Chapter 8

1.2K 186 16
                                    

Hari itu, kelas Biologi tampak lebih ribut daripada hari-hari lainnya. Mr. Watson mencoba untuk menerapkan metode asing yang mengharuskan murid-muridnya untuk bekerja sama dengan satu sama lain.

"Coba diskusikan topik ini dengan kelompok meja masing-masing. 10 menit."

Dalam beberapa detik, para murid dalam kelas itu sudah sibuk bergumul dengan alat tulis dan buku catatan mereka, sekali-kali membuat kontak mata dengan teman yang sedang menjelaskan. Tidak jarang juga pertanyaan dilontarkan antara satu meja ke meja yang lainnya.

Baekhyun dengan konsentrasi yang tidak terpecahkan berusaha untuk memahami materi bab ini sendiri. Setidaknya ia ingin untuk mencoba terlebih dahulu sebelum mendiskusikannya dengan yang lain.

"Soo." Setelah beberapa menit tidak membuka suara, Baekhyun akhirnya memanggil nama teman dekatnya itu.

"Maksud dari bagian ini," Ia menunjuk salah satu figur yang tercantum di buku tulisnya. "Ekson itu bagian gen yang bakal jadi bagian mRNA dan in-"

"Bukan." potong Kyungsoo.

"Ekson itu gen yang bakal dibiarin sama snRNA. Jadi, mRNA yang matang bakal punya ekson saja, bukan intron." Kyungsoo menuturkan penjelasan itu dengan lancar, tanpa melihat Baekhyun. Setelahnya, ia langsung mengalihkan perhatiannya lagi kepada Jaehyun, si pendiam yang kebetulan berada dalam satu kelompok dengan mereka sekarang.

'Bukannya sama aja kayak apa yang gue jelasin tadi ya?' Baekhyun mengerutkan alisnya.

'Coba aja kalau mau dengerin dulu.' Ia menghela nafas.

'Titik akhirnya pun sama-sama aja.'

Baekhyun selalu berusaha sabar ketika ini terjadi. Tapi kau paham bukan? Terkadang beberapa hal yang kau sesali, tanpa terasa, menumpuk begitu saja. Rasanya ingin meledak.

Inilah konsekuensi pertemanannya dengan Kyungsoo dan Jongdae.

Semulus-mulusnya jalan raya, jika ditelusuri, pasti akan ada titik di mana akan ada lubang.

Mereka terlalu pintar sehingga tanpa disadari, mereka menganggap bahwa orang-orang di sekitarnya tidak akan tahu lebih banyak daripada mereka. Termasuk Baekhyun. Situasi-situasi seperti ini sudah sering terjadi dan Baekhyun memilih untuk diam. Ia tahu Kyungsoo dan Jongdae tidak bermaksud untuk melakukan itu, itu hanya bagaimana mereka berbicara.

Awalnya, Baekhyun berpikir bahwa ia akan baik-baik saja dan semua akan berlalu. Tetapi, suatu hari, Baekhyun tiba-tiba merasa hal ini terlalu berat untuk ia emban tanpa dibagi.

Maka ia menumpahkan semuanya pada Chanyeol.

Menangis.

Meneteskan air mata.

"Gue ngerti."

"Gue bakal ngomong sama mereka kalau hal ini melewati batas."

"Udah, udah."

Kata-kata Chanyeol menenangkan. Baekhyun mengakui itu. Tetapi sifatnya sementara, tidak abadi. Belum lama semenjak Chanyeol mengatakan itu, sudah ada saja kata-kata yang membuat Baekhyun merasa diremehkan.

Mr. Jones memang tipe guru yang seringkali membuat guyonan atau candaan ketika berinteraksi dengan murid.

Waktu itu, Baekhyun dan Jongdae sedang bertanya kepada Mr. Jones soal tugas yang menurut satu kelas sulit. Pertanyaan mereka sederhana dan mereka hanya meminta penjelasan untuk beberapa soal. Baekhyun akui ia memang kadang sedikit lamban dalam memahami satu topik. Maka, ia bertanya untuk kedua kalinya dan dengan sopan meminta Mr. Jones untuk menjelaskannya lagi.

Namun, Mr. Jones mungkin sedang berniat untuk bergurau dan tanpa sadar melukai harga diri Baekhyun dengan kata-katanya.

"Baekhyun, Baekhyun. Kamu lama sekali ya pahamnya?"

Baekhyun sedikit banyak terkejut dengan apa yang Mr. Jones katakan dan dengan sisa semangat yang tinggal satu garis, mendengarkan penjelasan Mr. Jones dengan lemah.

Sebutlah Baekhyun berlebihan. Tapi tolong ingat dan tempatkan dirimu di posisi Baekhyun.

Hampir tiap hari merasa direndahkan dengan berbagai macam cara. Itu secara tidak langsung berarti setiap hal yang terjadi bisa diibaratkan seperti palu yang membantu harga diri Baekhyun untuk retak secara perlahan.

Jujur, Baekhyun sedikit kecewa dengan Chanyeol.

Ketika ia menceritakan apa yang terjadi ketika berkonsultasi dengan Mr. Jones, ia berharap Chanyeol bisa memberikannya kenyamanan dan setidaknya sejumput hiburan. Jika memang tidak bisa, Baekhyun sudah sangat senang jika Chanyeol bersedia mendengarkan.

Tapi apa yang Chanyeol katakan setelahnya?

"Mungkin dia cuma bercanda."

Betul. Memang dia bercanda.

"Mungkin lo juga lagi lelah waktu itu. Orang lelah emang jauh lebih sensitif."

Bukan itu masalahnya, Chanyeol. Bukan. Baekhyun merasa hal yang sama selalu terulang dan itu selalu berujung membuatnya tidak menghargai dirinya sendiri. Ia merasa apapun usaha yang dibuatnya tidak akan pernah cukup dan menemui ekspektasi.

Mungkin memang Baekhyun harus diam saja.

Tapi hal itu bukan hal yang tepat untuk diingat ketika akan memasuki ruang ujian bukan?

Ujian besar sudah di depan mata dan Baekhyun harus siap.

Tidak peduli apa yang telah terjadi sebelumnya, Baekhyun harus berusaha sekuat tenaga agar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan.

Ia berharap dengan hasil yang memuaskan, ia akan mendapatkan ketenangan diri. Dalam artian, Baekhyun tidak mau membandingkan dirinya lagi dengan orang lain dan mulai untuk fokus pada diri sendiri dan apa yang sudah diraihnya.

Baekhyun melirik ke arah Sehun dan Chanyeol yang berada di kanan dan kirinya.

Kedua pria dengan tinggi menjulang itu nampak gugup dan itu terlihat dari air muka mereka. Muka dingin Sehun tampak kaku dengan kedua mata yang hanya fokus pada satu titik di depan. Sedangkan Chanyeol, ia seringkali menghela nafas sambil menunggu namanya dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan.

Baekhyun berusaha untuk mengumpulkan kesadaran dirinya. Ia menyodorkan kedua tangannya ke depan Chanyeol dan Sehun, menunggu mereka untuk menepuknya.

'Semangat.' Batinnya.

Chanyeol dan Sehun hanya tersenyum melihat tingkah Baekhyun karena mereka mengerti si mungil itu berusaha menenangkan mereka.

Straight-A Student | ChanBaekWhere stories live. Discover now