THE DEEP BLUE SEA

8K 619 9
                                    

Sean berpikir ia akan terserang penyakit Caisson Disease, atau mungkin lebih buruk dari itu. Tubuhnya lumpuh, tangan dan ekornya, sulit digerakkan. Seluruh tulang serta ototnya seperti membeku. Tekanan airnya begitu kuat, berat. Sangat berat! jauh lebih berat dari sebelumnya. Seperti meremukannya pelan-pelan dari segala arah.

Rasa nyeri menjalar ke mana-mana, penglihatannya juga mulai kabur, ia tak bisa memandang dengan baik apapun di sekitaran mereka. Melihat kemana mahkluk itu, Meree, terus menyeretnya makin dalam dan dalam, membawanya ke kegelapan, ke dasar Samudera.

Mereka, berada di kedalaman hampir lima ribu meter dari permukaan laut. Atau sekitar enam belas ribu tiga ratus kaki. Di Zona Abyssopelagic. Zona yang lumayan ekstrim yang tak mungkin ditembus oleh manusia dengan peralatan penyelaman biasa. Bahkan dengan tekanan air yang begitu kuat, mungkin sudah cukup mampu untuk, menghancurkan tubuh manusia.

Sean tahu waktunya tak lama lagi, terutama untuk berada di tempat itu. Semua akan baik-baik saja tentu jika ia seekor merman yang belum berurusan dengan cairan ungu tersebut. Cairan yang akan mengubahnya ke wujud semula, menjadi manusia.

Ia tahu mahkluk-mahkluk itu sebenarnya memang hidup dan tinggal di kedalaman lautan paling dalam. Sean dapat merasakannya, tubuhnya sebagai seekor Merman tentu tak berbeda jauh. Ia memiliki pengelihatan cukup tajam sebelumnya, ketika ia akan memulai pertarungan dengan merman liar yang ditemuinya tadi. Matanya memandang sangat baik seolah ia adalah mahkluk dari laut dalam juga. Pernafasannya pun cukup normal, dan tak terjadi hambatan apapun saat ia menggerakan tubuhnya. Ia merasa seakan menyatu dengan lautan sebelum ini. Laut dalam. Mungkin, para merman dan mermaid hanya muncul ke permukaan ketika mendekati musim kawin mereka. Ia dapat merasakan naluri itu juga.

Tapi kini semuanya berubah perlahan-lahan. Sean tahu ia takkan bisa bertahan. Darahnya telah bercampur dengan nitrogen yang akan segera menjadi racun untuknya sendiri. Belum lagi dengan cairan ungu tersebut yang ikut bergabung dan merusak organ-organ dalamnya. Reaksinya memang tak secepat seperti gurita kecil yang ia lihat di Laboratorium, mungkin karena ia tidak meminumnya secara langsung. Tapi Sean tahu ia juga akan bernasib sama seperti mahkluk mungil itu. Ia akan segera, mati! dengan tubuh manusia-nya yang kemudian dilenyapkan oleh lautan. Membuatnya benar-benar, menghilang.

Pemuda yang akan menginjak usia dua puluh tahun itu, perlahan kehilangan harapannya. Kehilangan semua tujuannya untuk mejebloskan James Brenner dan Ny. Nathalie ke penjara, membebaskan William dan menemukan ibunya, Alexa. Kehilangan apapun yang tadi telah ia rancang. Sean, bahkan kehilangan dirinya sendiri sejak menit pertama ia bertemu dengan Meree yang kini akhirnya, melepaskan gandengan tangan bersisik itu dari tangannya. Berhenti menyelam ke kegelapan.

'...Kau, tampak lebih tenang..'

Meree, berbalik dan menatap mata Sean. Sorotannya terlihat sedikit mengkilap ketika berada di kegelapan.

Sementara Sean, ia hanya bisa mendengar suara mermaid itu samar-samar. Dengungan dan suara air lebih memonopoli telinganya.

'... Biarkan aku pergi. Di sini bukan tempatku..'

Sean merasa tenggorokan dan kerongkongannya tercekat hebat saat ia bicara. Air seperti masuk menerobos dan bahkan membuat hidung serta saluran pernafasannya, insangnya sakit. Tidak seperti sebelumnya, tubuh manusianya benar-benar mulai menguasai.

'...Kubilang aku akan merawatmu! Aku, Meree, tidak akan membiarkanmu pergi kemana-pun sebelum kau sembuh!..'

Meree mendekap Sean untuk kesekian kali. Tangannya memeluk dan menepuk-nepuk bahu pemuda itu seolah memberi ketenangan, sekaligus peringatan!

Ia merasakan sedikit-sedikit denyut jantung Sean melemah, bahkan kulit pejantan itu semakin melembut, mulai kehilangan sisik-sisiknya dan tergantikan dengan permukaan kulit yang halus. Sirip dorsal di punggung Sean yang tadi terlihat cukup gagah dan menarik, kini tampak seperti mati, ujung-ujungnya tak lagi menajam. Bahkan, perlahan tenggelam masuk ke dalam kulit dan daging.

Meree tak merasakan perlawanan apapun dari Sean saat ia memeluknya makin erat. Merman yang belum benar-benar dewasa dan belum siap memasuki fase perkawinan tersebut tak bergerak. Seperti boneka hidup, Meree tak mendapati sedikit pergolakanpun.

'.. Kau..'

Duyung betina itu tiba-tiba juga merasakan tubuh Sean mulai dingin. Warna kulitnya berubah dan kilau kehijauan di ekornya semakin bertambah redup. Corak-corak di setiap sisiknya yang tadi cukup terlihat indah meski telah rusak oleh sebuah perkelahian, kini tak terlihat lagi. Menghitam, seakan menyatu dengan kegelapan.

'...Kau, putra William, kau benar-benar sakit..'

Ia berbicara sekali lagi.

Sean tak berkeming, ia hanya mencoba memantapkan pandangannya yang semakin kabur. Buram. Bahkan seperti memudar ditelan gelap. Ia perlahan mengalami kebutaan. Bersamaan dengan dengunggan di telingannya yang mulai menguasai dan membuat kepalanya sakit.

Setiap organ dan jaringan tubuhnya mulai berkontraksi. Rasa sakit luar biasa merabah ke setiap ujung tulangnya. Namun, ia tak dapat merintih atau bergejolak seperti sebelumnya. Ia lumpuh. Sulit untuk menggerakkan setiap bagian tubuhnya.

'..Tolong.. Aku.. Aku ingin kembali ke..--'

'..Ke daratan?! Di sana, kau akan mati!..'

'..A-ku tahu, bahkan di sini-pun aku akan mati. Aku... hanya ingin... ditemukan..'

Sean tak bisa menahan dadanya yang begitu sesak. Seperti ada gumpalan besar berada di sana yang semakin kuat menghimpit paru-paru, atau organ lainnya.

Meree tak melepaskan pelukannya. Ia tak menggubris permintaan Sean. Ia bahkan, bersenandung lagi. Bersenandung cukup merdu sembari terus mempererat pelukannya, meletakkan dagunya ke bahu Sean.

'...Jangan lakukan lagi.. kumohon.. '

Sean, menunduk lesu saat irama demi irama itu menyelimuti mereka. Suara Meree terdengar samar-samar. Namun Sean tahu itu tetap saja tak baik. Ia mencoba membuka mulutnya, berbicara. Memotong alunan itu, namun Meree benar-benar tak peduli.

Duyung betina tersebut menikmati senandungnya. Ia sangat tenang. Seperti benar-benar mengontrol kehidupannya sendiri yang damai. Sementara pemuda dalam pelukannya itu sedang meregang nyawa. Semakin hebat. Denyut jantung Sean terus saja melemah.

Terus mengalunkan suara indahnya, sesekali mermaid itu juga mengendus leher Sean. Aroma harum yang tadi sempat ia hirup dari tubuh Sean kini memudar. Berangsur-angsur menghilang dan mendadak, tergantikan aroma tak sedap yang mulai tercium. Aroma, kematian.

'..Kau?!..'

Meree melepaskan pelukannya. Ia menatap mata sayu Sean yang dibingkai dengan wajah pucat. Duyung betina tersebut meletakkan tangannya ke dada Sean kemudian. Sementara tangan yang satu lagi mengusap-usap rambut Sean. Merasakan helaian lembut itu ketika Sean mulai tak merespon. Tak merespon apapun yang ia lakukan.

Pandangan Merman muda itu semakin kosong. Pupil matanya seperti membeku dan tak terpancar kehangatan lagi dari dalamnya. Tak terpancar, kehidupan.

'...Kau sama seperti ayahmu. Selalu buru-buru pergi meninggalkanku...'

Meree berujar pelan.

'...Kenapa kalian tak bisa berada di sisiku?! Padahal, aku akan menunjukkan sesuatu yang, indah kepadamu...'

Duyung itu mencium bibir Sean saat sekelompok titik-titik cahaya cantik tiba-tiba mendekati mereka. Berenang menghampiri mereka. Ubur-ubur. Ubur-ubur Turritopsis Nutricula, ubur-ubur menawan yang datang tepat saat Meree yang kemudian, membuka mulutnya lebar-lebar dan menancapkan taringnya di leher Sean bersamaan dengan, JANTUNG PEMUDA ITU YANG BERHENTI BERDETAK.

.....

"Paman Tom, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kau, dan Tn. James, Apa kalian sungguh bekerja sama? Kenapa kalian lakukan ini padaku?! Bukankah kau dan aku adalah KELUARGA?!"

......

-

THEIR MERMAN [COMPLETE]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora