BETRAYAL

3.8K 373 31
                                    

Alexa keluar dari ruangan itu sembari menghapus air matanya dengan punggung jari telunjuk. Matanya yang tadi berkaca-kaca dan sembab oleh tangisan mendadak menjadi segar kembali seolah tak terjadi apa-apa. Wanita itu berjalan mantap menyusuri koridor sambil terus berpikir apakah aktingnya tampak sempurna di hadapan putranya, Sean. Pemuda itu akan menaruh rasa curiga andai saja ia tak dapat memainkan kata-kata dan gelagat yang sempurna.

"Dia sudah di dalam, segera lakukan rencana kita." Ujarnya pada salah seorang pria ketika mereka berpapasan di tengah koridor.

Pria berpakaian serba putih tersebut menurunkan bendelan kertas yang saat itu ia pegang. "Sean Alex?"

"Ya, siapa lagi." Alexa melirik kaca jendela sebuah ruangan di dekatnya yang memantulkan gambar wajahnya. "Sialan, air mata ini merusak make up-ku." Katanya sembari memperhatikan lebih seksama setiap sudut permukaan wajahnya yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari semula. "Aku akan menyusul sepuluh menit lagi setelah memperbaiki riasanku. Kalian cepat saja lakukan pengujian pada tubuhnya, tubuh Sean. Lakukan penjagaan ekstra, jangan lupa kalau dia sudah bertransmutasi, tempatkan dia di ruangan yang sudah kuberitahukan pada kalian beberapa hari lalu. Ingat, jangan ragu lakukan apapun jika dia melawan. Sekarang dia bukan lagi manusia. Dia hanya sejenis, hewan-hewan laut."

"Baik Nyonya. Kami akan lakukan yang terbaik." Jawab pria itu dengan hormat.

"Ah! Satu lagi,"

"Ya Nyonya?"

"William. Bersikap baiklah pada William, usianya tak lama lagi. Mungkin dia akan berakhir besok malam. Kau tahu sendiri, kita tak bisa pastikan keselamatannya saat ia, kembali ke lautan."

~•~•~•~•~•~•~

~•~•~•~•~•~•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•~•~•~•~•~•~

Sean mundur beberapa langkah mendengar apa yang baru saja masuk ke telinganya. Kata itu, ia kesulitan mempercayai peringatan tersebut. Tangannya terkepal kuat, kewaspadaanya perlahan bangkit seraya jantungnya juga mendadak berdegup lebih cepat.

"Lari!" William seolah mengucapkannya lagi untuk kali kedua. Suaranya tak terdengar, tapi Sean langsung tahu apa yang coba ayahnya sampaikan sekali lagi itu, peringatan itu.

Tak lama setelah ia hampir memutuskan sesuatu, dua pria tiba-tiba memasuki ruangan. Mereka mengenakan setelah biru dengan wajah ditutupi masker. Penampilan mereka seolah akan melakukan operasi, atau apapun sejenisnya, membuat Sean teringat akan kejadian di laboratorium di Louisiana, saat ia pertama kali terlibat oleh semua kegiatan gila ini.

"Selamat siang, bisakah anda ikut dengan kami? Nyonya memperingatkan agar kami melakukan uji kesehatan fisik pada anda." Kata salah seorang pria pada Sean sambil melepaskan maskernya. Wajah tuanya segera terlihat jelas.

"Uji kesehatan?"

"Ya, uji kesehatan. Kita ingin memastikan apakah anda benar-benar dalam kondisi baik. Kami akan segera melakukan penanganan intensif jika mungkin terjadi sesuatu." Pria-pria itu mulai melangkah mendekati Sean. Salah satu dari mereka mengeluarkan jarum suntik.

Sean tak tahu cairan apa yang ada di dalam benda itu. Uji kesehatan? Kedengarannya konyol.

Ia mundur sekali lagi, sesekali melirik ke arah William. Sepertinya, ayahnya memang benar. Terutama setelah melihat sikap kurang sopan dua pria di depannya ini yang mulai meraih kedua lengannya kasar. Dengan sigap mereka mencoba melepaskan jacket Sean untuk bisa mendaratkan ujung jarum tersebut ke lengan pemuda itu. Tanpa basa-basi, Sean mencoba melepaskan diri. Ia mendorong, membuat dua pria tersebut hampir terjatuh.

"Apa yang kalian lakukan?!"

"Te-tenang, tenang Tuan." Salah satu dari mereka membuka kedua tangan, memberi isyarat agar Sean tak melawan.

"Jangan lakukan apapun padaku. Aku kemari bukan untuk mengikuti pengujian fisik kalian atau apapun itu." Kata Sean.

Dua orang itu saling melempar pandang. Sorotan mata mereka seolah  menyampaikan sesuatu. Sean tahu mereka mungkin saja akan melakukan kekerasan. Sulit mempercayai apa yang tiba-tiba terjadi saat ini.

Salah satu pria yang lebih besar menghampiri Sean, dengan cekatan mendorong pemuda itu kuat hingga punggung dan kepala belakang Sean membentur dinding sangat keras.

Hantaman itu seakan meremukkan tulang dan tempurung kepala belakang Sean seketika. Ia merasa pusing, nyeri, bahkan kesulitan bernafas. Semakin parah saat pria itu kemudian mengayunkannya ke depan dan menjepit lehernya dengan siku dan lengan gempal itu kuat-kuat.

"Kubilang tenanglah, nak!!" Ujarnya, ia memperkuat cekikkannya sementara tangannya yang lain mengunci kedua tangan Sean di balik punggung hingga tak ada yang bisa dilakukan pemuda itu.

"Le.. Lepaskan.."

"Kami akan melepaskanmu jika kami selesai memasukkan cairan getir ini ke dalam tubuhmu." Bisik pria itu di telinga Sean, sementara orang yang satunya lagi berjalan menghampiri mereka dengan ujung jarum suntik yang sesekali memuncratkan cairan bening tersebut.

Dari tempatnya, William begitu panik melihat peristiwa itu. Ia berusaha bangkit dari ranjang, bangkit dan melakukan sesuatu untuk Sean. Namun, jangankan meninggalkan tempat itu, untuk bergerak saja ia tak mampu. Tubuhnya masih terasa berat, ia benci mengalami ini, terutama, saat kedua orang itu akhirnya berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka. Berhasil menyuntikkan cairan itu.

BRUUKK!!

Pria yang menahan tubuh Sean melepaskannya kemudian. Membuat Sean terjatuh di lantai lumayan keras. Pemuda itu mengerang beberapa saat. Tangannya terkepal dan memukul lantai. Rasa terbakar menguasai seluruh tubuhnya ketika cairan itu merasuk ke dagingnya. Bahkan aliran darahnya perlahan terasa mendidih, jantungnya berdetak semakin cepat dan cepat, membuatnya merintih hebat sebelum akhirnya ia benar-benar tak tahan dan, tak sadarkan diri!

"TIDUR! TIDURLAH YANG NYENYAK!!" Seru salah satu pria, ia mendesah panjang. "Yah.. Putra kalian benar-benar merepotkan." ia berpaling pada William, mengusap kedua tangannya dengan handuk putih yang telah disiapkan, wajahnya terselubung rasa bangga meski ia sedikit menggerutu.

Sementara itu, William sama sekali tak menggubris atau merespon semua kalimat yang masuk ke telinganya tersebut. Perhatiannya hanya tertuju pada Sean, pada anaknya. Ia melihat kulit Sean mengering hebat beberapa detik setelahnya. Guratan-guratan bermunculan di sana-sini bahkan di wajah Sean. Ia tak tahu apa yang terjadi, ini lebih buruk dari yang ia alami. Terutama saat melihat busa bercampur lendir keluar di sebagian sudut pori Sean yang melebar mengerikan. Membuat kulit pucat anaknya itu seolah, mengelupas perlahan-lahan![]

********

Dua hari sebelumnya,
Kepulauan Bahama, Nassau.

"Apa kau ingin membunuh anakmu sendiri?!" Kata Tommy meletakkan cangkir kopinya ke atas meja. Perasaan pria itu bercampur aduk ketika orang yang tak pernah ia sangka, tiba-tiba muncul mengunjunginya, saudara perempuannya yang telah lama menghilang tersebut, Alexa.

"Kata-katamu cukup kasar Tom." Wanita itu tersenyum anggun.

"Kau menghilang selama sepuluh tahun hanya untuk menyiapkan ini? Kau berniat menggunakan anakmu sendiri untuk terlibat dengan ide gilamu?!"

"Kau yang memulai semuanya!" Sela Alexa. "Kau bicara seolah kau tak pernah berbuat buruk padanya. Apa kau lupa kaulah yang menyerahkannya lebih dulu?!"

"Apa?"

"Kau menjual putraku, menjual Sean. Aku hanya meneruskan apa yang sudah kau lakukan." Alexa mengangkat cangkir kopinya dan menyeruput minuman harum itu sedikit. Matanya yang indah beralih ke pemandangan pantai di mana senja semakin mempercantik tempat itu. "Hah.. Sudahlah Tommy, aku tidak mau membahas ini sekarang. Aku tidak mau kita bertengkar hanya karena Sean. Kita baru saja bertemu. Semua yang kita lakukan pada Sean, tak ada yang salah. Ia pantas menerimanya. Bocah itu sebenarnya hanya aib yang diberikan William untukku."

-

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang