Part 3

568 61 0
                                    

Mereka sudah di perjalanan keluar, menuruni tangga utama yang terhamparkan permadani merah marun. Sangat klise. "Apa kau lupa Léonie masih belum bisa datang? Dia sedang ada di rumahnya terbatuk-batuk. Ya, benar. Anak-anak palsumu itu sedang berduaan tanpa pengawasan di apartemen kita. Siapa yang tahu? Haechan terlihat suka memanjat rak pajangan. Kalau ada yang kakinya patah, itu semua salahmu."

Jaehyun, sekarang menjadi gugup, mengetukkan kakinya di lantai sembari menunggu valet mengantarkan mobil mereka. "Bilang saja kau khawatir. Aku tidak akan menghakimimu."

"Tidak ada yang perlu dihakimi." Suaranya sedingin es, si rambut karamel menjawabnya cuek. "Butuh waktu yang lama bagiku untuk mengakui kalau aku menyayangimu. Apa yang membuatmu berpikir aku akan peduli pada monster-monster cilik itu dalam waktu seminggu? Psikologi sosial, frekuensi dan kedekatan? Salah. Itu berlaku untukku tergantung pada subyeknya. Tiga hal itu tidak bisa muncul seperti sulap bagiku."

"Taeyong," yang lebih muda memulai jawabannya dengan nada lelah. Mereka sudah berdebat tentang topik ini selama seminggu penuh sejak mereka membawa anak kembar itu pulang. Memang tidak bisa dihindari, menurut Jaehyun. Keputusan itu berat sebelah dan terlalu mendadak. Seharusnya ia berpikir lebih jauh tentang situasi ini. Tapi jika ia tidak mengambil keputusan, ia akan kehilangan sepasang anak-anak itu. Lagi pula, mengadopsi mereka dalam waktu singkat itu tindakan yang munafik dan juga bodoh, karena jika ditelusuri lagi, merekalah penyebab anak-anak itu menjadi yatim-piatu.

"Taeyong, mereka akan tinggal bersama kita. Dan itu untuk waktu yang lama. Kau tahu aku sedang mengurus berkas-berkasnya dan cukup sulit untuk menghapus identitas orang tua mereka begitu saja."

Mobil akhirnya datang dan Taeyong menggeram seraya mendorong petugas valet itu untuk duduk di kursi pengemudi dengan Jaehyun yang langsung mengenakan sabuk pengaman dan duduk di sebelahnya. "Mereka tidak akan mengizinkan kau mengangkat mereka begitu mereka tahu siapa yang membunuh ayahnya. Tolong ingat itu, keparat amnesia. Aku bersumpah, aku sudah bisa merasakannya, mereka akan menjadi penyebab kematianku. Mereka adalah kutukan. Temui aku di kuburan gersangku nanti."

"Jangan bertingkah sarkastik dan dramatis denganku." Sebal, yang lebih muda memilih untuk memandangi jalanan lewat jendela, berharap pemandangan yang silih berganti bisa menenangkan hatinya. "Tidak menggunakan cincinmu saja sudah cukup. Jangan macam-macam lagi."

"Sial, kau percaya itu?" Taeyong mengambil jasnya dari Jaehyun dan kemudian mengambil cincin perak dari sakunya, memakainya di jari manis.

Adegan itu membuat Jaehyun merasa lebih baik. Sudah lebih tenang, ia memandangi yang lebih tua dengan muka masam. Mereka memang pasangan yang aneh.

"Ayolah! Kau hanya perlu berakting seperti orang tua penyayang. Kau bisa melakukannya. Kau itu aktor alami — jangan melirikku seperti itu! Lihat jalannya! Aku tahu kau itu gila, oke. Sebagai suamimu aku menyarankan kau untuk memanfaatkan kegilaanmu itu. Bukan hal yang bagus tapi berguna, kurasa. Jadilah orang yang bisa menjadi panutan untuk mereka."

Ia bisa meyakinkan Taeyong tanpa kalimat terakhir itu, tapi ia sedang panik, lalu ia membuat kesalahan. Jaehyun mulai berdoa untuk hidupnya yang malang.

"... Kau bercanda." Mobil berhenti di lampu merah, memberikan Taeyong kesempatan untuk menakuti Jaehyun dengan tatapan kosongnya. "Aku lebih baik mati daripada menjadi orang tua teladan. Panutan? Astaga. Kecuali kau mau menjadikan mereka anak-anak yang tidak bermoral."

"..."

"..."

"..."

"... Kalau itu yang kau mau maka baiklah. Tutup mulutmu kalau kau melihatku melempar pisau pada apel yang nanti akan kutaruh di atas kepala mereka. Begitulah mereka akan belajar dan beradaptasi. Mereka tidak bisa menjalani hidup normal. Kau bisa saja bertingkah bak malaikat, tapi itu hanyalah topeng sementara. Kita ini bukan orang biasa. Kau mencuri kenormalan itu dari mereka tepat saat kau memutuskan bahwa tidak masalah bagi seorang pembunuh untuk mengangkat mereka sebagai anak. Dan coba tebak, ketika mereka akhirnya tahu kebenarannya, apa pun yang sudah kau lakukan untuk mereka sia-sia. Mereka hanya akan menyalahkanmu saja."

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora