YOU

5.2K 489 21
                                    

Beberapa jam setelah kepergian Tn. James, suasana kembali cukup tenang. Sean, menghampiri tangga di belakang pondok tersebut dan duduk di sana. Tangannya yang terluka kini telah dibalut perban. Rasa nyeri sesekali masih menyelimuti setiap ia menggerakkan tangan kirinya tersebut.

Mrs. Thompson, wanita itu sangat panik mengetahui apa yang terjadi. Ia tak henti bertanya dan mencaci Tn. James yang telah meninggalkan rumahnya. Wanita itu bersikeras ingin melaporkan tindakan brutal tersebut ke polisi. Melaporkan semuanya hingga membuat Sean dan Anna cukup kerepotan membujuknya agar tetap tenang. Membujuknya untuk berhenti membuat kegaduhan.

Sean tahu lukanya memang bukan luka ringan. Sayatan itu sangat dalam, rasanya hampir menyentuh tulang tangannya, merobek dagingnya parah dan mungkin akan meninggalkan bekas luka yang mencolok.

Namun, di samping itu semua, ada hal baik yang setidaknya dapat ia terima. Karena ternyata, dari luka itulah, dari rasa sakit itulah semua ingatannya, mendadak tersusun lagi sedikit demi sedikit. Semua yang baru ia alami, hal-hal yang menyakitinya secara fisik, perlakuan yang ia dapat di laboratorium, benda-benda tajam yang melukai badannya, jarum suntik, pisau bedah dan lain sebagainya, bahkan, pelecehan seksual yang ia alami, apapun yang dilakukan orang-orang itu, muncul memenuhi benaknya dan terangkai perlahan-lahan kembali.

Tidak hanya itu, Sean bahkan ingat segala informasi yang pernah ia terima. Tentang, eksperimen gila itu, penangkapan Siren di malam Purnama? Dan juga, seseorang yang bernasib sial seperti dirinya, ayahnya? William, pemuda asia itu.

'God!!'

Pikiran Sean semakin berkecamuk ketika ia teringat pula informasi yang ia terima dari Anna mengenai pembunuhan ibunya. 'Benarkah mereka yang membunuhnya? Orang-orang itu, tua bangka itu. Damn it!'

Sean mencoba meredam segalanya ketika tiba-tiba terdengar sesuatu. Suara langkah seseorang, Anna, gadis itu keluar dan menghampirinya. Langkahnya begitu terasa ketika menginjak lantai kayu tersebut. Sean tak berpaling dan hanya tetap memandangi kerikil-kerikil yang bertebaran di halaman belakang pondok itu saat Anna menekuk lututnya, duduk tepat di sebelahnya dengan santai.

"Kau, ingin membicarakan sesuatu denganku?" Tanya gadis itu sembari mendekap badannya sendiri yang kini terbalut setelan kaos putih polos.

"Ya."

"Kau sudah mengingat sesuatu?"

"Aku ingat semuanya. Tak ada yang kulewatkan." Jawab Sean. "Sebelumnya, terimakasih banyak untuk bantuanmu. Terimakasih telah menyelamatkanku."

"Jangan sungkan." Jawab Anna.

Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anna ikut memandangi kerikil-kerikil yang tersorot cahaya dari lampu rumahnya. Pikirannya bisa menebak ke mana perbincangan mereka mengarah. Sean, pemuda itu mengingat segalanya sekarang. Itu bagus. Namun entah kenapa ini justru membuatnya gugup. Tn. Brenner, dan juga, semua kalimat-kalimat terakhir pria itu sebelum meninggalkan rumahnya tadi. Tentang, ibunya? Ia tahu semua itu mengganggu pikiran Sean. Mungkin inilah saatnya ia harus kembali berbicara mengenai semua itu setelah sekian lama ia hanya menceritakannya pada ayah angkatnya, Mr. Thompson, yang kini telah tiada.

Gadis itu mencoba agar tetap terlihat tenang sebelum Sean akhirnya benar-benar memulai. "Anna.."

"Ya?"

"Sewaktu kau kecil, sewaktu kau melihat Mermaid Alexa terbunuh, kau ingat kapal apa yang kau tumpangi itu?"

"K-Kapal?"

"Kapal. Kau bilang kau melihat peristiwa kematian Alexa di atas sebuah kapal. Apa kau tahu kapal apa itu?"

"Ahm... masalah itu..-"

THEIR MERMAN [COMPLETE]Where stories live. Discover now