Chapter 49

913 156 35
                                    

Baekhyun merenung. Terus merenung bahkan ketika matanya terpejam dan punggungnya merasakan bagaimana tidak nyamannya sofa studio pribadi milik Chanyeol, yang terasa aneh karena biasanya ini salah satu tempat ternyaman di rumah mereka. Tak jarang Chanyeol membantingnya ke sofa ini untuk-

Ah...

Tidak. Itu bukan apa-apa.

Lupakan saja.

Ia berakhir tak kembali sejak kejadian tadi malam.

Baekhyun paham, Chanyeol butuh waktu. Begitu juga dirinya. 

Bibirnya membentuk sebuah senyuman pahit, merasa dirinya begitu pengecut hingga rela bangun subuh untuk sekedar membuat sarapan untuk Chanyeol. Semata-mata agar tidak bertatap muka dengan si tinggi. 

Kedua matanya terbuka, menatap langit-langit studio yang dihiasi cahaya remang dari lampu.

Ia sudah membulatkan keputusannya.

Baekhyun akan pulang untuk sementara waktu. Ke rumah orangtuanya. Walaupun ia tahu ia akan kerepotan karena jarak yang lumayan jauh, setidaknya Chanyeol akan memiliki waktu yang ia inginkan.

Itu hanya sebuah alasan.

Karena Baekhyun tahu, jauh di lubuk hatinya, nyalinya yang masih terlalu ciut untuk bertemu setiap hari dengan Chanyeol.

Baekhyun harus siap bukan? Dengan segala sesuatu yang mungkin terjadi setelah ini. Ia menyatakan perasaannya dan itu berarti ia sudah siap dengan apapun yang akan terjadi. Baekhyun sudah pernah membayangkan apa jadinya jika Chanyeol mungkin memutuskan untuk memberi jarak di antara mereka. Sesakit-sakitnya ia membayangkan itu, Baekhyun sudah memutuskan untuk menurut jika memang itu keputusan Chanyeol. 

Seperti ia yang memutuskan untuk jatuh hati pada Chanyeol dan mengikuti arus yang membawanya, Chanyeol juga berhak untuk mengikuti arus yang memang ditujukan untuknya. 

Malah justru yang ia rasa akan menempatkannya pada posisi sulit adalah jika Chanyeol memutuskan untuk melupakan semuanya dan menginginkan mereka untuk kembali seperti biasanya. Entah hanya sekedar bersahabat atau mungkin tetap menjalani friends with benefits.

Ah, tapi Chanyeol tak mungkin sekejam itu. Ia tak mungkin menempatkan Baekhyun pada posisi dimana ia harus pasrah dalam kungkungan Chanyeol, ketika Chanyeol tahu pasti akan hatinya. 

Lalu, bagaimana jika Chanyeol menerimanya? Membayangkannya saja, Baekhyun sudah tersipu. Sekonyol-konyolnya itu.

Lagipula, Baekhyun yakin sembilan puluh persen bahwa itu tidak akan terjadi.

Sepuluh persennya adalah harapan Baekhyun yang masih saja nakal dan masih nekat bertingkah.

Memikirkan semua ini membuat kepala Baekhyun sakit, belum lagi tidurnya yang tak nyenyak semalam. Mungkin karena sofa yang, walaupun nyaman, tetap bukan kasur empuk yang Baekhyun sayangi. Atau mungkin juga ia sudah terbiasa dengan rasa aman yang Chanyeol berikan dengan sekedar berada di sampingnya. 

Saat Chanyeol makan nanti, ia akan menyiapkan barang-barangnya.

 ///

Chanyeol sempat terkejut.

Karena suara pintu studio terbuka tadi dan itu sudah pasti Baekhyun. 

Pandangannya kembali pada gelas kosong yang tadinya berisi jus jeruk, seolah-olah benda itu bisa memberinya sebuah jawaban atas pertanyaan yang ia punya. 

Ia sudah merasa lebih baik sekarang.

Demamnya pun sudah turun dan sepertinya suhu tubuhnya sudah kembali normal. Ia benar-benar merasa baik-baik saja dan Baekhyun seharusnya mengetahui itu bukan? Secara, Baekhyun yang mengobatinya.

Ingatannya kembali pada percakapan mereka tadi malam.

Chanyeol diam-diam mengutuk dirinya, kembali mengevaluasi apa saja yang ia katakan pada Baekhyun dan apa itu bisa menyakiti yang lebih mungil.

Pria itu masih berusaha untuk meyakinkan diri bahwa apa yang berada dalam ingatannya bukanlah halusinasi. Ia benar-benar dalam ambang kebingungan, takut-takut bahwa demamnya membuat Chanyeol mengkhayal tak berdasar.

Tapi jika itu semua tak terjadi, Baekhyun tidak mungkin menghabiskan malamnya di studio pribadi milik Chanyeol. 

Memang bukan pertama kalinya untuk Chanyeol, menerima pernyataan cinta seperti ini. 

Namun ini berbeda. 

Ini Baekhyun. 

Byun Baekhyun. 

Yang sudah ia kenal bertahun-tahun dan mungkin memahami Chanyeol lebih dari Chanyeol memahami dirinya sendiri. Jika Chanyeol harus jujur, ia lebih memilih menerima Baekhyun dibandingkan kehilangan Baekhyun sebagai sahabat.

Tapi jika ia melakukannya, ia tetap akan kehilangan Baekhyun bukan? Karena tanpa sadar, perlahan, ia seperti menabung luka pada hati lembut milik sahabatnya itu. Perbedaannya hanya ia yang kehilangan langsung atau kehilangan perlahan-lahan. Bukankah pilihan yang kedua terdengar jauh lebih menyakitkan?

Suara langkah kaki membangunkan Chanyeol dari khayalannya sendiri, membuatnya menghadap ke arah sumber suara.

Baekhyun berdiri di sana dengan ... apa itu? 

Sebuah koper berwarna gelap yang ia genggam erat hingga buku-buku jarinya memutih. 

Chanyeol sudah ketir-ketir dalam hati, jika ia boleh jujur. Berharap asumsi yang berada di kepalanya semua salah.

Ia menarik nafas dalam sebelum berjalan mendekati Chanyeol, mencoba begitu keras untuk mengendalikan air mukanya agar terlihat sebiasa mungkin. 

"Kemana?" Baekhyun tersenyum maklum. Cara bicara Chanyeol yang memang seperti itu, singkat dan jelas, terdengar begitu dingin sekarang. Tanpa sadar membuat dirinya merasa ciut.

Apa Baekhyun harus menjawab pertanyaan Chanyeol? Baekhyun benar-benar merasa payah sekarang, ia hanya bisa lari dari kenyataan.

"Rumah papa mama." jawabnya sembari tersenyum terhadap Chanyeol. 

"Kenapa?" Ia sempat tertegun karena pertanyaan Chanyeol. Karena ia tak tahu bagaimana menjawabnya. Maka dari itu, ia berusaha untuk bersikap sejujur-jujurnya pada Chanyeol. Itu akan mempermudah segalanya.

"Lo gak akan ngerasa nyaman kalau gue di sini terus, Chan." jelasnya.

Oke, Chanyeol bisa memahami itu. 

"Gue ngerti lo butuh waktu." 

Chanyeol sedikit menaikkan alisnya, mencoba mencerna bagian jawaban Baekhyun yang satu ini. 

"Gue ... atau lo?" 

Baekhyun tertohok. Ia mengalihkan pandangannya dari Chanyeol sebelum kembali menghela nafas dan berjalan mendekat. 

"Udah baikan kan rasanya?" tanya Baekhyun dengan nada ceria, ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Baekhyun belum siap untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Chanyeol melihat bagaimana Baekhyun tersenyum. Apa Baekhyun berpikir bahwa Chanyeol tak bisa melihat kesedihannya dibalik senyum yang ia berusaha buat semanis-manisnya itu? Chanyeol tidak sebodoh itu. Ia sudah mengenal Baekhyun hampir satu windu. 

Ia mengangguk singkat.

Baekhyun mengangguk mengerti, setidaknya pengakuannya tadi malam tidak mempengaruhi kesehatan Chanyeol seperti yang ia khawatirkan. Ia mengalihkan pandangannya dan meraih koper yang sempat ia lepas. 

"Gue," Baekhyun berhenti sesaat.

"Gue jalan dulu ya." 

Chanyeol tidak mengerti jalan pikiran Baekhyun dan hanya bisa memandang punggung Baekhyun yang semakin menjauh. Apa ia tidak memikirkan soal transportasi ke kampus, yang pastinya akan memakan waktu begitu lama dan biaya yang tak sedikit jika ia pulang? 

"Lo bahkan belum dapet jawaban dari gue." 

Gerakan Baekhyun untuk membuka gagang pintu terhenti, ia memejamkan matanya sebelum terkekeh pahit.

Oh, Chanyeol.

"Untuk apa? Gue udah tau jawabannya."

Straight-A Student | ChanBaekWhere stories live. Discover now