Part 43

165 35 0
                                    

"Saudara?" Kerutan di wajah Jaehyun mendalam seraya ia mengingat detail spesifik mengenai pemimpin Garnet itu. "Fort bilang dia anak tunggal. Tapi kami tidak... tidak berteman dengannya." Memikirkan mereka yang lebih dari sekadar mitra bisnis dan pengkhianatan menjadi landasan dari hubungan mereka membuatnya kesal. "Dia berbuat salah pada kami, kesalahan besar."

Hyunwoo tergelak di tengah serangan batuknya seraya Jaejoong mengambilkannya segelas air. "Begitukah? Bukan hal baru. Dia memang tidak dapat dipercaya, tidak setia sejak dulu. Kalau kalian berjanji tidak akan memberitahunya tentang percakapan ini, aku akan menjawab apa pun pertanyaannya. Tapi kurasa tidak mengapa kalau dia tahu." Dengan tangan bergetar ia mengambil air dari sang dokter. "Setidaknya dia akan mengakhiri penderitaanku."

Air berceceran ketika ia minum dengan tidak sabar, bersemangat melepas dahaganya.

Jaejoong mengambil gelasnya. "Apa yang membuatmu berpikir dia akan menghabisimu? Aku tidak tahu apa yang kau lakukan dulu tapi pasti lebih buruk daripada menjadi pendongeng bagi musuhnya."

"Kenapa kau dikurung di sini?" Taeyong memainkan gembok sel itu, memandangi sang sandera dengan bayang-bayang mengerikan meski postur tubuhnya tidak mengancam. "Apa kau lebih tua darinya?"

"Ya. Tapi kami lahir dari ibu yang berbeda. Dia anak dari wanita simpanan ayahku."

Informasi kecil itu menghentikan kegiatan sang pelempar pisau yang menggoyang-goyangkan gembok. "... Berarti kaulah yang seharusnya menjadi pewarisnya."

Pria itu menggeleng, meremas selimut tipis yang tak begitu melindunginya dari dingin atau menyembunyikannya dari iblis yang mengintai di kegelapan saat malam tiba. "Garnet tidak punya pewaris — sejak awal tidak pernah ada. Aku sakit. Jantungku lemah; aku tidak cocok untuk kehidupan seperti itu."

"Jadi dia diangkat anak secara resmi?"

"Ayah tidak setuju, tapi ibunya memohon agar ayahku mengangkatnya sebagai anak jika dia tidak mau menikahinya. Ibuku sendiri meninggal karena kebencian yang mengendap di jiwanya. Kasarnya, dia bunuh diri." Keputusasaan nyaris terasa lewat suara Hyunwoo yang bergetar. Mungkin ia memang sudah menua, namun luka masa lalunya masih segar layaknya baru terjadi kemarin. "Aku tidak ingin bicara tentang ini."

Jaehyun berlutut di sebelah Taeyong ketika Hyunwoo mulai bergidik; ia tidak boleh membiarkan narasumber potensial mereka berubah pikiran. "Kita akan mengeluarkanmu dari sini dan mengirimmu ke rumah sakit. Kumohon. Kita harus tahu faktanya."

Alis Jaejoong berkerut khawatir. "Bagaimana kau akan melakukannya? Jangan berjanji yang tak bisa kau tepati."

Jaehyun tidak mengalihkan matanya dari Hyunwoo seraya menunjuk ke arah suaminya pada Jaejoong. "Kita punya dia yang bisa diandalkan."

"Kau pasti tahu sesuatu tentang persahabatan Jung Hajin dan Lee Namgyu." Bokong Taeyong mendarat di lantai ketika ia sudah lelah berjongkok. "Kudengar mereka tak terpisahkan."

Ketidakpercayaan terpancar di mata suram tawanan itu. Janji tidak berefek apa-apa pada pria yang sudah kehilangan seluruh asanya. Namun ia tetap bicara dan menyetujui janji yang akan membawanya ke dunia luar, untuk mendapat kesempatan hidup lagi meski ia tahu ada seratus persen kemungkinan ia akan mendapatkan yang sebaliknya. "Aku tahu Lee Namgyu. Sebelum aku dijebloskan ke sini, dulu aku sering bertanya tentang keadaan di organisasi agar jika aku cukup sehat, aku mungkin akan mempertimbangkan untuk mengambil alih. Lee Namgyu itu pemimpin Red Phoenix, bukan?"

"Dulunya." Taeyong meralatnya seraya bersandar di sel itu, pipinya menempel di jeruji dengan tatapan tajamnya menyelip di sela-selanya dan merengkuh Jung Hyunwoo dalam dekapan sedingin es. "Red Phoenix sudah tiada. Ayahku sudah mati."

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Where stories live. Discover now