Part 22

230 37 0
                                    

Malam itu, setelah menjemput Jaehyun dan anak-anak dari rumah sakit, Taeyong memberitahu suaminya tentang apa yang terjadi di Red Phoenix.

"Apa?" Jaehyun berbisik dan melirik kedua anak itu untuk memastikan mereka tidak bisa mendengarnya. "Kita sedang menjadi target sebuah organisasi besar? Bagaimana bisa?"

"Masih tidak jelas, bahkan bagiku. Untuk sekarang, aku membuat keputusan yang mendadak tapi beralasan." Sang pelempar pisau berkata, mengambil buah dari kulkas. "Aku menutup Red Phoenix."

"Apa?!" Kali ini, Jaehyun gagal menjaga volume suaranya. Sepasang anak kembar itu memandanginya, bertanya dalam diam, namun ia dengan cepat menjawab 'tidak ada apa-apa'. "Bagaimana dengan toko yang lain? Bisnismu?"

Taeyong menggigit tomat dan dengan riang mengunyahnya. "Hanya sementara, hanya sampai aku bisa memastikan tidak ada lagi yang akan datang mencariku. Squadku masih di sana untuk berjaga-jaga. Lagi pula, kekurangan pemasukannya kecil, tidak berdampak apa-apa bagiku."

Jaehyun melihatnya sebelum mengangguk. "Baiklah. Itu keputusanmu. Kau tahu apa yang terbaik untuk bisnismu. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Kita tidak boleh membiarkan ini berlalu begitu saja."

"Benar sekali. Besok, ikut denganku. Kita tidak bisa mengajak monster-monster ini ke sana jadi aku akan meminta Jennie untuk mengasuh mereka selama kita pergi."

"Ke mana?"

Sang pelempar pisau duduk, masih mengunyah tomat dengan kepala yang ditengadahkan ke belakang seraya matanya berperang dengan terangnya cahaya lampu dapur. "Ke suatu tempat. Mencari jawaban."

*

Mereka menemukan orang yang bisa memberi mereka jawaban, di sebuah daerah pinggiran kota Bordeaux — di Begles. Taeyong memarkir mobilnya lumayan jauh dari tempat tinggal Irina Caron. Sudah lama sejak hari di mana mereka menculik Andre dari rumahnya sendiri.

"Ada penjaga."

"Dia hanya berdiri di sana sebagai pajangan." Taeyong menepuk bahu Jaehyun dan menyeberangi jalan, satu tangan dalam kantong celana. Hari ini, ia kembali berpakaian serba hitam. Sebuah setelan yang wajib dikenakan, yang bisa menyembunyikan noda darah, terutama ketika mereka harus terkena nodanya di luar. Rambutnya yang dikuncir sebagian menari bersama angin, kembali jinak saat ia memasuki lobi apartemen itu.

Seperti dugaannya, penjaga itu tidak peduli. Jaehyun mengikuti yang lebih tua menaiki tangga, pegangannya berkarat dan beberapa pijakannya basah.

"Itu adalah penjaga yang membiarkan kami masuk waktu penculikan putra Caron terjadi. Kami bilang kami mengunjungi teman dan dia tidak bertanya lagi, bahkan tidak melihat seberapa takutnya Andre ketika kami berjalan keluar dari sini."

"Kalau dia mencoba menghalangi jalanmu, juga bukan masalah."

"Tentu. Tapi meski begitu, lebih mudah kalau tidak ada korban tambahan untuk diurus." Taeyong menuntun mereka di koridor lantai 5 dan berhenti di pintu paling ujung. Ia menghangatkan tangannya dengan satu hembusan napas sebelum mengetuk 3 kali.

Pintu terayun membuka dan seorang wanita yang ada di baliknya bahkan belum bersuara ketika dua orang pria itu menerobos masuk, tidak disambut dan tidak diinginkan. Jaehyun menutup pintu itu pelan dan kemudian sudah ada pisau yang menempel di titik nadi leher wanita itu ketika ia berbalik badan.

"Kita bertemu lagi, Irina."

Wanita itu berpenampilan kelas bawah — tua, baju yang kumal, rambut beruban, kulit penuh keriput. Ia belum setua itu, namun perjuangannya sehari-hari tanpa sumber daya yang memadai mengubahnya menjadi seseorang yang berpakaian layaknya sedang menderita kelaparan.

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Where stories live. Discover now