Part 26

227 31 0
                                    

Sudah sejam dan kelima anggota squad Korea masih termenung oleh kabar dari Bordeaux itu. Tidak begitu yakin apa yang harus dirasakan dan dipikirkan karena sepertinya langit sedang runtuh di atas kepala mereka, mereka yang sedang duduk tenang menanti indra mereka kembali normal.

Yang pertama terhenyak dari lamunan adalah Yuta yang lagi-lagi berseru. "What the fuck?"

"Kau sudah mengatakan itu selama sejam dan kumohon hentikan sekarang juga, selagi aku masih sabar." Ten mendesah dan meremas kepalanya putus asa. "Tapi sama! Apa yang akan terjadi pada bisnis kita? Maksudku, bisnis yang legal."

"Dari apa yang Jaehyun katakan, itu masih aman. Pemerintah akan merilis identitas palsu kalau media memintanya. Jadi sumber pemasukan kita yang lain tidak akan terkena dampaknya. Meskipun kita harus bersembunyi dan memberi kantor sembarang alasan kenapa kita tidak bisa dihubungi untuk sementara waktu." Doyoung membuka laptop lagi dan mulai melakukan coding, alisnya dikerutkan berkonsentrasi penuh.

Ten terlihat tenang sekarang. Johnny membuang napas dengan kedua tangan menutupi wajahnya lalu mengintip ke teman-temannya dari celah-celah jarinya. "Aku tidak bisa memikirkan hal lain selain Dragonaire, sebenarnya. Nama itu terus berdering di kepalaku seperti kaset rusak. Ini pasti kutukan."

"Memang kutukan. Aku tidak tahu cara melacaknya. Bagaimana cara kita mendapatkan daftar namanya?"

"Bagaimana kalau kita mencari tentang Kim Taejun dan Kim Jaeseok di internet? Setidaknya mereka pasti memiliki koneksi mutual. Akun media sosial mungkin juga bisa membantu. Coba cari Kim Jaeseok. Aku yakin dia punya teman yang ayahnya dekat dengan Taejun." Winwin menyarankan. Doyoung melihatnya dengan tatapan 'kau menyelamatkan hidupku' sebelum menutup laptopnya kembali.

"Oke; kita bisa mencobanya. Tapi untuk sekarang, kita harus tidur. Aku tahu berita tidak bisa menunggu tapi wow, aku belum pernah membenci zona waktu seperti ini."

Keempatnya bergerak untuk meninggalkan kamar Doyoung dan ketika mereka mencapai pintu, mereka baru menyadari satu orang belum menyusul.

"Yuta?" Ten memanggil pria Jepang itu.

Doyoung memandangi Yuta selama beberapa detik, menunggunya keluar dari kamar itu. Menit berlalu dan Doyoung mendorong kepala pria itu, mendapatkan lirikan tajam dan juga jeritan frustasi darinya.

"Hei, itu tidak perlu!"

"Yang tidak perlu adalah kau berdiam di sini karena kau sedang melamun di dalam duniamu sendiri. Akhir-akhir ini terus terjadi dan aku mulai berpikir kau sedang memakai narkoba."

"Apa yang salah dengan memakai narkoba," Yuta bergumam sembari mengenakan sepatunya. "Kita menjualnya."

Mata Doyoung berputar begitu keras. Ia memukul kepala pria Jepang itu lagi dengan kesal. "Berhenti bersikap sok pintar dan pergi, kalian semua! Aku butuh tidur!"

Hal terakhir yang Doyoung lihat adalah Yuta yang memberinya jari tengah sebelum pintu tertutup dan memberinya beberapa jam kedamaian.

Pekerjaan ini membunuhnya dalam begitu banyak cara.

*

Masa-masa menanti terjadinya penggerebekan itu diisi oleh kekhawatiran dan juga kegelisahan, meski mereka mencoba mengalihkan emosi itu dengan segunung pekerjaan. Semua mencari kesibukan dan bahkan ketika tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, tugas-tugas yang sudah selesai kembali diperiksa dengan teliti hanya untuk mengalihkan pikiran mereka. Semuanya dalam kondisi waspada yang konstan, mengawasi tingkah laku mencurigakan dan juga tiap kejadian di markas besar, bahkan juga di kasino. Walau gedung itu sudah tutup secara teknis, beberapa orang ditempatkan di sana untuk mengamati orang-orang tak berizin yang mungkin akan melakukan sesuatu.

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Where stories live. Discover now