YOUR HEART IS MINE

4.1K 351 34
                                    

Ujung kuku Meree yang jauh lebih tajam dari mata belati menusuk kulit William dan menembus rongga perut pemuda itu sebelum William sempat menghindar. Menenggelamkan seluruh punggung tangan yang besar dan setengah bersisik tersebut hingga membuat lelaki itu memekik hebat. Darahnya segera keluar dan melayang mencemari air di sekitaran mereka.

'...Siapa Alexa? William?...'

Meree terus merogoh lebih jauh ke dalam kulit William. Ia bisa merasakan bagaimana lembutnya daging pejantan di hadapannya tersebut. Aroma darah segar menyentil penciumannya kuat, menyesap di sebagian porinya yang perlahan bisa saja menghapus nafsu birahinya dan justru menggantikannya dengan nafsu untuk menyantap serta menikmati mangsa layaknya seekor predator.

Sementara William kini hanya bisa mengerang. Mencoba melepaskan tangan besar Meree, namun ia tak cukup kuat. Kedua lengannya gemetar menahan rasa sakit itu hingga seakan menguras habis tenaganya.

'...Maafkan aku. Aku melakukannya karena sangat mencintaimu. Kau dan aku, bukankah kita saling mencintai?...' Ujar Meree. Ia mendekatkan wajahnya. Dan reaksi William tak seperti sebelumnya yang bergidik melihatnya, pejantan itu hanya terus mengerang, fokus pada rasa sakitnya. '...William, katakan kita saling mencintai. Kumohon...' Tangan Meree yang satu meraih wajahnya.

'...Tidak. Kalian tidak saling mencintai. William mencintai orang lain...'

Sela Sean tiba-tiba. Beberapa kata yang mendadak masuk ke dalam kepala Meree. Keterangan yang diucapkan putra William saat mereka pertama kali bertemu.

'...William adalah manusia. Kami adalah manusia. Manusia dan mencintai manusia!... DIA MENCINTAI IBUKU, ALEXA, MANUSIA...'

'...Ibu?...'

Meree menusuk lebih jauh lagi menembus organ dalam William saat ingatan itu semakin kuat.

'...Ibuku. Dia mencintai ibuku, Alexa...'

'...Alexa, dia adalah-betinamu sebelum aku? Ibu dari putramu yang kehilangan lengannya?...' Tanya mahkluk itu kemudian.

William tak merespon sedikit pun. Lelaki itu sudah kehilangan banyak darah, organ hatinya pun terluka. Ia tak bisa melakukan apa-apa kecuali menggenggam semakin lemah lengan Meree. Berharap betina itu mau melepaskannya dan tidak bertindak lebih buruk lagi.

'...Baiklah. Tak apa-apa. Tak apa-apa jika kau lebih mencintai betina lamamu itu dari pada aku...' Ujar Meree, ia lalu meraung cukup keras. Mulutnya terbuka lebar, serentet taring terlihat jelas.

Meree kesulitan menerima semua ini. Ia merasakan sakit yang sama seperti saat kehilangan anaknya puluhan tahun silam. William, Meree tak menyangka pejantan itu masih mengingat benar betina lain sementara mereka akan melakukan pemijahan.

Untuk kesekian kali ia meraung lebih keras. Mencoba menjadikannya sebagai pelampiasan. William dapat merasakan suara raungan itu sangat menusuk telinganya. Seperti raungan binatang gunung yang mengamuk karena sesuatu. Atau mungkin lebih buruk. Sangat buas dan tak terkendali. William benci harus mengakui ini, mengaku kalau tak ada pilihan lain selain menyerah, tak ada yang bisa ia lakukan. Meree, mahkluk lautan itu mungkin adalah alat terakhir untuk mengakhiri penderitaannya, hari ini juga.

Pria itu menutup matanya ketika Meree akhirnya berhenti meraung dan mendekatkan wajahnya lagi. Sangat dekat. Betina itu memandanginya beberapa saat sebelum tiba-tiba membungkuk, mendekati luka yang ia buat di perut William dan melakukan sesuatu di sana, menjilatinya.

'Apa yang dia lakukan?'

William dapat merasakan lidah Meree yang besar dan lebih panjang dari lidah manusia mengusap lukanya perlahan-lahan. Terasa sakit dan perih. Sementara Meree harus mengendalikan pikirannya lebih kuat. Aroma daging mentah segar William semakin menggoda pikiran betina itu. Luka yang cukup dalam tak dipungkiri terlihat sangat menggiurkan, apalagi teringat kalau William adalah manusia. Mahkluk yang memang berbeda jenis darinya, yang sebenarnya pantas ia jadikan mangsa seperti mamalia laut lainnya.

'...Jangan berpikiran buruk padaku William. Aku juga berusaha keras untuk tidak akan pernah menyakitimu, membunuhmu...' Ujarnya kemudian. '...Tidak apa jika kau belum memiliki hasrat terhadapku. Aku bisa menunggu. Tapi tolong buat dirimu merasa nyaman. Liurku ini akan meningkatkan sedikit rasa kebalmu. Aku akan mencoba menyelamatkanmu sebisaku. Jadi berhentilah merasa was-was..' Sambungnya.

William tak mengerti dengan ucapan Meree. Menyelamatkan?

'...Inilah hal pertama yang kami lakukan jika terluka. Menjilatinya. Ini akan sedikit mengurangi rasa sakitmu...' Meree, perlahan ia lalu menarik tangannya keluar, mencabut jemari serta kukunya dari rongga perut William.

Meski benar yang dikatakan Meree tentang jilatannya yang bisa mengurangi rasa sakit, namun bukan berarti itu menghilangkan rasa sakit William sama sekali. Pemuda itu masih mengerang saat Meree terus menarik tangannya. Terutama ketika sisik Meree yang kasar seakan memarut kecil daging lelaki itu. Membuatnya teriris dan menempel di antaranya.

Meree tampak puas setelah berhasil mengeluarkan seluruh tangannya. Dan ia pun segera memperlihatkan sesuatu. Sebuah benang sepanjang lima belas centimeter berwarna keemasan yang ia ambil dari organ dalam William, sesuatu yang menjadi alasan utama ia merogoh seisi rongga perut lelaki itu.

'...William, apa Alexa, betina yang kau cintai itu, ada di sekitar sini? Dan apa dia yang melakukan ini padamu? Menyakitimu?...' Tanya Meree kemudian. '...Aku bisa mencium aroma yang asing, dan mengancam dari benda ini. Aroma yang sama, dari sesuatu yang pernah menyentuh bibirmu...' Meree memilin serabut yang ia temukan itu di hadapan William.

*****

Alexa mengumpat setelah melihat apa yang terjadi di sana. Beberapa LRC yang baru mereka luncurkan untuk mengamati pergerakan William, menunjukkan hal yang mengecewakan.

"Bagaimana monster itu tahu alat pelacak tersebut?!" Ia berseru.

Wanita paruh baya yang awalnya cukup gembira karena kemunculan Meree itu, kini merasa sangat marah. Ia tahu benar bagaimana cara kerja alat mungil yang ada pada jaring rancangan mereka. Alat itu akan mengubah diri menjadi partikel terkecil dan merasuk di pori kulit William lalu berkumpul di suatu titik di tubuh William dengan wujud yang baru. Dan secara otomatis, itu akan menjadi satu-satunya terminal untuk para ilmuwan bisa mengakses atau bahkan mengendalikan apapun terhadap William setelah melakukan pemindaian terhadap kode yang ditampilkan. Memiliki fungsi yang hampir sama dengan chip yang gagal ditanam di tubuh William, serabut itu, berperan tak kalah pentingnya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita bisa kehilangan mereka." Tanya Rachel tak mengalihkan pandangan dari monitornya.

"Jika kita melakukan penangkapan saat ini, kita takkan pernah tahu di mana ratusan koloni mahkluk itu bersarang untuk kawin malam ini." Kata salah seorang petugas menanggapi.

"Tapi kita juga tidak akan mendapatkan apapun jika kita tak bisa melacak mereka." Rachel berpaling pada sahabatnya.

Alexa, wanita itu terdiam dan tampak lebih tenang dari sebelumnya. Matanya terus memperhatikan hasil pantauan dari beberapa LRC di hadapannya.

"Alexa kau dengar?" Tegur Rachel.

Alexa menyibak rambutnya ke belakang sebelum menoleh pada Rachel dan beberapa anak buahnya. "Kita tangkap saja monster itu sekarang." Ujarnya kemudian dengan mantap.

Salah seorang petugas seketika bangkit berdiri mendengar perintahnya. "Tapi Nyonya, ini akan menggagalkan rencana awal kita. Kita hanya akan mendapat.. Seekor, dari ribuan ekor yang harusnya bisa kita dapat malam ini."

"Monster itu, dia telah melukai William, melukai pejantannya. Mereka tidak akan kawin malam ini. Dia tidak akan membawa kita ke sarang utama mereka. Kita dapat seekor, atau tidak sama sekali. Mana yang kau pilih?!" Alexa menatap tajam pria itu.

"Tapi Nyonya..."

"Rupanya kau lebih serakah daripada aku. Apa kau ingin aku memberi tahumu satu hal kalau aku tidak bisa bekerja sama dengan orang-orang rakus?" Alexa melirik pistolnya, meraih benda itu.

Tahu maksud bos wanitanya, pria itu pun seketika melunak. "Ba-baiklah Nyonya. Baiklah kita akan menangkapnya. Maafkan aku."

"Bagus." Alexa tersenyum licik. "Sekarang segera siapkan peralatan untuk menangkap monster mengerikan itu. Aku tahu ini mengecewakan, tapi kita tak punya banyak pilihan. Seret mahkluk itu masuk ke dalam kapalku! Lakukan sebelum malam!" Perintahnya tegas.

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang