengan cekatan tanganmu mulai membuka celananya dan membebaskan kejantanannya yang sejak tadi menegang. Sambil terus mengurut benda itu, kau terus melakukan rangsangan disana sini di tubuh Jimin.

Kau akui kau sedang stres dengan kejadian semalam dan kau menganggap bercinta dengan Jimin akan menghapus rasa kesal dan sakit hatimu kepada Taehyung. Tentu saja, kali ini, kau ingin bercinta dengan ganas dengan Jimin, bukan lembut seperti biasanya.

Kau ingin Jimin memperlakukanmu dengan brutal agar rasa stressmu berkurang. Kau tau kau mulai seperti Taehyung yang menikmati kekerasan setiap kali stress, dan akan melampiaskannya dengan bercinta denganmu.

Tapi kau berusaha keras melawan pendapat itu.

Kau berbeda dengannya.

Kau tidak ingin sisa-sisa Taehyung mempengaruhimu. Yang kau inginkan sekarang hanyalah bercinta dengan Jimin. Atau mungkin hanya melampiaskan kekesalahmu saja.

Kau bahkan tak berniat melepaskan seluruh pakaianmu, asal tubuh kalian sudah bisa menyatu sempurna, tak masalah.

Tanpa foreplay yang cukup kau sudah menyatukan tubuh kalian. Itu sedikit sakit tentu saja, tapi kau tak menggubrisnya. Semakin sakit kau semakin menikmatinya.

Kau terus memompa tubuhmu diatas Jimin, sementara Jimin menikmati perlakuanmu dengan meraba dan meremas tubuhmu. Mata sipitnya tak lepas dari wajahmu.

Dan saat berganti posisi, kau kau meminta Jimin untuk menghentakkan miliknya dengan keras disetiap desahanmu.

***

Jimin menjatuhkan dirinya tepat di sampingmu, napas kalian memburu dan bersahut-sahutan. Kalian sama-sama menatap langit-langit kamar.

"Kau sangat liar hari ini, tidak seperti biasanya." Celetuk Jimin sambil mengatur napasnya.

Kau meliriknya sekilas.

"Ya, kupikir tak ada salahnya menobanya kan? Anggap saja itu variasi agar tidak bosan." Bohongmu.

Jimin tertawa, lalu memutar tubuhnya kearahmu. Lalu melingkarkan lengannya kesekeliling tubuhmu.

"Aku menyukai sisimu yang sedikit liar ini." Ucapnya lalu mencium pipimu.

***

Karena kelelahan kalian jadi tertidur, untungnya ponselmu tiba-tiba saja berdering dan membangunkan kalian.

"Halo?"

"Hey, kau dimana?" Itu suara Kristal.

"Aku di apartemen." Jawabmu parau.

"Kau ingin ikut kami?"

"Kemana?"

"Hari ini pemutaran perdana film itu."

Matamu terbuka lebar sekarang. Tentu saja kau sudah menunggu hari ini, film itu adalah film favoritmu. Dan kau tidak mau melewatkan penayangan perdananya.

Kau melirik Jam weker di nakas. Pukul 11.30 KST.

Kau langsung berteriak dan mematikan sambungan telepon.

"JIM, BANGUN HEY JIMIN!" Kau mengguncang tubuh pemuda yang masih bertelanjang dada yang terbaring di sampingmu dengan tak sabar.

"JIMIN BANGUN!!!"

Jimin akhirnya membuka matanya pemuda itu, sedikit kaget dan keheranan menatapmu.

"Ada apa?"Suara Jimin khas orang bangun tidur.

"Bukankah kau ada kelas jam 11?"

"Iya, ada apa?"

"INI SUDAH JAM 11.30 JIM!" Jimin langsung melompat bangun dan mengenakan t-shirt-nya dengan terburu-buru.

Kau sedikit terkekeh melihat kepanikannya. Sebelum pergi, tak lupa Jimin mendaratkan ciuman di pipimu.

"Aku akan keluar bersama teman-temanku, kita ketemu selesai pemutaran film?"

"Baiklah. Sampai ketemu." Ucap Jimin yang kini sudah di ambang pintu.



_계속_

JANGAN KOMEN NEXT WEY!!!
KESEL GUA!
ADA YANG KOMEN NEXT GUA HIATUS!!!

stupid ; kthWhere stories live. Discover now