Part 37

170 31 0
                                    

Senja sudah menyapa Korea. Terparkir beberapa blok dari rumah Park Minkyung adalah sebuah van hitam di mana Doyoung, Johnny, Ten, dan Sicheng menunggu dan mengobservasi. Bagian kota ini sunyi sebab kebanyakan penghuninya adalah orang-orang lanjut usia. Sejak mereka tiba, hanya ada 2 orang yang terlihat berada di luar rumah. Akan mudah bagi mereka untuk melakukan investigasi.

Akan lebih mudah jika Nakamoto Yuta tidak terlambat.

"Bukannya Yuta akan datang langsung dari rumahnya? Di mana dia?" Doyoung bertanya sebal, ingin memulai misinya meski mereka belum lengkap.

Johnny menjatuhkan ponselnya ketika panggilannya kembali tidak terjawab. Berdering, namun Yuta tidak mengangkatnya. "Dia tidak menjawab. Tidak membalas pesanku juga."

Doyoung meludah. "Dia itu pengganggu."

"Dia sedang menjadi lelaki hidung belang."

Ketiga kepala itu menoleh ke arah Sicheng. Sangat tidak biasa arsonis itu melontarkan sindiran, terutama pada sang pria Jepang. Winwin dulunya pendiam, hanya tertarik pada game di ponsel namun sekarang ia sudah jauh berbeda setelah pertengkarannya dengan Yuta. Hobi Yuta adalah menonton anime bersama teman baiknya di Red Phoenix dulu. Sicheng adalah orang pertama yang menjawabnya ketika ia menanyakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh sesama penggemar berat. Memang tidak tampak, namun mereka paling memahami satu sama lain.

Siapa yang menyangka bahwa hal itu pula yang menjadi alasan di balik perang dingin mereka berdua?

Sicheng menggeleng, tersenyum lembut. "Aku tidak apa-apa, jadi jangan memandangku seperti itu. Tapi ini berdampak pada investigasi kita." Ia berkata, berharap ia terdengar cukup meyakinkan.

Doyoung mendesah seraya melirik jam tangannya, menghentakkan kaki saat melihat jarum pendeknya berdetik dan sudah menyelesaikan satu putaran, memakan 1 menit lagi dari hidup mereka yang seharusnya bisa dilakukan untuk mencari jawaban dari sasaran mereka, daripada digunakan untuk menunggu seseorang yang tidak pasti akan datang atau tidak.

"Kita sudah menunggu 30 menit. Bukan 3 menit. Tiga puluh. Setengah jam." Ia mengenakan kacamatanya dengan dengusan. "Kalau dia tidak datang dalam 5 menit, kita mulai saja tanpanya. Kita rela tidak tidur untuk menemukan di mana Park Minkyung bersembunyi dan dia menyia-nyiakan usaha kita."

"Hei." Ten menepuk pundak Doyoung dan menunjuk ke luar. "Bukankah itu mobil Yuta?"

"Well, panjang umur." Johnny menyuruh mereka semua untuk turun dari mobil, menguncinya dan mengantongi kuncinya setelah Yuta mendekat.

Sicheng berhenti melangkah, menggigit bibirnya. "Masuklah ke rumahnya. Aku ingin bicara dengan Yuta dulu."

"Apa kau yakin?" Johnny bertanya, matanya berbicara seakan menyadari adanya kecanggungan di sana. "Oke, kita akan pergi. Kalau kau tidak mendengar tembakan dalam satu menit maka itu artinya kau boleh masuk."

Ten memukul lengannya, menegaskan bahwa mereka akan melakukan interogasi ini sedamai mungkin. Ketiganya lalu pergi, dan Winwin berputar untuk menghadapi rasa takutnya.

Bukan pada Yuta, tapi mengonfrontasi Yuta.

"Apa yang kau lakukan?" Sicheng bertanya.

Alis Yuta dikerutkan heran, tidak mengerti mengapa ia disudutkan seperti itu. "Bergabung dengan investigasi?"

"Oh, kau ingat?" Arsonis itu mengejeknya. "Kau terlambat. Sangat terlambat." Pandangannya mendarat di bekas berwarna merah muda di rahang Yuta, mengusapnya dengan sebuah jari dan tergelak merasakan tekstur lipstik di ibu jarinya. "Kau memaksa untuk datang langsung dari rumahmu karena ada pelacur menantimu di sana."

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Where stories live. Discover now