THE TEARS

2.8K 275 17
                                    

...

William tersadar dari bayang-bayang masa lalunya ketika raungan Meree tiba-tiba terdengar. Raungan parau yang segera mengaburkan sosok James dan segala hal di lab itu. Semuanya menghilang dan ia kembali ke keadaan semula.

'...William ada apa denganmu? Kenapa berhenti?...' Meree berenang kembali menghampirinya. Betina itu mendapati William tampak berbeda. Terpaku seperti kehilangan fokus. '...Kau tidak apa-apa? Aromamu berubah. Apa lukamu terasa makin sakit?...' Meree meraih luka William untuk memeriksanya, namun segera ditepis oleh lelaki itu.

'...William?-...'

'Alexa, James.' William menatap Meree cukup dalam.

Entahlah, William tak bisa melepaskan isi pikirannya dari dua orang itu. Ia tahu siapa yang ada di hadapannya saat ini, Meree. Namun, samar-samar wajah Meree terus saja tergantikan kembali oleh pria kulit putih yang saat itu mencoba, menelanjanginya.

'Tolong jangan lakukan.' William mengayun sedikit tubuhnya menjauhi Meree. Sosok James semakin jelas di hadapannya.

'...William?...'

Meree berenang memutari tubuh William. Membelitkan ekornya yang jauh lebih besar ke ekor pejantan itu. Ekor yang benar-benar sudah kehilangan kilaunya, bahkan mulai menggelap.

'Meree tolong ak..-'

"SSSSTTTT! Jangan mengatakan apapun yang mengganggu konsentrasi-ku." Bisik James tiba-tiba, terdengar sangat jelas di telinga William.

William semakin kesulitan menempatkan dirinya pada kenyataan. James, pria itu terus saja muncul. Terus menggiringnya untuk hanyut ke keadaan tak menyenangkan yang pernah terjadi hampir dua puluh tahun silam itu.

Pria berperawakan kecil tersebut terkekeh sambil mengusap tangannya yang kotor oleh darah dari kaki William dengan baju pemuda itu yang berhasil ia lepaskan. Sementara, William melihat ada dua pria lain yang tiba-tiba juga berada di sana. Anak buah James, orang-orang bertubuh besar yang kini sedang sibuk membersihkan kakinya.

William yang saat itu tangannya juga sudah tak diikat, mendadak meraih lengan James."Jangan lakukan ini. Aku tidak mau jadi objek laboratorium-mu!"

Ya, ia juga mengingat benar kalimatnya itu. Termasuk saat James kemudian melepaskan tangannya, namun menggenggamnya balik sembari memasang wajah simpati. Ia dapat merasakan setiap sentuhannya.

"Tenang. Tenang lah Will, kau akan merasa jauh lebih baik setelah mendapat wujud yang baru. Jangan takut, percaya saja padaku."

"Jame..-"

"Ayolah, berhenti merengek. Apa kau ingin aku memotong pita suaram..-" James mendadak terdiam ketika sebuah ide melesat masuk ke kepalanya. "Ah tunggu, apa aku baru saja mengatakan pita suara? Astaga, aku baru ingat kalau kau bersuara emas. Oke, aku punya usul yang lebih baik untukmu Willie. Daripada kau terus membuyarkan fokusku dengan rengekanmu, kenapa kau tidak menggunakan saja pita suaramu itu untuk-menyanyi? Bukankah kau suka sekali menyanyi? Menyanyilah untukku Will. Aku adalah salah satu penggemarmu."

William hanya diam mendengar kalimat bodoh James. Sepertinya percuma mengatakan apa-apa lagi padanya. Belum sempat pemuda itu mengucapkan kata makian terhadap James, tiba-tiba kakinya yang memang sudah terasa sakit sejak awal, mendadak menjadi makin parah hingga membuatnya memekik seketika.

Dua pria tadi merenggangkan masing-masing kaki William tersebut lumayan lebar setelah melilitkan perban dan melanjutkannya dengan mengikat pergelangan kaki dan paha menggunakan tali kulit ke sisi ranjang. Tangan-tangan besar mereka cukup cekatan tanpa memperdulikan rasa sakit yang luar biasa terhadap William.

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang